Indonesia-Turki Kerja Sama Tangani Masalah Pengungsi
A
A
A
JAKARTA - Indonesia melalui Ketua Pelaksana harian Satgas Penanganan Pengungsi Luar Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, (Kemenko Polhukam) Brigjen Pol Chairul Anwar, kunjungan kerja ke Turki dalam rangka menjalin kerja sama bilateral, khususnya di bidang penanganan pengungsi dari luar negeri.
"Kedua negara kita telah menjalin kerja sama bilateral yang lama dan erat. Hubungan antara Indonesia dan Turki dipenuhi persahabatan dan persaudaraan," kata Chairul saat bertemu dengan delegasi dari Kementerian Luar Negeri Turki di Ankara, Turki dalam siaran persnya yang diterima SINDO, Rabu (4/12/2019).
"Dua karakter dalam hubungan ini, saya percaya akan dapat terus meningkat di masa depan. Terlepas dari kerja sama bilateral diberbagai bidang yang telah terbentuk, saya meyakini bahwa masih banyak ruang bagi kedua negara untuk terus menjajagi bidang-bidang kerja sama baru," sambungnya.
Chairul menjelaskan, Indonesia dan Turki memiliki banyak prinsip yang sama, seperti komitmen dan keinginan kuat untuk mewujudkan keamanan, kedamaian, dan juga aktif dalam memberikan bantuan kemanusiaaan.
"Salah satu contoh yang paling jelas adalah selama bertahun-tahun berdasarkan rasa kemanusiaan, kedua negara telah telah menampung ribuan, bahkan jutaan, pengungsi asing," jelasnya.
Apalagi, pada tahun 70an Indonesia telah menampung 250.000 pengungsi dari kawasan Indo-Cina. Saat ini Indonesia tengah menampung hampir 14.000 pengungsi dan pencari suaka dari 42 negara.
Semua itu dilakukan oleh Indonesia meskipun bukan menjadi negara pihak pada Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967. "Tentu saja, jumlah pengungsi di Indonesia jumlahnya sangat kecil dibanding dengan jumlah pengungsi yang saat ini diterima oleh Pemerintah Turki," ujar Chairul.
Chairul menyampaikan, terlepas dari besar kecilnya jumlah, Pemerintah Indonesia sepakat bahwa krisis kepengungsian merupakan tantangan global yang berdampak pada banyak negara di dunia, terutama bagi negara penampung pengungsi sementara yang sebagian besar merupakan negara berkembang.
Apalagi, kata Chairul jumlah pengungsi yang terus meningkat akibat dari konflik sektarian di berbagai negara, tidak lagi hanya tragedi kemanusiaan semata, namun dapat menjadi suatu bom waktu yang setiap saat akan meledak.
"Hal ini dikarenakan isu pengungsi seringkali berkaitan dengan berbagai isu, seperti kejahatan lintas negara, penjualan manusia, penyelundupan manusia, perbudakan modern, dan terorisme global," katanya.
"Untuk mencegah potensi ancaman yang akan datang, Indonesia saat ini tengah mencari solusi yang lebih inovatif dan efektf dalam penanganan dan pengelolaan isu kepengungsian," ungkap Chairul.
Sebelumnya, delegasi Indonesia juga telah bertemu dengan United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) Turki. Dalam pertemuan tersebut disampaikan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki komitmen tinggi dalam menangani pengungsi dari luar negeri. Chairul menegaskan penanganan pengungsi di Indonesia dilakukan dengan prinsip pendekatan pemenuhan hak asasi manusia.
"Kedua negara kita telah menjalin kerja sama bilateral yang lama dan erat. Hubungan antara Indonesia dan Turki dipenuhi persahabatan dan persaudaraan," kata Chairul saat bertemu dengan delegasi dari Kementerian Luar Negeri Turki di Ankara, Turki dalam siaran persnya yang diterima SINDO, Rabu (4/12/2019).
"Dua karakter dalam hubungan ini, saya percaya akan dapat terus meningkat di masa depan. Terlepas dari kerja sama bilateral diberbagai bidang yang telah terbentuk, saya meyakini bahwa masih banyak ruang bagi kedua negara untuk terus menjajagi bidang-bidang kerja sama baru," sambungnya.
Chairul menjelaskan, Indonesia dan Turki memiliki banyak prinsip yang sama, seperti komitmen dan keinginan kuat untuk mewujudkan keamanan, kedamaian, dan juga aktif dalam memberikan bantuan kemanusiaaan.
"Salah satu contoh yang paling jelas adalah selama bertahun-tahun berdasarkan rasa kemanusiaan, kedua negara telah telah menampung ribuan, bahkan jutaan, pengungsi asing," jelasnya.
Apalagi, pada tahun 70an Indonesia telah menampung 250.000 pengungsi dari kawasan Indo-Cina. Saat ini Indonesia tengah menampung hampir 14.000 pengungsi dan pencari suaka dari 42 negara.
Semua itu dilakukan oleh Indonesia meskipun bukan menjadi negara pihak pada Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967. "Tentu saja, jumlah pengungsi di Indonesia jumlahnya sangat kecil dibanding dengan jumlah pengungsi yang saat ini diterima oleh Pemerintah Turki," ujar Chairul.
Chairul menyampaikan, terlepas dari besar kecilnya jumlah, Pemerintah Indonesia sepakat bahwa krisis kepengungsian merupakan tantangan global yang berdampak pada banyak negara di dunia, terutama bagi negara penampung pengungsi sementara yang sebagian besar merupakan negara berkembang.
Apalagi, kata Chairul jumlah pengungsi yang terus meningkat akibat dari konflik sektarian di berbagai negara, tidak lagi hanya tragedi kemanusiaan semata, namun dapat menjadi suatu bom waktu yang setiap saat akan meledak.
"Hal ini dikarenakan isu pengungsi seringkali berkaitan dengan berbagai isu, seperti kejahatan lintas negara, penjualan manusia, penyelundupan manusia, perbudakan modern, dan terorisme global," katanya.
"Untuk mencegah potensi ancaman yang akan datang, Indonesia saat ini tengah mencari solusi yang lebih inovatif dan efektf dalam penanganan dan pengelolaan isu kepengungsian," ungkap Chairul.
Sebelumnya, delegasi Indonesia juga telah bertemu dengan United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) Turki. Dalam pertemuan tersebut disampaikan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki komitmen tinggi dalam menangani pengungsi dari luar negeri. Chairul menegaskan penanganan pengungsi di Indonesia dilakukan dengan prinsip pendekatan pemenuhan hak asasi manusia.
(maf)