Pengakuan Jokowi Bongkar Kedok Politik Parpol dan Relawan Pendukung
A
A
A
JAKARTA - Pengakuan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) bahwa ada 300 nama calon menteri yang diajukan oleh partai politik (parpol), relawan dan organisasi kemasyarakatan (ormas) pendukungnya membongkar kedok politik parpol, relawan dan ormas tersebut. Semakin membuktikan bahwa tidak ada dukungan tanpa syarat sebagaimana yang selama ini mereka gaungkan di ruang publik.
“Kejujuran Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengungkap fakta bahwa ada 300 nama yang diajukan sebagai calon menteri oleh partai politik, relawan, serta ormas pendukungnya merupakan sebuah kabar yang berharga,” ujar Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin kepada SINDOnews di Jakarta, Minggu (27/10/2019).
Said menuturkan, pernyataan Presiden Jokowi itu memberikan konfirmasi kepada publik bahwa jargon “dukungan tanpa syarat” yang sering digaungkan para elite parpol, relawan, serta ormas pendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019 lalu hanyalah omong kosong belaka.
“Sebab, kalau dukungan politik yang pernah mereka berikan itu murni tanpa syarat, mengapa harus aktif mengajukan 300 nama calon menteri kepada presiden? Mestinya kan mereka pasif saja. Kalau presiden minta, baru mengajukan nama. Logikanya begitu,” terang Said.
Dengan demikian, lanjut Konsultan Senior Political and Constitusional Law Consulting (Postulat) itu, pengakuan presiden di acara Musyawarah Besar X Pemuda Pancasila kemarin (26/10) secara tidak langsung telah membuka kedok politik dari para pemburu jabatan. Meskipun, praktik politik semacam itu dinilai kurang etis oleh sebagian masyarakat, hal tersebut merupakan sebuah keniscayaan politik.
“Adalah wajar jika para pendukung capres-cawapres yang menang pemilu meminta jatah menteri kepada presiden terpilih. Nature politik memang demikian,” jelasnya.
Namun, Said menambahkan, hal yang tidaknya sudah sejak dulu itu karena para elite ini selalu berbohong kepada publik dengan mengatakan memberi dukungan tanpa syarat, tetapi diam-diam justru aktif meminta jatah menteri kepada presiden. Sehingga, kalau kemudian dari 300 nama yang disodorkan itu ternyata ada 266 orang yang kecewa karena tidak kebagian jatah menteri dan wamen, maka mereka harus lapang dada.
“Bagaimana seharusnya parpol, relawan, dan ormas pendukung Jokowi-Ma’ruf menyikapi hal tersebut? Idealnya tentu saja mereka harus legawa. Itulah konsekuensi dari dukungan tanpa syarat,” tandasnya.
“Kejujuran Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengungkap fakta bahwa ada 300 nama yang diajukan sebagai calon menteri oleh partai politik, relawan, serta ormas pendukungnya merupakan sebuah kabar yang berharga,” ujar Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin kepada SINDOnews di Jakarta, Minggu (27/10/2019).
Said menuturkan, pernyataan Presiden Jokowi itu memberikan konfirmasi kepada publik bahwa jargon “dukungan tanpa syarat” yang sering digaungkan para elite parpol, relawan, serta ormas pendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019 lalu hanyalah omong kosong belaka.
“Sebab, kalau dukungan politik yang pernah mereka berikan itu murni tanpa syarat, mengapa harus aktif mengajukan 300 nama calon menteri kepada presiden? Mestinya kan mereka pasif saja. Kalau presiden minta, baru mengajukan nama. Logikanya begitu,” terang Said.
Dengan demikian, lanjut Konsultan Senior Political and Constitusional Law Consulting (Postulat) itu, pengakuan presiden di acara Musyawarah Besar X Pemuda Pancasila kemarin (26/10) secara tidak langsung telah membuka kedok politik dari para pemburu jabatan. Meskipun, praktik politik semacam itu dinilai kurang etis oleh sebagian masyarakat, hal tersebut merupakan sebuah keniscayaan politik.
“Adalah wajar jika para pendukung capres-cawapres yang menang pemilu meminta jatah menteri kepada presiden terpilih. Nature politik memang demikian,” jelasnya.
Namun, Said menambahkan, hal yang tidaknya sudah sejak dulu itu karena para elite ini selalu berbohong kepada publik dengan mengatakan memberi dukungan tanpa syarat, tetapi diam-diam justru aktif meminta jatah menteri kepada presiden. Sehingga, kalau kemudian dari 300 nama yang disodorkan itu ternyata ada 266 orang yang kecewa karena tidak kebagian jatah menteri dan wamen, maka mereka harus lapang dada.
“Bagaimana seharusnya parpol, relawan, dan ormas pendukung Jokowi-Ma’ruf menyikapi hal tersebut? Idealnya tentu saja mereka harus legawa. Itulah konsekuensi dari dukungan tanpa syarat,” tandasnya.
(kri)