Tiga Opsi Tawaran DPR Atasi Masalah BPJS Kesehatan
A
A
A
JAKARTA - Komisi IX DPR menawarkan tiga opsi dalam mengatasi persoalan yang dihadapi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, terutama dalam persoalan defisit keuangan.
Anggota Komisi IX Fraksi PAN DPR, Saleh Partaonan Daulay mengatakan, untuk peserta mandiri bukan penerima upah dan bukan pekerja yang jumlahnya sekitar 19,8 juta orang, pihaknya menyarankan kepada pemerintah untuk memasukkan mereka ke dalam kelompok PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang iurannya dibayarkankan dari APBN dan APBD.
"Sekarang jumlahnya 96,8 juta orang, sekarang itu masih ada slotnya karena totalnya itu mestinya idealnya dengan jumlah penduduk 270 juta, itu PBI-nya 40% dari garis bawah miskin itu. Jadi 40 % diperkirakan sekitar 107 juta orang," ujarnya dalam diskusi Forum Legislasi bertema ’Bagaimana Solusi Perpres BPJS?’ di Media Center MPR/DPR RI, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (12/11/2019).
Saleh beralasan, mereka adalah peserta mandiri yang bukan penerima upah dan bukan pekerja sehingga harusnya dimasukkan ke dalam kelompok tidak mampu.
Opsi kedua, kata Saleh, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk memberikan subsidi kepada mereka sehingga iuran untuk mereka tidak ikut naik. Skema subsidi yang dimaksud, mereka tetap harus membayar sesuai dengan Perpres yakni sebesar Rp42.000 untuk kelas tiga.
"Kalau disubsidi berarti Rp42.000 dikurang Rp25.500, mereka tetap bayar Rp25.500 tetapi disubsidi oleh pemerintah kekurangannya supaya bisa Rp42.000, sekitar Rp16.500, jadi kita berharap itu disubsidi oleh pemerintah. Kalau itu disubsidi pemerintah hitungan kasarnya kemarin bisa mencapai Rp3,9 triliun kan untuk menutupi yang tadi. Inilah pilihan kedua supaya berkeadilan," paparnya.
Opsi ketiga adalah mencari anggaran untuk menutupi kekurangan dan defisit yang dialami BPJS. "Daripada menaikkan (iuran) untuk mereka, ya pemerintah kita dorong untuk mencari anggaran," katanya.
Anggaran yang dimaksud bisa berasal dari kenaikan cukai rokok untuk menutupi defisit. "Jadi tiga hal ini menurut kami adalah opsi-opsi mungkin masih bisa dilakukan pemerintah, tapi saya membaca kemarin itu sudah ada statement dari pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan mengatakan dia tetap aja akan dinaikkan," ungkapnya.
Anggota Komisi IX Fraksi PAN DPR, Saleh Partaonan Daulay mengatakan, untuk peserta mandiri bukan penerima upah dan bukan pekerja yang jumlahnya sekitar 19,8 juta orang, pihaknya menyarankan kepada pemerintah untuk memasukkan mereka ke dalam kelompok PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang iurannya dibayarkankan dari APBN dan APBD.
"Sekarang jumlahnya 96,8 juta orang, sekarang itu masih ada slotnya karena totalnya itu mestinya idealnya dengan jumlah penduduk 270 juta, itu PBI-nya 40% dari garis bawah miskin itu. Jadi 40 % diperkirakan sekitar 107 juta orang," ujarnya dalam diskusi Forum Legislasi bertema ’Bagaimana Solusi Perpres BPJS?’ di Media Center MPR/DPR RI, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (12/11/2019).
Saleh beralasan, mereka adalah peserta mandiri yang bukan penerima upah dan bukan pekerja sehingga harusnya dimasukkan ke dalam kelompok tidak mampu.
Opsi kedua, kata Saleh, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk memberikan subsidi kepada mereka sehingga iuran untuk mereka tidak ikut naik. Skema subsidi yang dimaksud, mereka tetap harus membayar sesuai dengan Perpres yakni sebesar Rp42.000 untuk kelas tiga.
"Kalau disubsidi berarti Rp42.000 dikurang Rp25.500, mereka tetap bayar Rp25.500 tetapi disubsidi oleh pemerintah kekurangannya supaya bisa Rp42.000, sekitar Rp16.500, jadi kita berharap itu disubsidi oleh pemerintah. Kalau itu disubsidi pemerintah hitungan kasarnya kemarin bisa mencapai Rp3,9 triliun kan untuk menutupi yang tadi. Inilah pilihan kedua supaya berkeadilan," paparnya.
Opsi ketiga adalah mencari anggaran untuk menutupi kekurangan dan defisit yang dialami BPJS. "Daripada menaikkan (iuran) untuk mereka, ya pemerintah kita dorong untuk mencari anggaran," katanya.
Anggaran yang dimaksud bisa berasal dari kenaikan cukai rokok untuk menutupi defisit. "Jadi tiga hal ini menurut kami adalah opsi-opsi mungkin masih bisa dilakukan pemerintah, tapi saya membaca kemarin itu sudah ada statement dari pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan mengatakan dia tetap aja akan dinaikkan," ungkapnya.
(maf)