Partai Demokrat Tolak Pilpres Dikembalikan ke MPR
A
A
A
JAKARTA - Partai Demokrat menolak pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) dikembalikan ke MPR RI. Demokrat menilai hak rakyat untuk memilih langsung pemimpinnya itu tidak boleh dicabut dan dibatalkan.
"Sederhananya dalam tataran praktik, kalau presiden kembali dipilih MPR yang menentukan itu ya hanya 9 orang ketua umum partai di Parlemen saja. Masak negeri berpenduduk 260 juta ini yang menentukan presidennya hanya oleh 9 orang saja," ujar Ketua DPP Demokrat, Jansen Sitindaon dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/11/2019).
Dia mengatakan, memilih langsung presiden adalah salah satu hak politik yang hilang di era Orde Baru. "Masak kita mau mundur kebelakang lagi," ucapnya.
Jansen menilai jika pemilihan langsung ini ada kekurangannya maka perlu diperbaiki. "Bukan 'gebyah uyah' dikembalikan ke MPR. Misalnya soal money politics atau politik berbiaya tinggi. Yang kita perkuat ya lembaga pengawasannya. Memang ada jaminan kalau dipilih oleh MPR pasti akan bersih dari money politics?" tandasnya.
Dia menambahkan, jika pemilu langsung dianggap membuat keadaan jadi panas seperti pilpres kemarin misalnya, ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold yang dikurangi sehingga bisa banyak muncul calon. "Selain masyarakat jadi punya banyak alternatif pilihan, juga tidak akan terbagi ke dua kelompok saja seperti kemarin," jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, pemilunya kembali dipisah bukan seperti kemarin pileg dan pilpres dibuat bareng. Sebab,satu jenis pemilu saja sudah buat panas, apalagi dua jenis pemilu digabung.
"Jadi kami Demokrat menolak, mengembalikan kedaulatan rakyat memilih presiden ini ke tangan MPR. Kalau ada kekurangan mari kita perbaiki," pungkasnya.
"Sederhananya dalam tataran praktik, kalau presiden kembali dipilih MPR yang menentukan itu ya hanya 9 orang ketua umum partai di Parlemen saja. Masak negeri berpenduduk 260 juta ini yang menentukan presidennya hanya oleh 9 orang saja," ujar Ketua DPP Demokrat, Jansen Sitindaon dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/11/2019).
Dia mengatakan, memilih langsung presiden adalah salah satu hak politik yang hilang di era Orde Baru. "Masak kita mau mundur kebelakang lagi," ucapnya.
Jansen menilai jika pemilihan langsung ini ada kekurangannya maka perlu diperbaiki. "Bukan 'gebyah uyah' dikembalikan ke MPR. Misalnya soal money politics atau politik berbiaya tinggi. Yang kita perkuat ya lembaga pengawasannya. Memang ada jaminan kalau dipilih oleh MPR pasti akan bersih dari money politics?" tandasnya.
Dia menambahkan, jika pemilu langsung dianggap membuat keadaan jadi panas seperti pilpres kemarin misalnya, ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold yang dikurangi sehingga bisa banyak muncul calon. "Selain masyarakat jadi punya banyak alternatif pilihan, juga tidak akan terbagi ke dua kelompok saja seperti kemarin," jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, pemilunya kembali dipisah bukan seperti kemarin pileg dan pilpres dibuat bareng. Sebab,satu jenis pemilu saja sudah buat panas, apalagi dua jenis pemilu digabung.
"Jadi kami Demokrat menolak, mengembalikan kedaulatan rakyat memilih presiden ini ke tangan MPR. Kalau ada kekurangan mari kita perbaiki," pungkasnya.
(kri)