Sidang Paripurna Sahkan Tata Tertib Pemilihan Ketua MPR
A
A
A
JAKARTA - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengesahkan Peraturan tentang Tata Tertib (Tatib) Pemilihan Ketua Periode 2019-2024 dan Keputusan MPR tentang Rekomendasi MPR Masa Jabatan 2014-2019. Pengesahan dilakukan dalam Sidang Paripurna MPR Masa Akhir Jabatan 2014-2019 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (27/9/2019) September 2019.
Ketua MPR Zulkifli Hasan menyampaikan, dalam rapat gabungan 23 September 2019 lalu, seluruh fraksi dan kelompok DPD telah menyepakati Rancangan Perubahan Tatib dan Rancangan Rekomendasi MPR Masa Jabatan 2014-2019.
Sementara untuk rekomendasi mengenai Pokok-Pokok Haluan Negara, Fraksi Partai Golkar, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera memberikan catatan, selain memungkinkan untuk ditetapkan dalam Ketetapan MPR, juga terbuka kemungkinan diputuskan melalui undang-undang.
“Oleh karena itu, sekarang kami mintakan persetujuan dari saudara-saudara sekalian, apakah dapat disetujui?” kata Zulkifli didampingi Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang, Mahyudin, Muhaimin Iskandar, Ahmad Muzani, Ahmad Basarah, dan Hidayat Nur Wahid.
Anggota DPR dan MPR yang menghadiri Sidang Paripurna MPR menyatakan setuju. Dia menjelaskan, Tatib ini dalam rangka penyesuaian beberapa ketentuan sebagai implikasi perubahan UU MD3. Dengan Tatib baru, MPR 2019-2024 dapat langsung menggunakannya sebagai pedoman pelaksanaan wewenang dan tugasnya.
Seperti diketahui, dalam Pasal 19 Ayat 1 Tatib MPR baru disebutkan bahwa pimpinan MPR berjumlah 10 orang, terdiri dari satu ketua, dan sembilan wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR. Ayat 2 menyatakan, bakal calon pimpinan MPR sebagaimana dimaksud Ayat 1, diusulkan oleh fraksi dan atau kelompok DPD yang disampaikan dalam sidang paripurna. Dalam Ayat 3 dinyatakan bahwa tiap fraksi dan atau kelompok DPD sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 hanya dapat mengajukan satu orang bakal calon pimpinan MPR.
Sementara, Ayat 4 menyatakan bahwa batas waktu pengajuan nama bakal calon pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan Ayat 2, ditentukan dalam persidangan MPR.Pada Ayat 5, dinyatakan bahwa dalam hal pengajuan nama bakal calon sebagaimana dimaksud pada Ayat 2, tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam persidangan MPR sebagaimana dimaksud pada Ayat 4, mekanisme pemilihan dilanjutkan dengan tetap mencerminkan unsur fraksi dan kelompok DPD.
Zulkifli menjelaskan jika dalam waktu yang ditentukan dalam Ayat 4, fraksi atau kelompok DPD belum bisa memutuskan nama calon yang diajukan, maka Sidang Paripurna MPR tetap berjalan. “Sementara itu, Ayat 6 dinyatakan bahwa dari calon pimpinan MPR yang diajukan sebagaimana dimaksud pada Ayat 2, dipilih ketua MPR secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam Sidang Paripurna MPR.
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan, mengenai rekomendasi adanya haluan negara itu sudah disepakati MPR periode 2009-2014. “Dan MPR periode sekarang juga merekomendasikan MPR periode berikutnya untuk menindaklanjuti rencana amandemen terbatas haluan negara,” katanya.
Rekomendasi ini sejalan dengan hasil Kongres PDIP di Bali, belum lama ini yang menyepakati adanya amandemen terbatas UUD 1945. “Jadi dengan demikian, gagasan wacana dan rencana untuk melakukan amandemen terbatas menghadirkan haluan negara itu bukan lagi sekadar usulannya PDIP, tapi sudah menjadi kesepakatan MPR. Salah satu indikatornya adalah rapat gabungan hari ini,” tuturnya.
Ketua MPR Zulkifli Hasan menyampaikan, dalam rapat gabungan 23 September 2019 lalu, seluruh fraksi dan kelompok DPD telah menyepakati Rancangan Perubahan Tatib dan Rancangan Rekomendasi MPR Masa Jabatan 2014-2019.
Sementara untuk rekomendasi mengenai Pokok-Pokok Haluan Negara, Fraksi Partai Golkar, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera memberikan catatan, selain memungkinkan untuk ditetapkan dalam Ketetapan MPR, juga terbuka kemungkinan diputuskan melalui undang-undang.
“Oleh karena itu, sekarang kami mintakan persetujuan dari saudara-saudara sekalian, apakah dapat disetujui?” kata Zulkifli didampingi Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang, Mahyudin, Muhaimin Iskandar, Ahmad Muzani, Ahmad Basarah, dan Hidayat Nur Wahid.
Anggota DPR dan MPR yang menghadiri Sidang Paripurna MPR menyatakan setuju. Dia menjelaskan, Tatib ini dalam rangka penyesuaian beberapa ketentuan sebagai implikasi perubahan UU MD3. Dengan Tatib baru, MPR 2019-2024 dapat langsung menggunakannya sebagai pedoman pelaksanaan wewenang dan tugasnya.
Seperti diketahui, dalam Pasal 19 Ayat 1 Tatib MPR baru disebutkan bahwa pimpinan MPR berjumlah 10 orang, terdiri dari satu ketua, dan sembilan wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR. Ayat 2 menyatakan, bakal calon pimpinan MPR sebagaimana dimaksud Ayat 1, diusulkan oleh fraksi dan atau kelompok DPD yang disampaikan dalam sidang paripurna. Dalam Ayat 3 dinyatakan bahwa tiap fraksi dan atau kelompok DPD sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 hanya dapat mengajukan satu orang bakal calon pimpinan MPR.
Sementara, Ayat 4 menyatakan bahwa batas waktu pengajuan nama bakal calon pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan Ayat 2, ditentukan dalam persidangan MPR.Pada Ayat 5, dinyatakan bahwa dalam hal pengajuan nama bakal calon sebagaimana dimaksud pada Ayat 2, tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam persidangan MPR sebagaimana dimaksud pada Ayat 4, mekanisme pemilihan dilanjutkan dengan tetap mencerminkan unsur fraksi dan kelompok DPD.
Zulkifli menjelaskan jika dalam waktu yang ditentukan dalam Ayat 4, fraksi atau kelompok DPD belum bisa memutuskan nama calon yang diajukan, maka Sidang Paripurna MPR tetap berjalan. “Sementara itu, Ayat 6 dinyatakan bahwa dari calon pimpinan MPR yang diajukan sebagaimana dimaksud pada Ayat 2, dipilih ketua MPR secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam Sidang Paripurna MPR.
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan, mengenai rekomendasi adanya haluan negara itu sudah disepakati MPR periode 2009-2014. “Dan MPR periode sekarang juga merekomendasikan MPR periode berikutnya untuk menindaklanjuti rencana amandemen terbatas haluan negara,” katanya.
Rekomendasi ini sejalan dengan hasil Kongres PDIP di Bali, belum lama ini yang menyepakati adanya amandemen terbatas UUD 1945. “Jadi dengan demikian, gagasan wacana dan rencana untuk melakukan amandemen terbatas menghadirkan haluan negara itu bukan lagi sekadar usulannya PDIP, tapi sudah menjadi kesepakatan MPR. Salah satu indikatornya adalah rapat gabungan hari ini,” tuturnya.
(dam)