Logika Politik Indonesia

Rabu, 23 Oktober 2019 - 06:17 WIB
Logika Politik Indonesia
Logika Politik Indonesia
A A A
PARTAI Gerindra hampir pasti masuk ke pusaran pemerintahan. Paling tidak, saat pengumuman susunan kabinet hari ini, akan diformalkan. Jika menilik beberapa bulan yang lalu kondisi saat ini seperti mustahil. Bagaimana tidak, Partai Gerindra yang mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) selalu berhadapan dengan Joko Widodo (Jokowi). Dalam dua kali pemilu presiden (pilpres), Prabowo harus mengakui keunggulan Jokowi. Bahkan kompetisi antara dua tokoh ini sempat membuat suara masyarakat terpecah cukup tajam.

Terjadi dikotomi sejak 2014 dan memuncak ketika akhir 2018 hingga pertengahan 2019. Munculnya istilah cebong bagi pendukung Jokowi dan kampret bagi pendukung Prabowo adalah salah satu dampak dari dikotomi tersebut. Sulit membayangkan Jokowi dan Prabowo bekerja sama di dalam pemerintahan. Logika sederhana, ketika Jokowi yang memenangkan pilpres tentu Prabowo akan menjadi oposisi.

Namun politik memang sulit menggunakan logika sederhana (atau bahkan tidak bisa dilogika). Meskipun berseberangan sejak 2014, akhirnya Jokowi dan Prabowo bergandengantangan dalam satu sisi. Pasca-pertemuan MRT, kedua tokoh yang mejadi simbol perseteruan politik ini semakin akrab.

Puncaknya ketika Prabowo dan salah satu kader Partai Gerindra Edhy Prabowo ikut datang ke Istana memenuhi panggilan Presiden Jokowi. Keduanya akan masuk Kabinet Kerja Jilid II. Ini memang mengagetkan dan di luar logika atau nalar politik umumnya. Namun, inilah politik di Indonesia. Semua bisa terjadi. Kemarin berseteru, hari ini bisa bergandengan.

Bukan hanya masyarakat umum tapi partai politik dalam koalisi Jokowi pun juga kaget bahkan ada yang merasa gerah. Ya lumrah, karena bisa jadi jatah menteri di kabinet bisa berkurang atau bahkan hilang. Pendukung Jokowi dan Prabowo pun juga dibuat bersuara. Kawan Partai Gerindra yang lama pun seperti ditinggalkan. Para analisis dan pengamat pun berkomentar, mencoba menebak arah politik keduanya dan meramal jalan politik keduanya.

Ya tentu itu sah-sah saja. Ada yang menganggap akan mencederai demokrasi atau ada yang menganggap sebagai langkah yang tepat untuk kondusivitas politik Indonesia. Namun yang tahu pasti mengapa pada akhirnya keduanya bergandengan adalah Jokowi dan Prabowo. Ya, ada yang juga tahu mungkin orang-orang kepercayaan mereka. Yang pasti bahasa politik keduanya adalah demi kepentingan bangsa dan negara.

Akhirnya banyak istilah-istilah baru tentang kondisi politik saat ini. Politik akomodasi, politik kekeluargaan atau mungkin politik dangkal dan apapun. Istilah-istilah dan analisa-analisa baru muncul karena memang politik di Indonesia sulit ditebak. Sulit menggunakan logika dasar. Dan, tidak perlu dibawa sampai ke perasaan atau istilah sekarang tidak usah baper. Atau mungkin jika dikaitkan dengan etika, mungkin politik di Indonesia mempunyai etika sendiri berbeda dengan lainnya.

Sekali lagi politik di Indonesia sulit ditebak atau dianalisa oleh siapa pun. Kapan pun kondisinya bisa berubah. Bukankah dulu Ir Soekarno yang satu guru dengan Kartoesowirjo juga berseberangan politik? Padahal mempunyai guru yang sama yaitu HOS Cokroaminoto. Tentu tidak serta menyamakan kedua tokoh tersebut dengan Jokowi dan Prabowo. Namun sedikit gambaran bahwa politik Indonesia yang sangat dinamis sudah berlangsung sejak lama.

Tidak perlu mengatakan ini baik atau tidak. Tidak perlu juga menghakimi kedua belah pihak. Akan lebih baik menerima ini sebuah realitas politik Indonesia. Akan lebih baik jika hal ini kita terima dengan hati terbuka dan berpikiran positif. Jokowi dan Prabowo mempunyai kelapangan dada untuk mengakhiri perseteruan ini. Kedua tokoh mempunyai hati seluas samudera untuk berangkulan sehingga menghilangkan dikotomi yang selama ini memecah masyarakat Indonesia.

Tidak perlu berspekulasi dengan menganalisa atau menebak ataupun melogika bahkan hingga membawa persaaan apa yang sudah terjadi. Terima dan hadapilah yang terjadi. Bukankah akan lebih baik kita semua menunggu apa yang keduanya lakukan berikutnya. Kita awasi, kita kontrol sesuai kapabilitas kita. Inilah kenyataan politik Indonesia. Kemarin berseberangan hari ini bergandengan tangan. Harapannya, gandengan tangan mereka bisa benar-benar bermanfaat buat bangsa Indonesia.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0768 seconds (0.1#10.140)