Presiden Harus Buka Nama Dewan Pengawas KPK ke Publik
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga saat ini masih merahasiakan nama-nama yang dipilih untuk menduduki posisi Dewan Pengas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, Jokowi mengaku sudah selesai menyusun anggota Dewas.
Kepastian bahwa nama-nama anggota Dewan sudah selesai disusun disampaikan Jokowi di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019). ”Sudah, tapi belum (bisa diumumkan),” katanya.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan, Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dalam menentukan susunan Dewas KPK harus memperhatikan aspirasi dan partisipasi publik. Artinya, Jokowi perlu mengumumkan nama-nama yang dipilih sebelum dilantik.
”Selama ini kan nama-namanya bersifat tertutup, tidak terbuka. Artinya ada yang dirahasiakan. Dalam konteks pembangunan bangsa, pembangunan demokrasi, ini tidak baik. Oleh karena itu, kita mendorong Presiden untuk membuka nama-nama itu,” tuturnya, Selasa (10/12/2019).
Dikatakan Ujang, fungsi Dewas KPK sangat strategis dan vital. Karena itu, nama-nama yang ada di dalamnya harus diisi mereka yang betul-betul berintegritas dan bisa dipertanggungjawabkan, serta bisa bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara. ”Bukan kepentingan pemerintah, rezim atau parpol. Ketika namanya tidak dibuka, bersifat tertutup, masyarakat menjadi curiga permainan apa yang dimainkan oleh pemerintah dalam hal ini Pak Jokowi?” urainya.
Dengan dibuka ke publik nama-nama yang dipilih, menurut Ujang, publik bisa melihat track record anggota Dewas sehingga bisa memberikan penilaian atau masukan kepada Presiden. ”Jangan sampai seperti memilih Timsel KPK, tahu-tahu Timsel sudah ada, masyarakat mengkritik tidak didengar, lalu ujungnya kan bermasalah. Bahkan hasilnya juga kan dianggap bermasalah. Nah kita tidak mau mengulangi kejadian seperti itu,” papar Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini.
Menurut Ujang, jika pemerintah memang berkomitmen untuk menegakkan demokrasi maka penting adanya keterlibatan publik dalam memberikan penilaian sehingga mereka yang terpilih betul-betul orang-orang yang secara integritas kuat, lalu secara profesionalisme mereka bisa bekerja untuk kepentingan bangsa. ”Bukan untuk kepentingan Pak Jokowi, pemerintah atau partai-partai yang mengelilinginya,” urainya.
Ujang menekankan bahwa KPK adalah lembaga yang harus dijaga walaupun dianggap ada sejumlah oknum yang juga bermain di dalamnya. Sebab, selama ini KPK masih menjadi harapan publik dalam hal pemberantasan korupsi. ”Oleh karena itu, dalam Dewan Pengawas ini perlu figur pertama, orang yang berintegritas. Kedua, tokoh yang memang secara moral dia adalah yang cenderung pada kebaikan. Kalau dilobi-lobi tak mau, memiliki moralitas tinggi,” katanya.
Kriteria lainnya adalah harus sosok yang memang memiliki wawasan luas dan pengalaman mumpunin, bukan sosok yang ujug-ujug muncul. ”Keempat mereka harus profesional bekerja. Jangan sampai ketika penyidik mau melakukan OTT (operasi tangkap tangan) karena Dewas tidak bekerja profesional maka OTT-nya digantung. Dewan Pengawas tidak mengizinkan OTT akhirnya korupsinya lewat,” urainya.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rahman juga belum mau membeberkannya. Ia hanya menyebut para anggota dewan pengawas ini merupakan yang terbaik dan antikorupsi. Ia meminta semua pihak sabar karena dewan pengawas bakal dilantik bersama dengan jajaran pimpinan KPK 2019-2023, pada 21 Desember.
Mengacu pada Revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK (UU KPK), Dewas memiliki peranan yang sangat vital dalam pemberantasan korupsi. Bahkan, Dewas juga berhak membuat kode etik dan menindak pelanggaran etik Pimpinan dan seluruh pegawai KPK.
Dalam menjalankan fungai penyadapan, penyidik dan penyelidik harus meminta izin tertulis pada Dewas KPK sebagaimana Pasal 12B. Dan wajib melaporkan hasilnya kepada Dewas sebagaimana Pasal 12C ayat 2. Bahkan, dipertegas dalam bab khusus soal Dewas pada Bab VA.
Pasal 37B, Dewas bertugas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK.
Selain itu, juga menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini. Poin lainnya adalah menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK, dan melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala satu kali dalam satu tahun.
Kepastian bahwa nama-nama anggota Dewan sudah selesai disusun disampaikan Jokowi di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019). ”Sudah, tapi belum (bisa diumumkan),” katanya.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan, Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dalam menentukan susunan Dewas KPK harus memperhatikan aspirasi dan partisipasi publik. Artinya, Jokowi perlu mengumumkan nama-nama yang dipilih sebelum dilantik.
”Selama ini kan nama-namanya bersifat tertutup, tidak terbuka. Artinya ada yang dirahasiakan. Dalam konteks pembangunan bangsa, pembangunan demokrasi, ini tidak baik. Oleh karena itu, kita mendorong Presiden untuk membuka nama-nama itu,” tuturnya, Selasa (10/12/2019).
Dikatakan Ujang, fungsi Dewas KPK sangat strategis dan vital. Karena itu, nama-nama yang ada di dalamnya harus diisi mereka yang betul-betul berintegritas dan bisa dipertanggungjawabkan, serta bisa bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara. ”Bukan kepentingan pemerintah, rezim atau parpol. Ketika namanya tidak dibuka, bersifat tertutup, masyarakat menjadi curiga permainan apa yang dimainkan oleh pemerintah dalam hal ini Pak Jokowi?” urainya.
Dengan dibuka ke publik nama-nama yang dipilih, menurut Ujang, publik bisa melihat track record anggota Dewas sehingga bisa memberikan penilaian atau masukan kepada Presiden. ”Jangan sampai seperti memilih Timsel KPK, tahu-tahu Timsel sudah ada, masyarakat mengkritik tidak didengar, lalu ujungnya kan bermasalah. Bahkan hasilnya juga kan dianggap bermasalah. Nah kita tidak mau mengulangi kejadian seperti itu,” papar Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini.
Menurut Ujang, jika pemerintah memang berkomitmen untuk menegakkan demokrasi maka penting adanya keterlibatan publik dalam memberikan penilaian sehingga mereka yang terpilih betul-betul orang-orang yang secara integritas kuat, lalu secara profesionalisme mereka bisa bekerja untuk kepentingan bangsa. ”Bukan untuk kepentingan Pak Jokowi, pemerintah atau partai-partai yang mengelilinginya,” urainya.
Ujang menekankan bahwa KPK adalah lembaga yang harus dijaga walaupun dianggap ada sejumlah oknum yang juga bermain di dalamnya. Sebab, selama ini KPK masih menjadi harapan publik dalam hal pemberantasan korupsi. ”Oleh karena itu, dalam Dewan Pengawas ini perlu figur pertama, orang yang berintegritas. Kedua, tokoh yang memang secara moral dia adalah yang cenderung pada kebaikan. Kalau dilobi-lobi tak mau, memiliki moralitas tinggi,” katanya.
Kriteria lainnya adalah harus sosok yang memang memiliki wawasan luas dan pengalaman mumpunin, bukan sosok yang ujug-ujug muncul. ”Keempat mereka harus profesional bekerja. Jangan sampai ketika penyidik mau melakukan OTT (operasi tangkap tangan) karena Dewas tidak bekerja profesional maka OTT-nya digantung. Dewan Pengawas tidak mengizinkan OTT akhirnya korupsinya lewat,” urainya.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rahman juga belum mau membeberkannya. Ia hanya menyebut para anggota dewan pengawas ini merupakan yang terbaik dan antikorupsi. Ia meminta semua pihak sabar karena dewan pengawas bakal dilantik bersama dengan jajaran pimpinan KPK 2019-2023, pada 21 Desember.
Mengacu pada Revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK (UU KPK), Dewas memiliki peranan yang sangat vital dalam pemberantasan korupsi. Bahkan, Dewas juga berhak membuat kode etik dan menindak pelanggaran etik Pimpinan dan seluruh pegawai KPK.
Dalam menjalankan fungai penyadapan, penyidik dan penyelidik harus meminta izin tertulis pada Dewas KPK sebagaimana Pasal 12B. Dan wajib melaporkan hasilnya kepada Dewas sebagaimana Pasal 12C ayat 2. Bahkan, dipertegas dalam bab khusus soal Dewas pada Bab VA.
Pasal 37B, Dewas bertugas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK.
Selain itu, juga menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini. Poin lainnya adalah menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK, dan melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala satu kali dalam satu tahun.
(pur)