Pidato di Bawah Rel, Sekjen PDIP Ingin Jalan Kebudayaan Terus Ditempuh
A
A
A
CIREBON - Pengalaman berharga dirasakan Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto yang berpidato di bawah rel kereta api di Cirebon, Jawa Barat. Hasto berpidato di bawah rel usai melakukan pelarungan air dalam rangkaian Festival Budaya Cai Diraga di pinggir Sungai Cisanggarung, Dusun Pamosongan, Desa Ciledug Lor, Kecamatan Ciledug, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (28/9/2019).
Lokasi tenda acara yang dihadiri Pangeran Patih Muhammad Qodiran dari Keraton Kanoman Cirebon, Plh Bupati Cirebon Imron Rosyadi, Ketua DPD PDIP Jawa Barat, Ono Surono, dan ratusan warga itu berada di pinggir sungai. Uniknya sungai itu dilintasi dua jembatan rel kereta api arah Jawa Barat-Jawa Tengah dan sebaliknya.
Lokasi acara pun berada di bawah jembatan rel. Di sungai itu sebelumnya dilakukan tradisi larungan air. Dimulai dari Pengeran Patih Muhammad Qodiran, Hasto, Imron, Ono dan lainnya. Usai prosesi larungan mulailah pemberian sepatah dua patah kata.
Memang saat acara berlangsung, sudah beberapa kali kereta api melintas, tepat di atas kepala masyarakat yang berada di bawah jembatan rel kereta. Baik kereta dari Jabar menuju Jateng dan sebaliknya.
Hasto mengapresiasi tinggi tradisi Cai Diraga sebagai wujud mensyukuri nikmat melimpahnya air bagi sumber kehidupan. Hasto mengajak untuk terus melestarikan budaya, dan menjaga sungai, laut serta air sebagai sumber kehidupan yang merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
"Semoga jalan kebudayaan yang ditempuh dengan tradisi merawat sungai, laut, merawat sumber-sumber kehidupan termasuk pangan dapat terus diakukan. Dari sini, lahirlah energi untuk menjaga alam dan budaya," kata Hasto yang mengenakan pakaian adat warna putih.
Di tengah pidatonya itu, melintas dua kereta secara bersamaan dari dua arah di masing-masing jalur. Suara bising mengalahkan mikrofon yang dipakai untuk berpidato. Sambutan berhenti. Raut wajah Hasto tersenyum simpul.
"Ini membawa pengalaman tersendiri bagi saya. Baru kali ini berpidato di bawah kereta api," kata Hasto sambil tertawa lepas diikuti para hadirin.
"Mungkin Pak (Presiden) Jokowi sendiri belum pernah berpidato di bawah rel kereta api," celetuk Hasto yang memantik tawa warga.
Setelah candaannya, Hasto melanjutkan pidatonya. Menurut Hasto, daripada ikut pusing dengan situasi di Jakarta karena berbagai kepentingan muncul padahal pemilu sudah selesai, tetapi masih ada yang tidak puas, dan yang sampaikan dengan cara anarkistis, lebih baik bersama rakyat.
Hal ini juga sudah dilakukan oleh Presiden Pertama RI yang juga Proklamator RI Bung Karno, Presiden Keempat RI Megawati Soekarnoputri, dan Presiden Jokowi. "Lebih baik kami menempuh jalan yang telah dilakukan Bung Karno, jalan yang telah dilakukan Bu Mega, yang kemudian dilanjutkan Bapak Jokowi yaitu jalan bersama dengan rakyat. Siapa pemimpin yang menyatu dengan rakyat akan selamat," ungkap Hasto.
Hasto berharap dari tradisi yang terus terjaga di desa ini, muncul gerakan kebudayaan nasional untuk merawat sungai dengan seluruh sumber sumber kehidupan. "Sehingga keseimbangan, keindahan alam raya dapat kita jaga dengan sebaik-baiknya," pungkas Hasto yang usai berpidato ikut menari bersama dua penari cilik.
Lokasi tenda acara yang dihadiri Pangeran Patih Muhammad Qodiran dari Keraton Kanoman Cirebon, Plh Bupati Cirebon Imron Rosyadi, Ketua DPD PDIP Jawa Barat, Ono Surono, dan ratusan warga itu berada di pinggir sungai. Uniknya sungai itu dilintasi dua jembatan rel kereta api arah Jawa Barat-Jawa Tengah dan sebaliknya.
Lokasi acara pun berada di bawah jembatan rel. Di sungai itu sebelumnya dilakukan tradisi larungan air. Dimulai dari Pengeran Patih Muhammad Qodiran, Hasto, Imron, Ono dan lainnya. Usai prosesi larungan mulailah pemberian sepatah dua patah kata.
Memang saat acara berlangsung, sudah beberapa kali kereta api melintas, tepat di atas kepala masyarakat yang berada di bawah jembatan rel kereta. Baik kereta dari Jabar menuju Jateng dan sebaliknya.
Hasto mengapresiasi tinggi tradisi Cai Diraga sebagai wujud mensyukuri nikmat melimpahnya air bagi sumber kehidupan. Hasto mengajak untuk terus melestarikan budaya, dan menjaga sungai, laut serta air sebagai sumber kehidupan yang merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
"Semoga jalan kebudayaan yang ditempuh dengan tradisi merawat sungai, laut, merawat sumber-sumber kehidupan termasuk pangan dapat terus diakukan. Dari sini, lahirlah energi untuk menjaga alam dan budaya," kata Hasto yang mengenakan pakaian adat warna putih.
Di tengah pidatonya itu, melintas dua kereta secara bersamaan dari dua arah di masing-masing jalur. Suara bising mengalahkan mikrofon yang dipakai untuk berpidato. Sambutan berhenti. Raut wajah Hasto tersenyum simpul.
"Ini membawa pengalaman tersendiri bagi saya. Baru kali ini berpidato di bawah kereta api," kata Hasto sambil tertawa lepas diikuti para hadirin.
"Mungkin Pak (Presiden) Jokowi sendiri belum pernah berpidato di bawah rel kereta api," celetuk Hasto yang memantik tawa warga.
Setelah candaannya, Hasto melanjutkan pidatonya. Menurut Hasto, daripada ikut pusing dengan situasi di Jakarta karena berbagai kepentingan muncul padahal pemilu sudah selesai, tetapi masih ada yang tidak puas, dan yang sampaikan dengan cara anarkistis, lebih baik bersama rakyat.
Hal ini juga sudah dilakukan oleh Presiden Pertama RI yang juga Proklamator RI Bung Karno, Presiden Keempat RI Megawati Soekarnoputri, dan Presiden Jokowi. "Lebih baik kami menempuh jalan yang telah dilakukan Bung Karno, jalan yang telah dilakukan Bu Mega, yang kemudian dilanjutkan Bapak Jokowi yaitu jalan bersama dengan rakyat. Siapa pemimpin yang menyatu dengan rakyat akan selamat," ungkap Hasto.
Hasto berharap dari tradisi yang terus terjaga di desa ini, muncul gerakan kebudayaan nasional untuk merawat sungai dengan seluruh sumber sumber kehidupan. "Sehingga keseimbangan, keindahan alam raya dapat kita jaga dengan sebaik-baiknya," pungkas Hasto yang usai berpidato ikut menari bersama dua penari cilik.
(whb)