Menag Ancam Beri Sanksi PNS yang Lakukan Ujaran Kebencian
A
A
A
MALANG - Pancasila, dan persatuan Indonesia tengah menghadapi ancaman gerakan radikal. Hasil survei berbagai lembaga penelitian dan lembaga riset menguatkan adanya ancaman tersebut.
Hal itu diungkap Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi saat memberikan kuliah umum bertajuk "Meneguhkan Nilai-nilai Agama dan Kebangsaan dalam Menangkal Radikalisme Menuju Indonesia Maju" di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Malang, Jawa Timur, Kamis (21/11/2019).
Purnawirawan Jenderal TNI yang pernah menjabat sebagai Wakil Panglima TNI ini menyebut, radikalisme adalah pandangan yang menginginkan perubahan secara revolusioner.
"Kita tegaskan lawan radikalisme. Tangkal ekstremisme. Ada empat ciri-cirinya antara lain, intoleran dengan orang lain yang berbeda. Menganut konsep takfiri atau mengkafirkan orang lain di luar Kelompoknya. Memaksakan kehendak dengan dalil dan menggunakan cara-cara kekerasan baik verbal maupun fisik dalam melancarkan aksinya," ucapnya.
Dia menegaskan, untuk menjaga keutuhan Indonesia, Kementerian Agama (Kemenag) memandang perlu dilakukan upaya deradikalisasi. Upaya itu, diakuinya tidak lepas dari sikap pro dan kontra, sehingga Kemenag mengembangkan moderasi beragama.
”Kriteria radikal itu antara lain mereka yang merasa paling benar dan intoleran. Tidak bisa menerima orang lain yang berbeda identitasnya dan pendapatnya. Hal ini tentunya tidak bisa dibenarkan, karena Allah menciptakan bangsa dengan berbeda-beda. Keberbedaan adalah keniscayaan. Tidak ada satupun yang boleh mengklaim paling benar. Kebenaran hakiki adalah milik Allah," ucapnya.
Selain itu, mereka yang menggunakan berbagai cara bahkan memanipulasi agama untuk kepentingannya sendiri. Bahkan, tidak segan membenarkan perilaku kriminalnya dengan menggunakan ayat suci.
"Penggunaan ayat suci untuk membenarkan perilaku kriminal dan kekerasan, bertentangan dengan ayat suci itu sendiri. Karena, ayat suci dan agama manapun menjunjung tinggi kemanusiaan dan menjaga kemanusiaan," tegas Fachrul Razi.
Bentuk radikalisme negatif lainnya, kata dia, adalah mereka yang menggunakan cara-cara kekerasan baik verbal maupun tindakan. Tidak segan menggunakan ujaran kebencian.
"Untuk ujaran kebencian ini, tentunya akan ada tindakan tegas bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pegawai Negeri Sipil (PNS) yang melakukannya, atau menyetujuinya. Jangankan mengungkapkan ujaran kebencian. Hanya menyetujuinya saja terhadap ujaran kebencian di media sosial, pastinya ASN atau PNS tersebut akan langsung kami berikan tindakan tegas," imbuhnya.
Tindakan tegas ini menurutnya bukan berarti keras. Tindakan tegas itu juga harus mengutamakan jalan dialog. "Ajak bicara terlebih dahulu, dan dinasehati, kalau tidak mempan ajak dialog untuk memberikan pemahaman. Terakhir, kalau tidak bisa ya ada mekanisme hukum, baik hukum kedisiplinan di internal lembaga negara maupun sampai hukum pidana," jelasnya.
Pemberian sanksi untuk ASN dan PNS itu, diakuinya bukan berarti jahat. Langkah ini merupakan bagian dari penegakan keadilan, siapa yang salah pastinya harus diberikan hukuman.
Termasuk cara mengenakan pakaian seragam bagi ASN atau PNS. Dia menyatakan tidak ada larangan yang dikeluarkan, namun para ASN atau PNS juga harus mengenakan seragam yang sesuai kepatutan.
"ASN atau PNS itu tugasnya adalah melayani masyarakat dengan ramah, dan senyuman. Bagaimana mereka bisa melayani dengan senyuman, kalau wajahnya ditutup cadar. Demikian juga dengan celana cingkrang tentunya kurang pantas dikenakan saat di kantor. Cadar dan celana cingkrang bukanlah ukuran bagi ketaqwaan seseorang," tegas Fachrul Razi.
Dalam kuliah tamu tersebut, dia juga mengimbau para ASN atau PNS di semua lembaga negara, untuk selalu menjaga dan meneguhkan ke Indonesia-annya, demi menjaga keutuhan bangsa dan negara.
ASN atau PNS menurutnya merupakan perangkat negara, yang harus melayani masyarakat dengan baik, penuh keramahan dan senyuman. Selain itu, juga harus mampu menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia. "PNS itu digaji oleh negara, jangan merusak negara. Negara menggaji para PNS, tentunya PNS jangan menjadi musuh dalam selimut," tegasnya dihadapan para kiai, dosen, serta mahasiswa.
Fachrul Razi juga berharap segenap umat Islam untuk mengambil peran dalam meneguhkan ke Indonesiaan. "Umat Islam harus ikut meneguhkan nilai-nilai agama, menjaga toleransi di tengah kebhinekaan, serta membangun dialog yang dilandasi rasa saling menghormati serta kedamaian di tengah masyarakat yang majemuk," tegasnya.
Umat Islam di Indonesia, kata dia, harus memiliki peran penting dalam membangun kebersamaan dalam kebhinekaan di Indonesia, karena Indonesia merupakan dunia mini yang penuh keberagaman. Islam Indonesia, juga menjadi teladan di dunia, karena Islam Indonesia adalah Islam yang Rahmatan Lilalamin.
Upaya-upaya dialog antar umat beragama, harus diutamakan. Termasuk dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial di masyarakat yang perlu segera diselesaikan. "Ruang-ruang dialog harus dibuka seluas-luasnya di tengah masyarakat dan umat," tuturnya.
Upaya Menag Fachulr Razi tersebut, mendapatkan dukungan penuh dari Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, KH. Marzuki Mustamar, yang turut hadir dalam kuliah tamu tersebut. "Apa yang disampaikan beliau (Menag), realitasnya, logikanya, kebijakannya, itu sepenuhnya yang dikehendaki oleh para kiai-kiai," tuturnya.
Hal itu diungkap Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi saat memberikan kuliah umum bertajuk "Meneguhkan Nilai-nilai Agama dan Kebangsaan dalam Menangkal Radikalisme Menuju Indonesia Maju" di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Malang, Jawa Timur, Kamis (21/11/2019).
Purnawirawan Jenderal TNI yang pernah menjabat sebagai Wakil Panglima TNI ini menyebut, radikalisme adalah pandangan yang menginginkan perubahan secara revolusioner.
"Kita tegaskan lawan radikalisme. Tangkal ekstremisme. Ada empat ciri-cirinya antara lain, intoleran dengan orang lain yang berbeda. Menganut konsep takfiri atau mengkafirkan orang lain di luar Kelompoknya. Memaksakan kehendak dengan dalil dan menggunakan cara-cara kekerasan baik verbal maupun fisik dalam melancarkan aksinya," ucapnya.
Dia menegaskan, untuk menjaga keutuhan Indonesia, Kementerian Agama (Kemenag) memandang perlu dilakukan upaya deradikalisasi. Upaya itu, diakuinya tidak lepas dari sikap pro dan kontra, sehingga Kemenag mengembangkan moderasi beragama.
”Kriteria radikal itu antara lain mereka yang merasa paling benar dan intoleran. Tidak bisa menerima orang lain yang berbeda identitasnya dan pendapatnya. Hal ini tentunya tidak bisa dibenarkan, karena Allah menciptakan bangsa dengan berbeda-beda. Keberbedaan adalah keniscayaan. Tidak ada satupun yang boleh mengklaim paling benar. Kebenaran hakiki adalah milik Allah," ucapnya.
Selain itu, mereka yang menggunakan berbagai cara bahkan memanipulasi agama untuk kepentingannya sendiri. Bahkan, tidak segan membenarkan perilaku kriminalnya dengan menggunakan ayat suci.
"Penggunaan ayat suci untuk membenarkan perilaku kriminal dan kekerasan, bertentangan dengan ayat suci itu sendiri. Karena, ayat suci dan agama manapun menjunjung tinggi kemanusiaan dan menjaga kemanusiaan," tegas Fachrul Razi.
Bentuk radikalisme negatif lainnya, kata dia, adalah mereka yang menggunakan cara-cara kekerasan baik verbal maupun tindakan. Tidak segan menggunakan ujaran kebencian.
"Untuk ujaran kebencian ini, tentunya akan ada tindakan tegas bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pegawai Negeri Sipil (PNS) yang melakukannya, atau menyetujuinya. Jangankan mengungkapkan ujaran kebencian. Hanya menyetujuinya saja terhadap ujaran kebencian di media sosial, pastinya ASN atau PNS tersebut akan langsung kami berikan tindakan tegas," imbuhnya.
Tindakan tegas ini menurutnya bukan berarti keras. Tindakan tegas itu juga harus mengutamakan jalan dialog. "Ajak bicara terlebih dahulu, dan dinasehati, kalau tidak mempan ajak dialog untuk memberikan pemahaman. Terakhir, kalau tidak bisa ya ada mekanisme hukum, baik hukum kedisiplinan di internal lembaga negara maupun sampai hukum pidana," jelasnya.
Pemberian sanksi untuk ASN dan PNS itu, diakuinya bukan berarti jahat. Langkah ini merupakan bagian dari penegakan keadilan, siapa yang salah pastinya harus diberikan hukuman.
Termasuk cara mengenakan pakaian seragam bagi ASN atau PNS. Dia menyatakan tidak ada larangan yang dikeluarkan, namun para ASN atau PNS juga harus mengenakan seragam yang sesuai kepatutan.
"ASN atau PNS itu tugasnya adalah melayani masyarakat dengan ramah, dan senyuman. Bagaimana mereka bisa melayani dengan senyuman, kalau wajahnya ditutup cadar. Demikian juga dengan celana cingkrang tentunya kurang pantas dikenakan saat di kantor. Cadar dan celana cingkrang bukanlah ukuran bagi ketaqwaan seseorang," tegas Fachrul Razi.
Dalam kuliah tamu tersebut, dia juga mengimbau para ASN atau PNS di semua lembaga negara, untuk selalu menjaga dan meneguhkan ke Indonesia-annya, demi menjaga keutuhan bangsa dan negara.
ASN atau PNS menurutnya merupakan perangkat negara, yang harus melayani masyarakat dengan baik, penuh keramahan dan senyuman. Selain itu, juga harus mampu menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia. "PNS itu digaji oleh negara, jangan merusak negara. Negara menggaji para PNS, tentunya PNS jangan menjadi musuh dalam selimut," tegasnya dihadapan para kiai, dosen, serta mahasiswa.
Fachrul Razi juga berharap segenap umat Islam untuk mengambil peran dalam meneguhkan ke Indonesiaan. "Umat Islam harus ikut meneguhkan nilai-nilai agama, menjaga toleransi di tengah kebhinekaan, serta membangun dialog yang dilandasi rasa saling menghormati serta kedamaian di tengah masyarakat yang majemuk," tegasnya.
Umat Islam di Indonesia, kata dia, harus memiliki peran penting dalam membangun kebersamaan dalam kebhinekaan di Indonesia, karena Indonesia merupakan dunia mini yang penuh keberagaman. Islam Indonesia, juga menjadi teladan di dunia, karena Islam Indonesia adalah Islam yang Rahmatan Lilalamin.
Upaya-upaya dialog antar umat beragama, harus diutamakan. Termasuk dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial di masyarakat yang perlu segera diselesaikan. "Ruang-ruang dialog harus dibuka seluas-luasnya di tengah masyarakat dan umat," tuturnya.
Upaya Menag Fachulr Razi tersebut, mendapatkan dukungan penuh dari Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, KH. Marzuki Mustamar, yang turut hadir dalam kuliah tamu tersebut. "Apa yang disampaikan beliau (Menag), realitasnya, logikanya, kebijakannya, itu sepenuhnya yang dikehendaki oleh para kiai-kiai," tuturnya.
(cip)