Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah
A
A
A
Edy Purwo Saputro
Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Solo
KIPRAH Muhammadiyah telah mencapai perjalanan seabad lebih, yaitu 107 tahun. Milad kali ini, yang diselenggarakan di Yogyakarta pada Senin 18 November 2019, bertema "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa". Pergerakan Muhammadiyah setelah seabad tentu tidak bisa terlepas dari tantangan untuk memberikan andil yang lebih besar kepada umat dan bangsa. Secara riil 107 tahun pergerakan Muhammadiyah justru mengingatkan bahwa organisasi ini memang harus melakukan reorientasi ke semua amal usaha agar kiprah ke depan kian konkret.
Hal itu bukan tidak beralasan. Bagaimanapun keberadaan Muhammadiyah sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia memiliki tanggung jawab moral-spiritual yang besar. Bahkan, di era otonomi daerah ini, dengan amal usaha yang tersebar, kiprah Muhammadiyah sangat diharapkan memicu dampak positif pada peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran umat dan masyarakat secara berkelanjutan. Jadi, tema milad ke-107 kali ini yaitu "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" hanyalah salah satu dari tantangan besarnya.
Salah satu aspek penting untuk mendukung "kewajiban" dan komitmen Muhammadiyah dalam mengembangkan kesejahteraan tidak lain adalah dengan mengoptimalkan semua amal usaha yang dimiliki. Amal usaha Muhammadiyah sangat besar, dari sektor pendidikan sampai jasa rumah sakit dan panti asuhan yang tersebar merata di semua lini dan tidak ada satu daerah pun di Indonesia yang tidak ada amal usaha Muhammadiyah. Jadi, tema "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" sejatinya merupakan komitmen Muhammadiyah di bidang pendidikan, mulai dasar sampai menengah serta pendidikan tinggi yang berbalut perguruan tinggi Muhammadiyah.
Potensi
Hal yang justru menjadi persoalan sebenarnya bukan terfokus pada penyebaran amal usaha Muhammadiyah tersebut, tapi justru yang terpenting adalah bagaimana Muhammadiyah bisa mengoptimalkan semua potensi amal usaha yang dimilikinya secara sistematis dan berkelanjutan dengan mengacu pada kebutuhan umat dan masyarakat. Intinya, kuantitas amal usaha Muhammadiyah haruslah bisa diimbangi dengan kualitas output -nya kepada umat dan juga masyarakat luas.
Kalau ini bisa dibuktikan, kiprah Muhammadiyah di era otonomi daerah memang terbukti berhasil mengangkat kesejahteraan dan kemakmuran umat. Kesejahteraan dan kemakmuran hanya bisa tercapai dengan membangun kecerdasan di semua tingkatan persyarikatan Muhammadiyah, mulai ranting, cabang, daerah, wilayah sampai pusat. Artinya, tema "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" adalah tantangan bersama agar ke depan Muhammadiyah bisa memberikan andil yang lebih berarti bagi bangsa dan relevansinya terhadap kecerdasan anak bangsa.
Di satu sisi, tuntutan atas optimalisasi semua amal usaha yang dimiliki menjadi tantangan tersendiri bagi Muhammadiyah yang kini telah menapaki usia 107 tahun. Di sisi lain, tekanan terhadap arus era global dengan format sistem kapitalis tentu tidak bisa dipandang remeh karena bagaimanapun eksistensi kapitalis telah memicu dampak negatif terhadap kiprah wirausaha sejumlah orang-orang Muhammadiyah. Ini terbukti dari kritik sejumlah pengamat terkait ancaman sistem kapitalis. Karena itu, ke depan Muhammadiyah harus lebih mencermati tantangan yang ada sehingga mampu memberikan kontribusi positif bagi umat dan masyarakat.
Memang disadari bahwa salah satu faktor yang mendukung eksistensi dan berkembangnya amal usaha Muhammadiyah adalah dukungan dari sejumlah wirausaha yang kian sukses dijalankan oleh orang-orang Muhammadiyah.
Bahkan, amal usaha Muhammadiyah yang dijalankan dengan prinsip profesionalisme juga menjadi roda penting untuk memberikan spirit bagi kiprah Muhammadiyah ke depan, terutama mengacu pada tantangan yang kian berat, tidak saja tantangan intern, tapi juga ekstern, termasuk juga tantangan untuk turut mengentaskan kemiskinan dan pengangguran yang esensinya bermuara ke pendidikan yang bisa mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terlepas dari itu, yang jelas, ketika Muhammadiyah sudah mengikrarkan diri sebagai gerakan pembaharu dalam pranata kehidupan sosial-kemasyarakatan kita maka sejumlah konsekuensi haruslah diterima, termasuk dalam hal ini adalah memberikan yang terbaik dari semua amal usaha yang dimilikinya untuk kepentingan umat dan masyarakat.
Selain itu, keberadaan sejumlah tokoh Muhammadiyah yang terjun ke kancah politik tentu memberikan imbas yang tidak kecil terhadap eksistensi dan kiprah Muhammadiyah. Hal ini akhirnya menjadikan Muhammadiyah sebagai salah satu ormas yang diperhitungkan dalam percaturan demokrasi di republik ini. Bahkan kepemimpinan era Jokowi-Ma’ruf juga memunculkan tokoh-tokoh intelektual Muhammadiyah yang diyakini terlibat dalam tarik-menarik kepentingan untuk menghasilkan kementerian yang lebih kredibel.
Sayangnya, kritik kemudian justru mengarah ke Muhammadiyah yang disebut telah ikut larut di kancah perpolitikan dan mengabaikan cita-cita mulia KH Ahmad Dahlan, yaitu mengurus kesejahteraan umat dan masyarakat. Di sisi lain, mereka yang pro-kebijakan yang ditempuh Muhammadiyah tersebut mengakui bahwa banyak cara untuk mewujudkan cita-cita Ahmad Dahlan, salah satunya terjun dalam kancah perpolitikan karena ikut berpolitik bagi Muhammadiyah menjadi sarana mengawasi dan mengontrol kinerja pemerintahan.
Jaminan
Selain itu, lewat cara berpolitik juga Muhammadiyah dapat mengusulkan berbagai kebijakan yang mendukung pencapaian cita-cita dari KH Ahmad Dahlan. Intinya, sah-sah saja bila Muhammadiyah juga harus ikut berpolitik, dengan catatan tanpa harus menanggalkan niat mulia pencapaian cita-cita luhur tersebut dan tetap menjiwai spirit Muhammadiyah pada operasional kiprahnya, entah itu di parlemen atau di wakil rakyat, termasuk di semua jajaran pemerintahan, baik pusat maupun daerah.
Kemampuan Muhammadiyah berkiprah di semua sendi perikehidupan ini secara tidak langsung justru memperkaya amal usaha agar tidak monoton dan bisa heterogen melingkupi semua bidang. Jika itu sukses, Muhammadiyah bisa menjadi pionir mendukung kiprah filantropi (kedermawanan) Islam. Suksesnya amal usaha Muhmmadiyah dan dukungan umat maka Muhammadiyah seharusnya bisa lebih berkiprah untuk mewujudkan cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran. Karena itu, tantangan ke depan tentu Muhammadiyah harus lebih banyak memacu kinerja dari semua amal usaha yang dimiliki demi peningkatan kesejahteraan umat dan masyarakat.
Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Solo
KIPRAH Muhammadiyah telah mencapai perjalanan seabad lebih, yaitu 107 tahun. Milad kali ini, yang diselenggarakan di Yogyakarta pada Senin 18 November 2019, bertema "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa". Pergerakan Muhammadiyah setelah seabad tentu tidak bisa terlepas dari tantangan untuk memberikan andil yang lebih besar kepada umat dan bangsa. Secara riil 107 tahun pergerakan Muhammadiyah justru mengingatkan bahwa organisasi ini memang harus melakukan reorientasi ke semua amal usaha agar kiprah ke depan kian konkret.
Hal itu bukan tidak beralasan. Bagaimanapun keberadaan Muhammadiyah sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia memiliki tanggung jawab moral-spiritual yang besar. Bahkan, di era otonomi daerah ini, dengan amal usaha yang tersebar, kiprah Muhammadiyah sangat diharapkan memicu dampak positif pada peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran umat dan masyarakat secara berkelanjutan. Jadi, tema milad ke-107 kali ini yaitu "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" hanyalah salah satu dari tantangan besarnya.
Salah satu aspek penting untuk mendukung "kewajiban" dan komitmen Muhammadiyah dalam mengembangkan kesejahteraan tidak lain adalah dengan mengoptimalkan semua amal usaha yang dimiliki. Amal usaha Muhammadiyah sangat besar, dari sektor pendidikan sampai jasa rumah sakit dan panti asuhan yang tersebar merata di semua lini dan tidak ada satu daerah pun di Indonesia yang tidak ada amal usaha Muhammadiyah. Jadi, tema "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" sejatinya merupakan komitmen Muhammadiyah di bidang pendidikan, mulai dasar sampai menengah serta pendidikan tinggi yang berbalut perguruan tinggi Muhammadiyah.
Potensi
Hal yang justru menjadi persoalan sebenarnya bukan terfokus pada penyebaran amal usaha Muhammadiyah tersebut, tapi justru yang terpenting adalah bagaimana Muhammadiyah bisa mengoptimalkan semua potensi amal usaha yang dimilikinya secara sistematis dan berkelanjutan dengan mengacu pada kebutuhan umat dan masyarakat. Intinya, kuantitas amal usaha Muhammadiyah haruslah bisa diimbangi dengan kualitas output -nya kepada umat dan juga masyarakat luas.
Kalau ini bisa dibuktikan, kiprah Muhammadiyah di era otonomi daerah memang terbukti berhasil mengangkat kesejahteraan dan kemakmuran umat. Kesejahteraan dan kemakmuran hanya bisa tercapai dengan membangun kecerdasan di semua tingkatan persyarikatan Muhammadiyah, mulai ranting, cabang, daerah, wilayah sampai pusat. Artinya, tema "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" adalah tantangan bersama agar ke depan Muhammadiyah bisa memberikan andil yang lebih berarti bagi bangsa dan relevansinya terhadap kecerdasan anak bangsa.
Di satu sisi, tuntutan atas optimalisasi semua amal usaha yang dimiliki menjadi tantangan tersendiri bagi Muhammadiyah yang kini telah menapaki usia 107 tahun. Di sisi lain, tekanan terhadap arus era global dengan format sistem kapitalis tentu tidak bisa dipandang remeh karena bagaimanapun eksistensi kapitalis telah memicu dampak negatif terhadap kiprah wirausaha sejumlah orang-orang Muhammadiyah. Ini terbukti dari kritik sejumlah pengamat terkait ancaman sistem kapitalis. Karena itu, ke depan Muhammadiyah harus lebih mencermati tantangan yang ada sehingga mampu memberikan kontribusi positif bagi umat dan masyarakat.
Memang disadari bahwa salah satu faktor yang mendukung eksistensi dan berkembangnya amal usaha Muhammadiyah adalah dukungan dari sejumlah wirausaha yang kian sukses dijalankan oleh orang-orang Muhammadiyah.
Bahkan, amal usaha Muhammadiyah yang dijalankan dengan prinsip profesionalisme juga menjadi roda penting untuk memberikan spirit bagi kiprah Muhammadiyah ke depan, terutama mengacu pada tantangan yang kian berat, tidak saja tantangan intern, tapi juga ekstern, termasuk juga tantangan untuk turut mengentaskan kemiskinan dan pengangguran yang esensinya bermuara ke pendidikan yang bisa mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terlepas dari itu, yang jelas, ketika Muhammadiyah sudah mengikrarkan diri sebagai gerakan pembaharu dalam pranata kehidupan sosial-kemasyarakatan kita maka sejumlah konsekuensi haruslah diterima, termasuk dalam hal ini adalah memberikan yang terbaik dari semua amal usaha yang dimilikinya untuk kepentingan umat dan masyarakat.
Selain itu, keberadaan sejumlah tokoh Muhammadiyah yang terjun ke kancah politik tentu memberikan imbas yang tidak kecil terhadap eksistensi dan kiprah Muhammadiyah. Hal ini akhirnya menjadikan Muhammadiyah sebagai salah satu ormas yang diperhitungkan dalam percaturan demokrasi di republik ini. Bahkan kepemimpinan era Jokowi-Ma’ruf juga memunculkan tokoh-tokoh intelektual Muhammadiyah yang diyakini terlibat dalam tarik-menarik kepentingan untuk menghasilkan kementerian yang lebih kredibel.
Sayangnya, kritik kemudian justru mengarah ke Muhammadiyah yang disebut telah ikut larut di kancah perpolitikan dan mengabaikan cita-cita mulia KH Ahmad Dahlan, yaitu mengurus kesejahteraan umat dan masyarakat. Di sisi lain, mereka yang pro-kebijakan yang ditempuh Muhammadiyah tersebut mengakui bahwa banyak cara untuk mewujudkan cita-cita Ahmad Dahlan, salah satunya terjun dalam kancah perpolitikan karena ikut berpolitik bagi Muhammadiyah menjadi sarana mengawasi dan mengontrol kinerja pemerintahan.
Jaminan
Selain itu, lewat cara berpolitik juga Muhammadiyah dapat mengusulkan berbagai kebijakan yang mendukung pencapaian cita-cita dari KH Ahmad Dahlan. Intinya, sah-sah saja bila Muhammadiyah juga harus ikut berpolitik, dengan catatan tanpa harus menanggalkan niat mulia pencapaian cita-cita luhur tersebut dan tetap menjiwai spirit Muhammadiyah pada operasional kiprahnya, entah itu di parlemen atau di wakil rakyat, termasuk di semua jajaran pemerintahan, baik pusat maupun daerah.
Kemampuan Muhammadiyah berkiprah di semua sendi perikehidupan ini secara tidak langsung justru memperkaya amal usaha agar tidak monoton dan bisa heterogen melingkupi semua bidang. Jika itu sukses, Muhammadiyah bisa menjadi pionir mendukung kiprah filantropi (kedermawanan) Islam. Suksesnya amal usaha Muhmmadiyah dan dukungan umat maka Muhammadiyah seharusnya bisa lebih berkiprah untuk mewujudkan cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran. Karena itu, tantangan ke depan tentu Muhammadiyah harus lebih banyak memacu kinerja dari semua amal usaha yang dimiliki demi peningkatan kesejahteraan umat dan masyarakat.
(maf)