Demo RUU dan Fenomena Pelajar STM

Jum'at, 27 September 2019 - 08:00 WIB
Demo RUU dan Fenomena Pelajar STM
Demo RUU dan Fenomena Pelajar STM
A A A
KETERLIBATAN pelajar sekolah menengah kejuruan (siswa STM) dalam aksi demonstrasi menuntut pembatalan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) menjadi perbincangan hangat publik, terutama di media sosial. Nyaris tidak ada yang menyangka pelajar yang berseragam putih abu-abu ini bisa terlibat aksi protes yang umumnya dilakukan oleh mahasiswa. Namun, itulah fakta yang terjadi sepanjang Rabu (25/9) siang hingga malam di sekitar Gedung DPR, Senayan, Jakarta.Miris. Demikian ungkapan sejumlah warganet merespons pemandangan di lokasi demo. Ada yang menyayangkan pelajar STM harus terlibat aksi protes di jalanan. Apalagi, pelajar dinilai belum tentu memahami aspirasi yang sedang mereka perjuangkan.Sebagian lainnya mendukung karena menilai pelajar juga punya hak mengutarakan pendapat, termasuk di jalanan. Apalagi, substansi sejumlah RUU yang diprotes bukan hal yang sulit untuk dipahami.Terlepas dari pro-kontra soal substansi RUU tersebut, fenomena pelajar STM ikut aksi demo ini penting menjadi keprihatinan bersama. Sulit memercayai keterlibatan siswa STM dan siswa SMP dalam aksi itu tanpa ada yang menggerakkan.Diduga kuat ada pihak yang sengaja melibatkan pelajar dengan tujuan tertentu. Untuk itu, muncul desakan agar aparat keamanan segera mengusut pihak yang menyebar ajakan demo kepada pelajar melalui media sosial maupun layanan pesan instan WhatsApp, apalagi dalam kejadian ini puluhan pelajar yang harus dirawat di rumah sakit karena mengalami luka.Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap bahwa ada pihak tertentu yang membuat ajakan melalui poster-poster dan menyerukan pelajar STM turun ke jalan. Bahkan, ada foto dan video yang menunjukkan sekelompok anak sekolah bergerak dengan menaiki truk, bus Transjakarta, hingga KRL menuju lokasi demo.Oknum-oknum yang memanfaatkan pelajar STM ini bisa jadi cukup paham psikologi remaja yang rawan dipengaruhi. Kita tahu remaja yang sedang dalam masa pubertas dan transisi menuju dewasa memang kerap mengalami krisis identitas dan butuh aktualisasi atau pengakuan.Sering kali kelompok usia ini tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang selalu berubah-ubah sehingga memicu dirinya melakukan perilaku agresif yang dapat merugikan orang lain dan juga diri sendiri. Maka tidak heran, remaja ini tidak jarang melakukan kekerasan, perusakan, atau minimal melampiaskannya melalui ungkapan verbal.Ini pula yang terlihat di lokasi demo di Senayan. Akibatnya, puluhan pelajar digelandang ke Polda Metro Jaya. Menurut pihak kepolisian, pelajar ini datang dari berbagai wilayah antara lain Tangerang, Karawang, Bekasi, Bogor, dan Jakarta. Mereka diamankan untuk dimintai keterangan soal tujuan berunjuk rasa.Aksi pelajar yang sempat menjadi trending topic di Twitter dengan tagar #STMMelawan dan #STMBergerak ini juga memantik aksi yang sama di daerah lain. Kemarin polisi berhasil menggagalkan ratusan pelajar dari beberapa STM di Cianjur yang berencana berangkat ke Jakarta untuk mengikuti unjuk rasa.Dari sini tampak betapa kuatnya informasi yang beredar di media sosial dalam menggerakkan emosi pelajar untuk berunjuk rasa. Saat ditanya tujuan ke Jakarta, ada di antaranya yang mengaku tidak tahu-menahu dan hanya mengikuti ajakan teman.Untuk itu, penting bagi aparat kepolisian bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika mengusut pihak yang bertanggung jawab atas pelibatan pelajar dalam demo di depan Gedung DPR tersebut. Tentu bukan hal yang terlalu sulit bagi kepolisian, karena mereka memiliki tim cyber crime.Hal ini perlu diungkap agar kejadian serupa tidak terjadi lagi pada masa datang. Memang, pelajar juga punya hak yang sama untuk menyampaikan aspirasi. Namun dalam usia yang masih belia, lebih tepat jika mereka fokus saja menimba ilmu di sekolah.Selain itu, peran orang tua dan guru juga sangat penting dalam melakukan pengawasan kepada anak. Sebisa mungkin anak selalu dalam pengawasan, minimal memastikan di mana posisi mereka setelah pulang sekolah. Hal ini untuk menghindarkan si anak dari hal-hal yang tidak semestinya, baik itu tawuran maupun bentuk kekerasan lainnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6606 seconds (0.1#10.140)