Mendes Tegaskan Tak Ada Desa Fiktif
A
A
A
JAKARTA - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menjawab pertanyaan sejumlah anggota Komisi V DPR terkait dengan isu desa fiktif.
Abdul Halim menegaskan desa fiktif itu tidak ada dan pihaknya satu suara dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian terkait hal ini.
“Terkait desa fiktif, paling awal kami bisa menjawab yang dimaksud desa fiktif adalah desa yang tidak ada penduduknya, namun dana mengucur, tetapi tidak ada pembangunan. Itu tidak ada. Itu kita samakan dulu pemahaman kita,” kata Abdul Halim menjawab pertanyaan anggota Komisi V DPR dalam Rapat Kerja (Raker) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Kakak kandung Ketua Umum (Ketum) DPP PKB Muhaimin Iskandar ini juga menjawab pertanyaan Ketua Komisi V DPR terkait data di Kemendagri bahwa, Kemendagri juga tidak mengeluarkan data desa yang fiktif. “Kita satu bahasa dengan Kemendagri bahwa desa fiktif itu tidak ada. Dengan Kemendagri selalu sama karena koordinasi terus,” tegasnya.
Kemudian, Abdul Halim melanjutkan, serapan anggaran memang menjadi tolak ukur pemanfaatan dana desa. Tetapi, Kemendes juga memiliki tolak ukur lain yakni, rasa sentuhan di mana ada sentuhan fisik berupa pembangunan dan juga sutuasi yang berubah di desa itu. “Ini ada sentuhan di masyarakat ada pembangunan atau situasi berubah,” imbuhnya.
Selain itu, kata dia, Kemendes juga berupaya melakukan optimalisasi digitalisasi sehingga, anggota Komisi V DPR bisa mengecek desa di masing-masing daerah pemilihan (dapil). Mulai dari SDM maupun potensi ekonomi.
Data Potensi Desa (Potdes) dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga menjadi bagian dari Indeks Desa Membangun yang digunakan Kemendes. “Kami juga mengusulkan pencairan dana desa ke depan sebanyak tiga kali dengan porsi 20%, 50% dan 30%. Kami memilih tiga kali supaya lebih mudah diawasi,” tandasnya.
Abdul Halim menegaskan desa fiktif itu tidak ada dan pihaknya satu suara dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian terkait hal ini.
“Terkait desa fiktif, paling awal kami bisa menjawab yang dimaksud desa fiktif adalah desa yang tidak ada penduduknya, namun dana mengucur, tetapi tidak ada pembangunan. Itu tidak ada. Itu kita samakan dulu pemahaman kita,” kata Abdul Halim menjawab pertanyaan anggota Komisi V DPR dalam Rapat Kerja (Raker) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Kakak kandung Ketua Umum (Ketum) DPP PKB Muhaimin Iskandar ini juga menjawab pertanyaan Ketua Komisi V DPR terkait data di Kemendagri bahwa, Kemendagri juga tidak mengeluarkan data desa yang fiktif. “Kita satu bahasa dengan Kemendagri bahwa desa fiktif itu tidak ada. Dengan Kemendagri selalu sama karena koordinasi terus,” tegasnya.
Kemudian, Abdul Halim melanjutkan, serapan anggaran memang menjadi tolak ukur pemanfaatan dana desa. Tetapi, Kemendes juga memiliki tolak ukur lain yakni, rasa sentuhan di mana ada sentuhan fisik berupa pembangunan dan juga sutuasi yang berubah di desa itu. “Ini ada sentuhan di masyarakat ada pembangunan atau situasi berubah,” imbuhnya.
Selain itu, kata dia, Kemendes juga berupaya melakukan optimalisasi digitalisasi sehingga, anggota Komisi V DPR bisa mengecek desa di masing-masing daerah pemilihan (dapil). Mulai dari SDM maupun potensi ekonomi.
Data Potensi Desa (Potdes) dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga menjadi bagian dari Indeks Desa Membangun yang digunakan Kemendes. “Kami juga mengusulkan pencairan dana desa ke depan sebanyak tiga kali dengan porsi 20%, 50% dan 30%. Kami memilih tiga kali supaya lebih mudah diawasi,” tandasnya.
(cip)