Para Elite Diingatkan Tak Politisasi Jabatan Kabareskrim
A
A
A
JAKARTA - Polri diingatkan tidak menciptakan budaya politik jabatan atas dasar kedekatan dengan penguasa. Tujuannya agar tidak memunculkan resistensi dalam institusi Korps Bhayangkara.
Elit politik diminta juga tak mengintervensi sosok Kabareskrim yang akan dipilih. Mereka harus memahami merit system (sistem promosi berdasarkan prestasi) di institusi Polri.
Tanpa merit system, personel Polri tak akan lagi memikirkan karier melalui pendidikan dan pengabdian yang profesional. Mereka akan mencari akses kepada penguasa untuk bisa menempati jabatan.
“Itu tidak sehat. Di sisi lain, pemerintah ataupun dari kalangan elit juga harus memahami bahwa tugas kita bersama untuk menjaga merit system di internal kepolisian ini,” kata saat diskusi bertajuk “Menata Organisasi Polri di Bawah Kapolri Baru” di Jakarta, Kamis (7/8/2019).
Faktor lain yang tak kalah penting adalah mengedepankan senioritas yang berpengalaman sesuai jenjang karier. Hal itu sangat vital untuk mengukur kemampuan beradaptasi dengan persoalan yang ada serta pengalaman membangun komunikasi di masyarakat. Ketiga, yang juga menjadi PR adalah kabareskrim harus bisa menjadi pemimpin yang menjadi inisiator dan penggerak kebijakan.
Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri mengingatkan, kepolisian saat ini harus betul-betul menjaga dan menerapkan merit system. Hal ini demi menghindari intervensi politik yang bisa merusak kinerja kepolisian.
"Yang dipertaruhkan adalah masalah trust jika intervensi politik masuk terlalu jauh. Misalnya saja dalam pemilihan Kabareskrim, jangan mengutamakan faktor kedekatan dan perkawanan. Harus dengan merit system," katanya.
Wakil Koordinator KontraS, Feri Kusuma juga menekankan pentingnya merit system di tubuh kepolisian. Utamanya jabatan-jabatan strategis kepolisian, mulai dari kabareskrim, kapolda, ataupun kapolres.
Menurutnya, penempatan jabatan strategis melalui merit system penting dilakukan karena pekerjaan kepolisian bersentuhan langsung dengan masyarakat. Jika mengabaikan hal ini, maka dikhawatirkan bisa mengganggu kinerja kepolisian.
"Bareskrim ujung tombak penegakkan hukum, harus orang yang tepat dan punya kemampuan dan mau menggunakan pendekatan preventif. Orang yang sudah teruji dan jangan diisi orang-orang yang tidak tepat," kata Feri.
Elit politik diminta juga tak mengintervensi sosok Kabareskrim yang akan dipilih. Mereka harus memahami merit system (sistem promosi berdasarkan prestasi) di institusi Polri.
Tanpa merit system, personel Polri tak akan lagi memikirkan karier melalui pendidikan dan pengabdian yang profesional. Mereka akan mencari akses kepada penguasa untuk bisa menempati jabatan.
“Itu tidak sehat. Di sisi lain, pemerintah ataupun dari kalangan elit juga harus memahami bahwa tugas kita bersama untuk menjaga merit system di internal kepolisian ini,” kata saat diskusi bertajuk “Menata Organisasi Polri di Bawah Kapolri Baru” di Jakarta, Kamis (7/8/2019).
Faktor lain yang tak kalah penting adalah mengedepankan senioritas yang berpengalaman sesuai jenjang karier. Hal itu sangat vital untuk mengukur kemampuan beradaptasi dengan persoalan yang ada serta pengalaman membangun komunikasi di masyarakat. Ketiga, yang juga menjadi PR adalah kabareskrim harus bisa menjadi pemimpin yang menjadi inisiator dan penggerak kebijakan.
Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri mengingatkan, kepolisian saat ini harus betul-betul menjaga dan menerapkan merit system. Hal ini demi menghindari intervensi politik yang bisa merusak kinerja kepolisian.
"Yang dipertaruhkan adalah masalah trust jika intervensi politik masuk terlalu jauh. Misalnya saja dalam pemilihan Kabareskrim, jangan mengutamakan faktor kedekatan dan perkawanan. Harus dengan merit system," katanya.
Wakil Koordinator KontraS, Feri Kusuma juga menekankan pentingnya merit system di tubuh kepolisian. Utamanya jabatan-jabatan strategis kepolisian, mulai dari kabareskrim, kapolda, ataupun kapolres.
Menurutnya, penempatan jabatan strategis melalui merit system penting dilakukan karena pekerjaan kepolisian bersentuhan langsung dengan masyarakat. Jika mengabaikan hal ini, maka dikhawatirkan bisa mengganggu kinerja kepolisian.
"Bareskrim ujung tombak penegakkan hukum, harus orang yang tepat dan punya kemampuan dan mau menggunakan pendekatan preventif. Orang yang sudah teruji dan jangan diisi orang-orang yang tidak tepat," kata Feri.
(poe)