Rocky Gerung Terancam Dipolisikan, Pengamat: Pikiran Rakyat Nutrisi Bagi Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menganggap rencana laporan yang akan dilakukan oleh Politikus PDIP, Junimart Girsang terhadap pernyataan Rocky Gerung terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak paham Pancasila bukanlah sesuatu yang mendesak sehingga perlu dilakukan.
"Mengingat Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah membatalkan pasal-pasal penghinaan presiden yaitu Pasal 134, 136, dan 137 KUHP karena bertentangan dengan konstitusi," ujar Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Minggu (8/12/2019).
Menurut Sulthan, jika hendak melaporkan Rocky maka Presiden Jokowi sebagai individu bisa melaporkan dengan ketentuan penghinaan individu yaitu Pasal 310, 311 dan 315 KUHP. "Ini delik aduan maka individu Jokowi yang harus melaporkan," ucap dia. (Baca juga: Politisi Demokrat Dukung Junimart Laporkan Rocky Gerung ke Polisi )
Namun di luar laporan tersebut, Sulthan menilai, apa yang diucapkan Rocky ini soal mengutarakan isi pikiran yang dilindungi oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Sehingga, rancu jika pikiran tersebut diancam dengan ketentuan pidana. Untuk itu, negara tidak perlu menghabiskan energi pada soal perbedaan pendapat di kalangan anak bangsa.
"Kini saya melihat trend saling lapor justru membuat pertumbuhan demokrasi kita mencekam. Ruang diskursus publik tumbuh dalam ketakutan. Hemat saya pikiran dilawan dengan pikiran lalu mengejawantahkannya dalam tindakan. Bagi pemerintah justru pikiran-pikiran dari warga negara tersebut menjadi asupan nutrisi dalam mengambil kebijakan," jelasnya.
Di sisi lain, lanjut Alumni Hukum Tata Negara UGM ini, negara dan semua pihak tidak perlu takut dengan ide dan pikiran setiap warga negara. Karena, bukankah Indonesia dibangun dengan peradaban pikiran. Menurut dia, tidak ada Orde Lama, Orde Baru atau bahkan Orde Reformasi tanpa didahului oleh pergolakan pikiran. (Baca juga: PBB: Kebencian Rocky Gerung kepada Jokowi Melewati Kecerdasan Intelektual )
"Pun sama dengan Pancasila. Ia hadir dari berbagai pertarungan ideologi pada masanya. Dan ini fakta sejarah yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Realitanya hari ini Indonesia semakin berkemajuan yang diawali oleh adanya pertentangan-pertentangan pikiran tersebut. Lantas apakah kini ide itu perlu diseragamkan? Bagi saya itu paradoks," tandasnya.
"Mengingat Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah membatalkan pasal-pasal penghinaan presiden yaitu Pasal 134, 136, dan 137 KUHP karena bertentangan dengan konstitusi," ujar Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Minggu (8/12/2019).
Menurut Sulthan, jika hendak melaporkan Rocky maka Presiden Jokowi sebagai individu bisa melaporkan dengan ketentuan penghinaan individu yaitu Pasal 310, 311 dan 315 KUHP. "Ini delik aduan maka individu Jokowi yang harus melaporkan," ucap dia. (Baca juga: Politisi Demokrat Dukung Junimart Laporkan Rocky Gerung ke Polisi )
Namun di luar laporan tersebut, Sulthan menilai, apa yang diucapkan Rocky ini soal mengutarakan isi pikiran yang dilindungi oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Sehingga, rancu jika pikiran tersebut diancam dengan ketentuan pidana. Untuk itu, negara tidak perlu menghabiskan energi pada soal perbedaan pendapat di kalangan anak bangsa.
"Kini saya melihat trend saling lapor justru membuat pertumbuhan demokrasi kita mencekam. Ruang diskursus publik tumbuh dalam ketakutan. Hemat saya pikiran dilawan dengan pikiran lalu mengejawantahkannya dalam tindakan. Bagi pemerintah justru pikiran-pikiran dari warga negara tersebut menjadi asupan nutrisi dalam mengambil kebijakan," jelasnya.
Di sisi lain, lanjut Alumni Hukum Tata Negara UGM ini, negara dan semua pihak tidak perlu takut dengan ide dan pikiran setiap warga negara. Karena, bukankah Indonesia dibangun dengan peradaban pikiran. Menurut dia, tidak ada Orde Lama, Orde Baru atau bahkan Orde Reformasi tanpa didahului oleh pergolakan pikiran. (Baca juga: PBB: Kebencian Rocky Gerung kepada Jokowi Melewati Kecerdasan Intelektual )
"Pun sama dengan Pancasila. Ia hadir dari berbagai pertarungan ideologi pada masanya. Dan ini fakta sejarah yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Realitanya hari ini Indonesia semakin berkemajuan yang diawali oleh adanya pertentangan-pertentangan pikiran tersebut. Lantas apakah kini ide itu perlu diseragamkan? Bagi saya itu paradoks," tandasnya.
(kri)