Komisi IX DPR Bersikukuh Iuran BPJS Kelas 3 Tak Boleh Naik
A
A
A
JAKARTA - Sebagian besar anggota Komisi IX DPR menentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan khususnya untuk kelas 3 yang mencapai 100%. Walaupun itu bakal berlaku pada Januari 2020 sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75/2019.
Hal ini diungkapkan anggota Komisi IX DPR dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto. Anggota Komisi IX DPR Intan Fitriana Fauzi menegaskan, BPJS Kesehatan ini bukan lembaga komersil seperti BUMN yang harus menghitung untung dan rugi. Pemerintah yang seharusnya bisa menanggung defisit dari BPJS ini.
"Saya kira, yang harus dibereskan itu soal sistem. Jangan samakan BPJS Kesehatan ini dengan BUMN, Badan Usaha. Kalau jalanan macet dibuat jalanan berbayar. Jalan berbayar juga macet maka iuran jalan tol dinaikan. Karena memang badan usaha," kata Intan dalam Raker di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin 9 Desember 2019 malam.
Menurut Intan, BPJS memang sudah seharusnya tidak mengambil keuntungan, tapi memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat Indonesia sebagaimana Pasal 28H ayat 3 UUD 1945 bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial. Dalam hal ini, pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin kesehatan setiap warga negaranya. Jika iuran ini tetap naik, sama halnya negara mencekik rakyatnya.
"Keluarnya Perpres 75/2019, namun saya tetap meminta kenaikan iuran kelas 3 mandiri tidak diberlakukan. Sesuai amanah konstitusi maka pelayanan kesehatan ini bersifat menyeluruh untuk masyarakat Indonesia. Seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dari negara," tuturnya.
Selain itu, Politisi PAN ini meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membereskan tata kelola BPJS Kesehatan. Pembenahan manajemen sangat penting mengingat hampir seluruh masyarakat, khususnya yang kurang mampu mengandalkan dan menaruh harapan besar BPJS ini. Dan BPJS Kesehatan harus mampu meng-cover layanan kesehatan untuk seluruh masyarakat. Karena itu, tidak boleh ada satu rumah sakit pun yang menolak pasien BPJS Kesehatan.
"Kalau bicara penyakit ini sudah kronis, semua stakeholders tidak ada yang puas. Dokter, rumah sakit, alkes lab, farmasi, tunggakan besar, akumulatif defisit anggaran BPJS sebesar Rp32 Triliun," tambahnya.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi IX lainnya, Kurniasih. Dia mengaku sangat sedih karena iuran BPJS Kesehatan untuk kelas 3 ini nyatanya akan tetap naik. Dan Menteri Keuangan (Menkeu) juga nampaknya belum merespons kegelisahan masyarakat ini.
"Saya sedih sekali bahwa kelas 3 BPJS Kesehatan tetap naik, sampai detik ini Ibu Menkeu belum merespon," kata Kurniasih.
Karena itu, Politisi PKS ini mengusulkan agar DPR segera menjadwalkan rapat gabungan bersama dengan Komisi dan Menteri terkait guna menyelesaikan persoalan BPJS ini.
"Saya usul diadakannya Rapat Gabungan, utamanya apa yang dirasakan jika masyarakat bertanya kepada kami terkait mengapa kelas 3 tetap naik," usulnya.
"Visi kita kan kesehatan berkeadilan sosial, dimana letak keadilan sosial? Jika solusi kenaikan iuran ini tidak pernah dilakukan. Saya mengungkapkan kekecewaan terhadap naiknya iuran BPJS kelas 3 ini dan belum dijawab sejak detik ini," sesal Kurniasih.
Kemudian, Anggota Komisi IX DPR Fadholi mengatakan, kenaikan BPJS ini bisa meresahkan masyarakat dan sangat berimplikasi pada pelayanan kesehatan masyarakat. Untuk itu, dia kembali mempertanyakan perhitungan Menkes dan Menkeu terkait BPJS ini.
"Sejauh manakah perhitungan-perhitungan antara Menkeu dan Menkes sehingga terjadi defisit yang sangat besar? Kurang lebih sampai Rp 21 triliun ya defisitnya," ujarnya di kesempatan sama.
Politisi Nasdem ini juga mempertanyakan jumlah uang yang diterima BPJS dari berbagai sumber selama ini, dan berapa jumlah klaim yang diterima setiap bulannya dari seluruh faskes. Persoalan ini sangat kompleks sehingga ia mengusulkan pembentukan panja BPJS Kesehatan. "Saya usulkan kita bentuk panja terkait BPJS ini, karena BPJS tersebut untuk kemaslahatan orang banyak," ujarnya.
Hal ini diungkapkan anggota Komisi IX DPR dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto. Anggota Komisi IX DPR Intan Fitriana Fauzi menegaskan, BPJS Kesehatan ini bukan lembaga komersil seperti BUMN yang harus menghitung untung dan rugi. Pemerintah yang seharusnya bisa menanggung defisit dari BPJS ini.
"Saya kira, yang harus dibereskan itu soal sistem. Jangan samakan BPJS Kesehatan ini dengan BUMN, Badan Usaha. Kalau jalanan macet dibuat jalanan berbayar. Jalan berbayar juga macet maka iuran jalan tol dinaikan. Karena memang badan usaha," kata Intan dalam Raker di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin 9 Desember 2019 malam.
Menurut Intan, BPJS memang sudah seharusnya tidak mengambil keuntungan, tapi memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat Indonesia sebagaimana Pasal 28H ayat 3 UUD 1945 bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial. Dalam hal ini, pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin kesehatan setiap warga negaranya. Jika iuran ini tetap naik, sama halnya negara mencekik rakyatnya.
"Keluarnya Perpres 75/2019, namun saya tetap meminta kenaikan iuran kelas 3 mandiri tidak diberlakukan. Sesuai amanah konstitusi maka pelayanan kesehatan ini bersifat menyeluruh untuk masyarakat Indonesia. Seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dari negara," tuturnya.
Selain itu, Politisi PAN ini meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membereskan tata kelola BPJS Kesehatan. Pembenahan manajemen sangat penting mengingat hampir seluruh masyarakat, khususnya yang kurang mampu mengandalkan dan menaruh harapan besar BPJS ini. Dan BPJS Kesehatan harus mampu meng-cover layanan kesehatan untuk seluruh masyarakat. Karena itu, tidak boleh ada satu rumah sakit pun yang menolak pasien BPJS Kesehatan.
"Kalau bicara penyakit ini sudah kronis, semua stakeholders tidak ada yang puas. Dokter, rumah sakit, alkes lab, farmasi, tunggakan besar, akumulatif defisit anggaran BPJS sebesar Rp32 Triliun," tambahnya.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi IX lainnya, Kurniasih. Dia mengaku sangat sedih karena iuran BPJS Kesehatan untuk kelas 3 ini nyatanya akan tetap naik. Dan Menteri Keuangan (Menkeu) juga nampaknya belum merespons kegelisahan masyarakat ini.
"Saya sedih sekali bahwa kelas 3 BPJS Kesehatan tetap naik, sampai detik ini Ibu Menkeu belum merespon," kata Kurniasih.
Karena itu, Politisi PKS ini mengusulkan agar DPR segera menjadwalkan rapat gabungan bersama dengan Komisi dan Menteri terkait guna menyelesaikan persoalan BPJS ini.
"Saya usul diadakannya Rapat Gabungan, utamanya apa yang dirasakan jika masyarakat bertanya kepada kami terkait mengapa kelas 3 tetap naik," usulnya.
"Visi kita kan kesehatan berkeadilan sosial, dimana letak keadilan sosial? Jika solusi kenaikan iuran ini tidak pernah dilakukan. Saya mengungkapkan kekecewaan terhadap naiknya iuran BPJS kelas 3 ini dan belum dijawab sejak detik ini," sesal Kurniasih.
Kemudian, Anggota Komisi IX DPR Fadholi mengatakan, kenaikan BPJS ini bisa meresahkan masyarakat dan sangat berimplikasi pada pelayanan kesehatan masyarakat. Untuk itu, dia kembali mempertanyakan perhitungan Menkes dan Menkeu terkait BPJS ini.
"Sejauh manakah perhitungan-perhitungan antara Menkeu dan Menkes sehingga terjadi defisit yang sangat besar? Kurang lebih sampai Rp 21 triliun ya defisitnya," ujarnya di kesempatan sama.
Politisi Nasdem ini juga mempertanyakan jumlah uang yang diterima BPJS dari berbagai sumber selama ini, dan berapa jumlah klaim yang diterima setiap bulannya dari seluruh faskes. Persoalan ini sangat kompleks sehingga ia mengusulkan pembentukan panja BPJS Kesehatan. "Saya usulkan kita bentuk panja terkait BPJS ini, karena BPJS tersebut untuk kemaslahatan orang banyak," ujarnya.
(mhd)