Wajah Baru dan Lama Anggota DPR Berimbang

Selasa, 01 Oktober 2019 - 07:20 WIB
Wajah Baru dan Lama Anggota DPR Berimbang
Wajah Baru dan Lama Anggota DPR Berimbang
A A A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan 575 nama anggota DPR terpilih yang akan duduk di Senayan dalam lima tahun mendatang. Pada hari ini Selasa, (1/10/2019), mereka akan diambil sumpah janjinya sebagai wakil rakyat.

Dari jumlah itu, terdapat 286 atau sekitar 49,74% wajah baru dan selebihnya 289 atau 50,26% adalah petahana (incumbent). (Baca juga: 1 Oktober, MPR Gelar Sidang Paripurna Awal Masa Jabatan)

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin mengatakan, kinerja DPR baru harus lebih produktif. Misalnya dalam membuat produk perundang-undangan, secara kuantitas harus lebih banyak dari angggota DPR sebelumnya.

”Namun bukan hanya kuantitas yang dikejar, kualitas undang-undang yang dihasilkan juga harus baik. Karena belajar dari pengalaman angggota DPR lama, banyak produk undang-undang yang bermasalah sehingga banyak yang ditolak rakyat,” tutur Ujang, Senin, 30 September 2019.

Menurutnya, anggota DPR Periode 2019-2024 memiliki sejumlah pekerjaan rumah (PR) yang harus dituntaskan oleh anggota DPR baru. Mulai dari persoalan legislasi, penganggaran, maupun pengawasan. “Banyak RUU yang belum tuntas. Ini menjadi kewajiban anggota DPR yang baru untuk membahasnya. Dalam membahasnya jangan asal-asalan. Jangan kejar target dan tayang sehingga mengabaikan substansi,” tuturnya.

Dalam hal pencegahan korupsi, kata Ujang, seharusnya anggota DPR yang baru bisa menjadi motor agar korupsi bisa dicegah. ”Bukan malah ikut terlibat menggarap anggaran negara. Masyarakat sedang menunggu kinerja anggota DPR yang baru maka jalankanlah amanah sebaik-sebaiknya. Sebagai wakil rakyat jangan bekerja yang bertolak belakang dan berlawanan dengan keinginan rakyat,” tuturnya.

Selama ini, kinerja wakil rakyat di Senayan selalu menjadi sorotan publik. Bahkan, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai kinerja DPR Periode 2014-2019 merupakan yang terburuk sejak era Reformasi. Salah satu indikatornya adalah minimnya produk legislasi dan juga tingkat kehadiran yang sangat buruk.

Ujang mengatakan, pada dasarnya masyarakat sangat menaruh harapan tinggi terhadap para wakil rakyat baru periode lima tahun mendatang. Namun, optimisme juga harus ada alasan. Berkaca pada pengalaman periode sebelumnya, banyaknya anggota baru tidak menjadi jaminan akan membaiknya performa kerja DPR.

”Saya tidak yakin antara yang lama dan yang baru bersinergi. Artinya yang lama berpengalaman dan yang baru baru mau belajar. Saya melihatnya adalah kemungkinan besar yang baru ini akan berbaur dengan mereka yang lama yang sudah menjadi ”pemain” terlebih dahulu. Saya berkeyakinan tak akan mengubah wajah baru DPR,” ujar Ujang, kemarin.

Alasannya, anggota DPR baru dinilai masih miskin pengalaman. Kedua, biasanya setelah mereka menjabat justru akan membaur dengan budaya lama, terutama dalam hal permainan anggaran di DPR sehingga sektor legislasi dan pengawasan kerap kali dilupakan. (Baca juga: Hari Ini Anggota DPR, DPD, dan MPR Periode 2019-2024 Dilantik)

”Wajah-wajah baru yang dulunya ideal, memiliki visi misi dan program yang baik untuk kerakyatan, justru ketika sudah bergabung, sudah jadi, sudah menikmati berbagai fasilitas, lupa dengan agenda awal mereka yang idealis sehingga fungsi dan kewenangan yang tiga itu ketika sudah duduk dan dilantik itu dikesampingkan,” urainya.

Tiga kewenangan yang dimiliki baik soal penganggaran, legislasi, dan juga pengawasan kerap kali bukan dimanfaatkan untuk memajukan DPR, tapi justru lebih untuk kepentingan sediri, kelompok, lalu partai politiknya.

”Kita berkaca pada periode yang lalu, bagaimana wajah baru ketika itu banyak juga, tapi persoalannya tak mengubah wajah DPR juga. Karena fungsi legislasi, pengawasan dan budgeting itu bukan didorong untuk menguatkan atau membangun wajah DPR yang modern yang bagus, tetapi lebih pada digunakan dimanfaatkan keuntungan baik yang sifatnya pribadi, kelompok maupun golongan untuk mengembalikan modal politik yang sudah keluar banyak itu,” urainya.

Dalam konteks legislasi, misalnya, untuk membuat undang-undang kerap kali anggota DPR melakukan deal-deal dengan kelompok tertentu untuk mengkapitalisasi menjadi uang. Sementara dalam konteks pengawasan, banyak juga ”kongkalikong” dengan eksekutif sehingga pengawasan menjadi memble, lemah.

”DPR itu kan digaji untuk berbicara lantang, mengkritik kebijakan eksekutif, mengkritik pemerintah, tapi itu melempem, bahkan tak ada taji dan suaranya. Lihat saja periode yang lalu, dari 560 anggota DPR yang kritis hanya satu dua. Ini menandakan kemungkinan wajah DPR baru nanti juga akan sama,” urainya.

Dalam fungsi anggaran, kata Ujang, anggota DPR yang baru umumnya masih miskin pengalaman. Kondisi ini biasanya justru banyak yang mencoba bermain-main anggaran yang juga tidak berhati-hati bisa berujung pada penangkapan oleh KPK.

”Ini yang menjadi fokus perhatian kita karena sesungguhnya jabatan itu melenakan, jabatan itu enak. Dan ingat, tidak ada lembaga lain yang kewenangannya sebesar DPR. Semua kewenangan ada di DPR. Semua mitra kerja ada di DPR. Jadi mulai Komisi I hingga XI dan alat kewenangannya ada di DPR. Kalau di eksekutif kan dibagi-bagi dengan kementerian tertentu,” paparnya.

Ketua DPR Bambang Soesatyo dalam sidang paripurna terakhir, mengatakan, DPR telah menyelesaikan 91 RUU yang terdiri atas 36 RUU dari daftar Prolegnas 2015-2019 dan 55 RUU Kumulatif Terbuka.

Dewan berharap sejumlah RUU yang tidak dapat diselesaikan tersebut dapat dibahas pada masa keanggotaan DPR periode mendatang. Sebab, saat ini sudah ada landasan hukum dalam carry over produk legislasi setelah disahkannya RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Perubahan undang-undang tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan efisiensi waktu dan biayadalam rangka percepatan pembahasan sebuah rancangan undang-undang.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0073 seconds (0.1#10.140)