Penguatan Fungsi Pengantar Kerja Era Digital
A
A
A
Ahmad Syahri
Pengantar Kerja Ahli Madya Kementerian Ketenagakerjaan
ERA digital memberi banyak pengaruh dan perubahan di bidang ketenagakerjaan, termasuk pada mekanisme pelayanan penempatan tenaga kerja. Sebagian besar pelaku industri, bahkan seluruh kementerian dan BUMN, saat ini dalam merekrut pegawai telah beralih dari cara manual ke sistem daring (online ).
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 39/2016 tentang Penempatan Tenaga Kerja, mekanisme pelaksanaannya diawali dengan pencari kerja datang ke kantor dinas ketenagakerjaan (disnaker) untuk mendapatkan kartu tanda bukti pendaftaran pencari kerja (AK/I, dulu disebut kartu kuning). Proses untuk memperoleh kartu AK/I ini dilakukan oleh petugas yang memangku jabatan sebagai pengantar kerja.
Melalui mekanisme ini pengantar kerja sangat berperan di dalam pelayanan AK/I, tetapi bagi pencari kerja sudah tentu memerlukan waktu dan biaya untuk mengurusnya. Ke depan, proses mendapatkan kartu AK/I dilakukan melalui aplikasi daring untuk memudahkan pencari kerja sehingga tidak perlu lagi datang ke disnaker setempat.
Realitasnya perekrutan tenaga kerja tidak selalu harus melalui disnaker dan ditangani oleh pengantar kerja karena perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja dapat merekrut sendiri, baik dilakukan secara manual atau melalui sistem daring sesuai UU Nomor 13/2003 jo Permenaker RI Nomor 39/2016.
Perekrutan pegawai yang diadakan oleh perusahaan biasanya diawali dengan berkas lamaran disampaikan ke alamat email , atau memanfaatkan website yang sudah ada seperti ayokitakerja milik Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan website lowongan kerja lain milik swasta.
Pengadaan pegawai melalui sistem daring tidak serumit yang dibayangkan. Pada dasarnya pencari kerja dan perusahaan harus mendaftar (login ) lebih dulu. Selanjutnya pencari kerja dapat memasukkan data pribadi, latar belakang pendidikan, keahlian, keterampilan, pengalaman kerja, jabatan yang ingin dilamar, dan besaran gaji yang diminta.
Demikian pula pihak perusahaan, dapat memasukkan informasi lowongan kerjanya mengenai jenis jabatan, besaran gaji, lokasi kerja, jam kerja, persyaratan dan kualifikasi yang dibutuhkan. Bila ada kesesuaian (matching ) antara kualifikasi yang dimiliki pencari kerja dengan persyaratan yang diminta perusahaan, diharapkan akan terjadi penempatan tenaga kerja dan hubungan kerja antara kedua belah pihak.
Dengan sistem daring ini pencari kerja dan perusahaan sama-sama dimudahkan. Pengajuan berkas lamaran pekerjaan menjadi lebih efisien dan akurat karena langsung diterima oleh perusahaan. Demikian halnya dengan perusahaan akan mendapatkan tenaga kerja yang sudah terseleksi oleh sistem dan berkas lamaran tidak menyita ruangan.
Satu hal yang perlu dicermati, dalam proses penempatan tenaga kerja melalui sistem daring, yakni peran dan fungsi pengantar kerja tidak lagi mendominasi, bahkan tidak lagi kelihatan karena semuanya dikerjakan oleh sistem. Sistemlah yang mempertemukan pencari kerja dengan perusahaan hingga terjadinya penempatan tenaga kerja dan hubungan kerja. Dengan kata-kata lain, era digital dengan kemajuan teknologi informasi telah berhasil menggeser atau setidaknya mengurangi peran dan fungsi tenaga administratif dan fungsional.
Meski demikian, peran dan fungsi pengantar kerja tidak begitu saja dapat dihilangkan. Tugas dan fungsi lain yang sangat penting dan bahkan perlu dikedepankan pada era digital adalah pelayanan informasi pasar kerja (IPK), perencanaan tenaga kerja (PTK) dan pelayanan penyuluhan dan bimbingan jabatan (PBJ).
Pelayanan IPK merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan penempatan tenaga kerja karena merupakan informasi dasar dalam proses pelayanan penempatan tenaga kerja. Dari sisi perusahaan, IPK yang baik dan benar adalah yang dapat memberikan keterangan mengenai kualifikasi yang dimiliki oleh pencari kerja, dan dari sisi tenaga kerja adalah informasi yang dapat memberikan keterangan lowongan pekerjaan yang dibutuhkan.
Seorang pengantar kerja selayaknya mampu melaksanakan tugas pelayanan IPK dengan mendapatkan data pencari kerja dan data lowongan kerja, serta menyebarluaskannya kepada masyarakat. Data IPK dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti disnaker seluruh Indonesia, atase ketenagakerjaan di negara penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri, media cetak dan elektronik atau berkunjung langsung ke perusahaan untuk mendata lowongan kerja (job canvassing ).
IPK yang disebarluaskan sangat berguna bagi masyarakat pencari kerja untuk mengetahui kapan dan di mana adanya lowongan kerja serta kualifikasi dan persyaratan yang diperlukan. Sebaliknya, perusahaan dapat lebih mudah mencari tenaga kerja sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Diharapkan adanya IPK ini dapat mengurangi gap informasi antara pencari kerja dan pemberi kerja (perusahaan) yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.
Data IPK tersebut perlu diolah dan dianalisis untuk mengetahui karakteristik pencari kerja dan lowongan kerja, serta pengaruhnya terhadap kondisi pasar kerja baik secara regional maupun nasional. Kemampuan seorang pengantar kerja dalam mengolah dan menganalisis data IPK sangat berguna untuk menyusun rencana ketenagakerjaan ke depan.
Perencanaan tenaga kerja memerlukan hasil olahan dan analisis IPK untuk penyusunan kebijakan dan rencana strategis (renstra) ketenagakerjaan. Peran dan kontribusi pengantar kerja sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan dan keberhasilan Renstra Kemnaker 2020-2024, mengingat dari delapan arah kebijakan renstra, tiga arah kebijakan berkaitan dengan informasi dan perluasan pasar kerja.
Pertama , mengembangkan pasar kerja terbuka bagi sektor-sektor pekerjaan yang bernilai tambah tinggi. Kedua , mengembangkan informasi pasar kerja yang terbuka serta menjangkau seluruh daerah serta potensi demand tenaga kerja. Ketiga , meningkatkan kualitas PMI pada bidang dan keahlian tertentu serta pengembangan pasar baru PMI di luar negeri.
Pelayanan PBJ cukup penting dilakukan oleh pengantar kerja karena era digital saat ini telah banyak meniadakan sekaligus memunculkan jabatan dan profesi baru. Seorang pengantar kerja harus mampu menyampaikan informasi mengenai nama dan syarat jabatan untuk mendudukinya serta uraian jabatan dan uraian pekerjaan kepada masyarakat pencari kerja dan pemberi kerja.
Keahlian pengantar kerja dalam menyampaikan PBJ secara jelas dan informatif memiliki andil untuk menempatkan tenaga kerja pada posisi yang tepat sesuai prinsip the right man on the right place.
Skill lain yang harus dimiliki oleh pengantar kerja ialah keterampilan menggunakan teknologi informasi (TI) dan kemahiran berbahasa asing (terutama bahasa Inggris). Keduanya diperlukan karena hampir setiap jenis pekerjaan tidak lepas dari pemanfaatan teknologi informasi dan pada era globalisasi ini pemakaian bahasa Inggris sudah sangat umum dan lazim digunakan untuk berkomunikasi dengan tenaga kerja asing dari berbagai negara.
Sebesar apa pun pengaruh dan akibat yang ditimbulkan oleh era digital, pelayanan IPK, PTK dan PBJ masih tetap menjadi tugas dan fungsi pengantar kerja yang belum tergantikan oleh sistem komputerisasi. Namun, kualitas dan kinerja pengantar kerja perlu terus ditingkatkan agar dapat menyesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan teknologi dan kondisi ketenagakerjaan. Dengan begitu, pelayanan kepada pencari kerja, pemberi kerja, dan masyarakat dapat berjalan lebih optimal.
Pengantar Kerja Ahli Madya Kementerian Ketenagakerjaan
ERA digital memberi banyak pengaruh dan perubahan di bidang ketenagakerjaan, termasuk pada mekanisme pelayanan penempatan tenaga kerja. Sebagian besar pelaku industri, bahkan seluruh kementerian dan BUMN, saat ini dalam merekrut pegawai telah beralih dari cara manual ke sistem daring (online ).
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 39/2016 tentang Penempatan Tenaga Kerja, mekanisme pelaksanaannya diawali dengan pencari kerja datang ke kantor dinas ketenagakerjaan (disnaker) untuk mendapatkan kartu tanda bukti pendaftaran pencari kerja (AK/I, dulu disebut kartu kuning). Proses untuk memperoleh kartu AK/I ini dilakukan oleh petugas yang memangku jabatan sebagai pengantar kerja.
Melalui mekanisme ini pengantar kerja sangat berperan di dalam pelayanan AK/I, tetapi bagi pencari kerja sudah tentu memerlukan waktu dan biaya untuk mengurusnya. Ke depan, proses mendapatkan kartu AK/I dilakukan melalui aplikasi daring untuk memudahkan pencari kerja sehingga tidak perlu lagi datang ke disnaker setempat.
Realitasnya perekrutan tenaga kerja tidak selalu harus melalui disnaker dan ditangani oleh pengantar kerja karena perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja dapat merekrut sendiri, baik dilakukan secara manual atau melalui sistem daring sesuai UU Nomor 13/2003 jo Permenaker RI Nomor 39/2016.
Perekrutan pegawai yang diadakan oleh perusahaan biasanya diawali dengan berkas lamaran disampaikan ke alamat email , atau memanfaatkan website yang sudah ada seperti ayokitakerja milik Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan website lowongan kerja lain milik swasta.
Pengadaan pegawai melalui sistem daring tidak serumit yang dibayangkan. Pada dasarnya pencari kerja dan perusahaan harus mendaftar (login ) lebih dulu. Selanjutnya pencari kerja dapat memasukkan data pribadi, latar belakang pendidikan, keahlian, keterampilan, pengalaman kerja, jabatan yang ingin dilamar, dan besaran gaji yang diminta.
Demikian pula pihak perusahaan, dapat memasukkan informasi lowongan kerjanya mengenai jenis jabatan, besaran gaji, lokasi kerja, jam kerja, persyaratan dan kualifikasi yang dibutuhkan. Bila ada kesesuaian (matching ) antara kualifikasi yang dimiliki pencari kerja dengan persyaratan yang diminta perusahaan, diharapkan akan terjadi penempatan tenaga kerja dan hubungan kerja antara kedua belah pihak.
Dengan sistem daring ini pencari kerja dan perusahaan sama-sama dimudahkan. Pengajuan berkas lamaran pekerjaan menjadi lebih efisien dan akurat karena langsung diterima oleh perusahaan. Demikian halnya dengan perusahaan akan mendapatkan tenaga kerja yang sudah terseleksi oleh sistem dan berkas lamaran tidak menyita ruangan.
Satu hal yang perlu dicermati, dalam proses penempatan tenaga kerja melalui sistem daring, yakni peran dan fungsi pengantar kerja tidak lagi mendominasi, bahkan tidak lagi kelihatan karena semuanya dikerjakan oleh sistem. Sistemlah yang mempertemukan pencari kerja dengan perusahaan hingga terjadinya penempatan tenaga kerja dan hubungan kerja. Dengan kata-kata lain, era digital dengan kemajuan teknologi informasi telah berhasil menggeser atau setidaknya mengurangi peran dan fungsi tenaga administratif dan fungsional.
Meski demikian, peran dan fungsi pengantar kerja tidak begitu saja dapat dihilangkan. Tugas dan fungsi lain yang sangat penting dan bahkan perlu dikedepankan pada era digital adalah pelayanan informasi pasar kerja (IPK), perencanaan tenaga kerja (PTK) dan pelayanan penyuluhan dan bimbingan jabatan (PBJ).
Pelayanan IPK merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan penempatan tenaga kerja karena merupakan informasi dasar dalam proses pelayanan penempatan tenaga kerja. Dari sisi perusahaan, IPK yang baik dan benar adalah yang dapat memberikan keterangan mengenai kualifikasi yang dimiliki oleh pencari kerja, dan dari sisi tenaga kerja adalah informasi yang dapat memberikan keterangan lowongan pekerjaan yang dibutuhkan.
Seorang pengantar kerja selayaknya mampu melaksanakan tugas pelayanan IPK dengan mendapatkan data pencari kerja dan data lowongan kerja, serta menyebarluaskannya kepada masyarakat. Data IPK dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti disnaker seluruh Indonesia, atase ketenagakerjaan di negara penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri, media cetak dan elektronik atau berkunjung langsung ke perusahaan untuk mendata lowongan kerja (job canvassing ).
IPK yang disebarluaskan sangat berguna bagi masyarakat pencari kerja untuk mengetahui kapan dan di mana adanya lowongan kerja serta kualifikasi dan persyaratan yang diperlukan. Sebaliknya, perusahaan dapat lebih mudah mencari tenaga kerja sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Diharapkan adanya IPK ini dapat mengurangi gap informasi antara pencari kerja dan pemberi kerja (perusahaan) yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.
Data IPK tersebut perlu diolah dan dianalisis untuk mengetahui karakteristik pencari kerja dan lowongan kerja, serta pengaruhnya terhadap kondisi pasar kerja baik secara regional maupun nasional. Kemampuan seorang pengantar kerja dalam mengolah dan menganalisis data IPK sangat berguna untuk menyusun rencana ketenagakerjaan ke depan.
Perencanaan tenaga kerja memerlukan hasil olahan dan analisis IPK untuk penyusunan kebijakan dan rencana strategis (renstra) ketenagakerjaan. Peran dan kontribusi pengantar kerja sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan dan keberhasilan Renstra Kemnaker 2020-2024, mengingat dari delapan arah kebijakan renstra, tiga arah kebijakan berkaitan dengan informasi dan perluasan pasar kerja.
Pertama , mengembangkan pasar kerja terbuka bagi sektor-sektor pekerjaan yang bernilai tambah tinggi. Kedua , mengembangkan informasi pasar kerja yang terbuka serta menjangkau seluruh daerah serta potensi demand tenaga kerja. Ketiga , meningkatkan kualitas PMI pada bidang dan keahlian tertentu serta pengembangan pasar baru PMI di luar negeri.
Pelayanan PBJ cukup penting dilakukan oleh pengantar kerja karena era digital saat ini telah banyak meniadakan sekaligus memunculkan jabatan dan profesi baru. Seorang pengantar kerja harus mampu menyampaikan informasi mengenai nama dan syarat jabatan untuk mendudukinya serta uraian jabatan dan uraian pekerjaan kepada masyarakat pencari kerja dan pemberi kerja.
Keahlian pengantar kerja dalam menyampaikan PBJ secara jelas dan informatif memiliki andil untuk menempatkan tenaga kerja pada posisi yang tepat sesuai prinsip the right man on the right place.
Skill lain yang harus dimiliki oleh pengantar kerja ialah keterampilan menggunakan teknologi informasi (TI) dan kemahiran berbahasa asing (terutama bahasa Inggris). Keduanya diperlukan karena hampir setiap jenis pekerjaan tidak lepas dari pemanfaatan teknologi informasi dan pada era globalisasi ini pemakaian bahasa Inggris sudah sangat umum dan lazim digunakan untuk berkomunikasi dengan tenaga kerja asing dari berbagai negara.
Sebesar apa pun pengaruh dan akibat yang ditimbulkan oleh era digital, pelayanan IPK, PTK dan PBJ masih tetap menjadi tugas dan fungsi pengantar kerja yang belum tergantikan oleh sistem komputerisasi. Namun, kualitas dan kinerja pengantar kerja perlu terus ditingkatkan agar dapat menyesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan teknologi dan kondisi ketenagakerjaan. Dengan begitu, pelayanan kepada pencari kerja, pemberi kerja, dan masyarakat dapat berjalan lebih optimal.
(shf)