Revisi UU 30/2002 Dinilai Tidak Akan Membuat KPK Mati
A
A
A
JAKARTA - Pakar hukum Supardji Ahmad menilai, revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (KPK), tidak akan membuat KPK mati dan dibunuh. Menurutnya, revisi UU KPK tidak akan melemahkan KPK.
"Revisi UU KPK itu untuk perbaikan-perbaikan KPK seperti sprindik bocor, kasus-kasus yang tidak jelas kontruksi hukumnya," ujar Supardji dalam diskusi opini live Trijaya FM di D'Consulate Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Supardji mengatakan, progresif atau tidaknya pemberantasan korupsi itu dilihat dari materi hukumnya. Secara kewenangan KPK tetap kuat. "Tentu kita sama-sama ingin terus memperkuat KPK. Kuat tapi tidak absolut," ujar Supardji.
Supardji menegaskan, ia tidak setuju kalau revisi dianggap melemahkan atau menguatkan karena menurutnya ini hanya penataan.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara lainnya Muhammad Rulliyandi mengatakan langkah pemerintah dan DPR merevisi UU KPK sebagai perbaikan ketatanegaraan.
"Pada hari ini kita melihat revisi UU KPK sebagai penyempurnaan, bukan pelemahan tapi penguatan. Dibuat dengan tujuan memberikan satu perbaikan untuk kepentingan bangsa dan negara," ujar Rulliyandi.
Rulliyadi memberikan catatan terhadap substansi dari revisi UU KPK ini. Pertama terkait Dewan Pengawas KPK. Rulliyandi menilai adanya dewan pengawas untuk memastikan terlindunginya hak asasi warga negara dalam penyadapan yang dilakukan KPK. "Penyadapan harus diawasi agar tidak menyalahi HAM," ujar Rulliyandi.
Kedua terkait SP3. Rulliyandi menilai SP3 diperlukan untuk memberikan kepastian hukum. "Perlu SP3 karena kita bicara negara hukum. Asas kepastian hukum orang kalau sudah disidik itu perlu kepastian hukum apa kasus itu tipikor atau bukan," tandas Rulliyandi.
"Revisi UU KPK itu untuk perbaikan-perbaikan KPK seperti sprindik bocor, kasus-kasus yang tidak jelas kontruksi hukumnya," ujar Supardji dalam diskusi opini live Trijaya FM di D'Consulate Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Supardji mengatakan, progresif atau tidaknya pemberantasan korupsi itu dilihat dari materi hukumnya. Secara kewenangan KPK tetap kuat. "Tentu kita sama-sama ingin terus memperkuat KPK. Kuat tapi tidak absolut," ujar Supardji.
Supardji menegaskan, ia tidak setuju kalau revisi dianggap melemahkan atau menguatkan karena menurutnya ini hanya penataan.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara lainnya Muhammad Rulliyandi mengatakan langkah pemerintah dan DPR merevisi UU KPK sebagai perbaikan ketatanegaraan.
"Pada hari ini kita melihat revisi UU KPK sebagai penyempurnaan, bukan pelemahan tapi penguatan. Dibuat dengan tujuan memberikan satu perbaikan untuk kepentingan bangsa dan negara," ujar Rulliyandi.
Rulliyadi memberikan catatan terhadap substansi dari revisi UU KPK ini. Pertama terkait Dewan Pengawas KPK. Rulliyandi menilai adanya dewan pengawas untuk memastikan terlindunginya hak asasi warga negara dalam penyadapan yang dilakukan KPK. "Penyadapan harus diawasi agar tidak menyalahi HAM," ujar Rulliyandi.
Kedua terkait SP3. Rulliyandi menilai SP3 diperlukan untuk memberikan kepastian hukum. "Perlu SP3 karena kita bicara negara hukum. Asas kepastian hukum orang kalau sudah disidik itu perlu kepastian hukum apa kasus itu tipikor atau bukan," tandas Rulliyandi.
(maf)