Picu Penolakan Masyarakat, RUU KUHP Harus Direview Total
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menuai penolakan dari masyarakat karena dianggap tidak adil. Karena itu, masyarakat meminta agar RUU KUHP dibatalkan.
Menyerap aspirasi dan kegundahan masyarakat, Ketua DPP Partai Nasdem Taufik Basari mendesak agar RUU KUHP dibahas ulang atau direview secara total.
"Memang ada beberapa pandangan dari Fraksi untuk membahas poin-poin yang menjadi kontroversial. Yang menjadi sorotan publik. Tapi setelah mempelajari dan mengkaji, kita minta dibahas ulang secara keseluruhan dari RKUHP," tegas Taufik Basari seusai acara diskusi dengan tema RUU KUHP dan Restorasi Hukum di Indonesia di Jakarta Pusat, kemarin.
Politisi yang terpilih sebagai anggota dewan itu mencatat ada beberapa problem pundamental dari RUU KUHP sehingga patut untuk dibahas ulang secara menyeluruh.
"Ada beberapa catatan. Kita lihat yang pertama soal ketegasan asas legalitas. Dalam teori hukum, asas hukum pidana adalah asas legalitas. Asas dimana tidak ada hukum pidana, kalau belum ada aturan yang mengaturnya."
Namun, di Pasal 2 dalam RKUHP membuat ruang hukum lain yakni hukum lokal dan hukum adat. Karena ada tafsir hukum lain, akhirnya menimbilkan multi tafsir dari implemenntasi dari pasal-pasal yang ada. "Sedangkan dalam hukum pidana harus tungggal. Harus clear dan jelas, tidak boleh ada ruang debat," bebernya.
Kedua, semangat untuk menjadikan hukum pidana menjadi solusi dari semua hal. Istilahnya satu obat untuk mengobati semuanya.
"Padahal tidak semua diselesaikan dengan pidana. Ada ruang penyelesaian problem tidak melulu pidana. Bisa melalui pedata atau administrasi."
Alasan ketiga, ada potensi kriminalisasi yang berlebihan. Hal-hal kecil yang seharusnya tidak jadi delik pidana, jadi delik pidana yang akhirnya semangat untuk mengganti hukum kolonial dengam hukum baru justru membuat hukum baru lebih kolonial dari hukum kolonial.
"Bisa mengarah ke hukum melakonial. Dimana negara menjadi sangat mengerikan. Orang menjadi takut negara yang bisa menjadikan kewenangannya untuk mengatur masyarakatnya dengan cara tangan hukum pidana. Itu yang kita harapkan agar bisa bahas dan menyisir lagi hal-hal mana saja yang menurut kita patut sisir," ucapnya
Terakhir yang tidak kalah pentingnya, menurut Tobas adalah terkait dengan mans rea yakni elemen mental dari niat seseorang untuk melakukan kejahatan. "Jadi ada asas, tidak ada pidana tanpa ada kesalahan yang disengaja dan ada kehendak jahat," bebernya.
Jadi, yang membedakan kasus hukum masuk dalam hukum pidana dan perdata adalah mans rea. "Mans rea menjadi ciri khas pidana. Jadi ada satu perbuatan yang dianggap tidak cocok, tidak layak harus dicek dulu ada kehendak jahat atau tidak," ujarnya
Kalau tidak ada unsur mans rea bisa masuk ke ranah yang lain. Bisa masuk perdata, administrasi atau bisa masuk soal sosial. Untuk memuluskan niat mereview RKUHP ini, Partai Nasdem akan melakukan komunikasi dengan partai lain.
"Lobi tetap dilakukan. Fraksi Nasdem akan melakukan lobi. Lalu, menyusun argumentasi agar fraksi lain bisa mempunyai pandangan yang sama soal RUU KUHP," tandasnya.
Menyerap aspirasi dan kegundahan masyarakat, Ketua DPP Partai Nasdem Taufik Basari mendesak agar RUU KUHP dibahas ulang atau direview secara total.
"Memang ada beberapa pandangan dari Fraksi untuk membahas poin-poin yang menjadi kontroversial. Yang menjadi sorotan publik. Tapi setelah mempelajari dan mengkaji, kita minta dibahas ulang secara keseluruhan dari RKUHP," tegas Taufik Basari seusai acara diskusi dengan tema RUU KUHP dan Restorasi Hukum di Indonesia di Jakarta Pusat, kemarin.
Politisi yang terpilih sebagai anggota dewan itu mencatat ada beberapa problem pundamental dari RUU KUHP sehingga patut untuk dibahas ulang secara menyeluruh.
"Ada beberapa catatan. Kita lihat yang pertama soal ketegasan asas legalitas. Dalam teori hukum, asas hukum pidana adalah asas legalitas. Asas dimana tidak ada hukum pidana, kalau belum ada aturan yang mengaturnya."
Namun, di Pasal 2 dalam RKUHP membuat ruang hukum lain yakni hukum lokal dan hukum adat. Karena ada tafsir hukum lain, akhirnya menimbilkan multi tafsir dari implemenntasi dari pasal-pasal yang ada. "Sedangkan dalam hukum pidana harus tungggal. Harus clear dan jelas, tidak boleh ada ruang debat," bebernya.
Kedua, semangat untuk menjadikan hukum pidana menjadi solusi dari semua hal. Istilahnya satu obat untuk mengobati semuanya.
"Padahal tidak semua diselesaikan dengan pidana. Ada ruang penyelesaian problem tidak melulu pidana. Bisa melalui pedata atau administrasi."
Alasan ketiga, ada potensi kriminalisasi yang berlebihan. Hal-hal kecil yang seharusnya tidak jadi delik pidana, jadi delik pidana yang akhirnya semangat untuk mengganti hukum kolonial dengam hukum baru justru membuat hukum baru lebih kolonial dari hukum kolonial.
"Bisa mengarah ke hukum melakonial. Dimana negara menjadi sangat mengerikan. Orang menjadi takut negara yang bisa menjadikan kewenangannya untuk mengatur masyarakatnya dengan cara tangan hukum pidana. Itu yang kita harapkan agar bisa bahas dan menyisir lagi hal-hal mana saja yang menurut kita patut sisir," ucapnya
Terakhir yang tidak kalah pentingnya, menurut Tobas adalah terkait dengan mans rea yakni elemen mental dari niat seseorang untuk melakukan kejahatan. "Jadi ada asas, tidak ada pidana tanpa ada kesalahan yang disengaja dan ada kehendak jahat," bebernya.
Jadi, yang membedakan kasus hukum masuk dalam hukum pidana dan perdata adalah mans rea. "Mans rea menjadi ciri khas pidana. Jadi ada satu perbuatan yang dianggap tidak cocok, tidak layak harus dicek dulu ada kehendak jahat atau tidak," ujarnya
Kalau tidak ada unsur mans rea bisa masuk ke ranah yang lain. Bisa masuk perdata, administrasi atau bisa masuk soal sosial. Untuk memuluskan niat mereview RKUHP ini, Partai Nasdem akan melakukan komunikasi dengan partai lain.
"Lobi tetap dilakukan. Fraksi Nasdem akan melakukan lobi. Lalu, menyusun argumentasi agar fraksi lain bisa mempunyai pandangan yang sama soal RUU KUHP," tandasnya.
(cip)