Tidak Kerja Maksimal, Menteri Harus Siap Kena Reshuffle
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Joko Widodo-Ma'ruf Amin diingatkan untuk bekerja maksimal. Oleh karena itu, para menteri harus siap untuk diganti atau di-reshuffle jika tidak mampu bekerja dengan baik.
"Reshuffle itu mungkin terjadi karena terkait evaluasi dengan begitu kita butuhkan satu lembaga kepresidenan yang kuat," ujar pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandez dalam diskusi bertajuk Kabinet Indonesia Maju dan PR Bangsa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Menurut dia, reshuffle atau perombakan kabinet sebagai sesuatu yang mungkin terjadi karena Presiden Jokowi tentu ingin memaksimalkan kerja para pembantunya di kabinet.
Dia memprediksi kemungkinan reshuffle menteri Kabinet Indonesia Maju bakal terjadi di tahun pertama. "Kalau kita lihat jejak apa yang terjadi di periode pertama, Pemerintah Jokowi melakukan tiga kali reshuffle, tahun 2015, masuknya Golkar ada di 2016 dan di 2018, tiga kali seingat saya," tuturnya.
Menurut Arya, kabinet baru lebih untuk mengakomodasi kepentingan partai. Kondisi tersebut membuat Jokowi sulit membuat "dream team".
“Itu terkendala karena presiden harus melakukan akomodasi yang sangat besar ke partai-partai dan tidak hanya ke partai-partai pendukung pemerintah tapi juga kepada partai partai yang menjadi rivalnya,” tandasnya.
Dia mengatakan, kemungkinan reshuffle juga terjadi karena saat bersamaan Presiden Jokowi ingin membenahi tim dalam kabinetnya di tahun kedua, setelah mengakomodasi kepentingan partai pendukung.
“Reshuffle mungkin terjadi terkait evaluasi,” ujar Arya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR Arkanata Akram berharap para menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju, terutama yang masuk dalam tim ekonomi mampu bekerja maksimal untuk dapat mewujudkan visi dan misi Presiden menuju Indonesia Maju.
“Apakah itu sebuah ‘dream team’ atau bukan, saya kira Bapak Jokowi yang juga sudah pernah menjadi Presiden sebelumnya memiliki pengalaman yang cukup sehingga tahu permasalahan yang akan dihadapi," kata Arkan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai tim ekonomi yang ditunjuk Presiden Jokowi kurang ideal untuk merespons tantangan ekonomi domestik maupun global.
“Karena ada tekanan partai politik, kabinet yang harusnya diisi oleh profesional, khususnya kami mencermati bidang ekonomi, yang bisa diandalkan justru hanya satu orang, Ibu Sri Mulyani Indrawati,” kata Bhima.
Kendati demikian, kata dia, kinerja tim ekonomi Jokowi perlu diberi waktu untuk membuktikan kinerjanya,
“Kalau 100 hari ke depan neraca perdagangan kita tidak membaik dan justru memburuk, defisit perdagangan kita memburuk, maka ini akan menjadi evaluasi untuk melakukan reshuffle kabinet ke depan,” tuturnya.
"Reshuffle itu mungkin terjadi karena terkait evaluasi dengan begitu kita butuhkan satu lembaga kepresidenan yang kuat," ujar pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandez dalam diskusi bertajuk Kabinet Indonesia Maju dan PR Bangsa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Menurut dia, reshuffle atau perombakan kabinet sebagai sesuatu yang mungkin terjadi karena Presiden Jokowi tentu ingin memaksimalkan kerja para pembantunya di kabinet.
Dia memprediksi kemungkinan reshuffle menteri Kabinet Indonesia Maju bakal terjadi di tahun pertama. "Kalau kita lihat jejak apa yang terjadi di periode pertama, Pemerintah Jokowi melakukan tiga kali reshuffle, tahun 2015, masuknya Golkar ada di 2016 dan di 2018, tiga kali seingat saya," tuturnya.
Menurut Arya, kabinet baru lebih untuk mengakomodasi kepentingan partai. Kondisi tersebut membuat Jokowi sulit membuat "dream team".
“Itu terkendala karena presiden harus melakukan akomodasi yang sangat besar ke partai-partai dan tidak hanya ke partai-partai pendukung pemerintah tapi juga kepada partai partai yang menjadi rivalnya,” tandasnya.
Dia mengatakan, kemungkinan reshuffle juga terjadi karena saat bersamaan Presiden Jokowi ingin membenahi tim dalam kabinetnya di tahun kedua, setelah mengakomodasi kepentingan partai pendukung.
“Reshuffle mungkin terjadi terkait evaluasi,” ujar Arya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR Arkanata Akram berharap para menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju, terutama yang masuk dalam tim ekonomi mampu bekerja maksimal untuk dapat mewujudkan visi dan misi Presiden menuju Indonesia Maju.
“Apakah itu sebuah ‘dream team’ atau bukan, saya kira Bapak Jokowi yang juga sudah pernah menjadi Presiden sebelumnya memiliki pengalaman yang cukup sehingga tahu permasalahan yang akan dihadapi," kata Arkan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai tim ekonomi yang ditunjuk Presiden Jokowi kurang ideal untuk merespons tantangan ekonomi domestik maupun global.
“Karena ada tekanan partai politik, kabinet yang harusnya diisi oleh profesional, khususnya kami mencermati bidang ekonomi, yang bisa diandalkan justru hanya satu orang, Ibu Sri Mulyani Indrawati,” kata Bhima.
Kendati demikian, kata dia, kinerja tim ekonomi Jokowi perlu diberi waktu untuk membuktikan kinerjanya,
“Kalau 100 hari ke depan neraca perdagangan kita tidak membaik dan justru memburuk, defisit perdagangan kita memburuk, maka ini akan menjadi evaluasi untuk melakukan reshuffle kabinet ke depan,” tuturnya.
(dam)