KPK Harap Menteri Tidak Rangkap Jabatan
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang berharap kepada para menteri yang juga memiliki jabatan di partai politik agar tidak rangkap jabatan. Sebab, pimpinan partai politik yang berada di eksekutif memiliki potensi risiko benturan dengan kepentingan.
"Sebaiknya jangan rangkap jabatan. Apalagi menteri dari partai politik, yang penting fokus pada tugas pokok dan fungsinya," ujar Saut kepada wartawan, Selasa (2/12/2019).
Menurut Saut, rangkap jabatan menteri yang juga sekaligus pimpinan partai bisa memunculkan resiko adanya benturan kepentingan. "Jabatan rangkap berisiko benturan kepentingan. Itu sebabnya menteri tidak boleh merangkap jabatan karena menerima dana dari APBN," jelasnya.
Saut juga menyebut dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara melarang seorang menteri rangkap jabatan. Sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, Pasal 34 menyebutkan sumber keuangan partai politik antara lain bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Maka dari itu, lanjut Saut, pembantu presiden jangan mencari cara agar bisa berkuasa di partai politik, karena undang-undang jelas-jelas melarang rangkap jabatan."Ada dasar peraturan perundang-undangnya, ya diikuti saja itu, patuhi saja itu," tuturnya
Dalam Kabinet Indonesia Maju, sejumlah posisi diisi oleh beberapa tokoh dan ketua umum partai politik, seperti Plt Ketum PPP Suharso Suharso Monoarfa (Menteri PPN/Kepala Bapennas), Ketum Golkar Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian), dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto (Menteri Pertahanan).
"Sebaiknya jangan rangkap jabatan. Apalagi menteri dari partai politik, yang penting fokus pada tugas pokok dan fungsinya," ujar Saut kepada wartawan, Selasa (2/12/2019).
Menurut Saut, rangkap jabatan menteri yang juga sekaligus pimpinan partai bisa memunculkan resiko adanya benturan kepentingan. "Jabatan rangkap berisiko benturan kepentingan. Itu sebabnya menteri tidak boleh merangkap jabatan karena menerima dana dari APBN," jelasnya.
Saut juga menyebut dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara melarang seorang menteri rangkap jabatan. Sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, Pasal 34 menyebutkan sumber keuangan partai politik antara lain bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Maka dari itu, lanjut Saut, pembantu presiden jangan mencari cara agar bisa berkuasa di partai politik, karena undang-undang jelas-jelas melarang rangkap jabatan."Ada dasar peraturan perundang-undangnya, ya diikuti saja itu, patuhi saja itu," tuturnya
Dalam Kabinet Indonesia Maju, sejumlah posisi diisi oleh beberapa tokoh dan ketua umum partai politik, seperti Plt Ketum PPP Suharso Suharso Monoarfa (Menteri PPN/Kepala Bapennas), Ketum Golkar Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian), dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto (Menteri Pertahanan).
(cip)