Menteri PPPA: Batas Usia Perkawinan 19 Tahun Bukti Keseriusan Perlindungan Anak

Selasa, 17 September 2019 - 04:07 WIB
Menteri PPPA: Batas...
Menteri PPPA: Batas Usia Perkawinan 19 Tahun Bukti Keseriusan Perlindungan Anak
A A A
JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise mengatakan pengesahan RUU Perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana batas minimal umur perkawinan bagi perempuan dan laki-laki dipersamakan, yaitu 19 tahun merupakan bukti keseriusan perlindungan anak.

Hal ini diungkapkan Yohana saat membacakan Pendapat Akhir Presiden atas Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. “Keputusan atas pengesahan RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ini sangat dinantikan oleh seluruh warga Indonesia dalam upaya menyelamatkan anak Indonesia atas praktik perkawinan anak yang sangat merugikan anak, keluarga dan Negara, serta sebagai bukti bahwa Indonesia mampu menjawab salah satu persoalan perlindungan anak,” ujar Yohana dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Senin (16/9/2019).

Apalagi, kata Yohana Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan angka perkawinan anak tertinggi. Praktik perkawinan anak di Indonesia berdasarkan data BPS 2017 menunjukkan angka 25,2%, artinya 1 dari 4 anak perempuan menikah pada usia anak, yaitu sebelum mencapai usia 18 tahun. Sedangkan pada tahun 2018 BPS sebesar 11,2%, artinya 1 dari 9 perempuan usia 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun, dan ada 20 provinsi dengan prevalensi perkawinan anak di atas angka nasional.

“Rasa sedih dan bahagia karena akhirnya tercapai, disahkannya revisi Undang-undang Pekawinan dengan batas usia perkawinan minimal bagi perempuan dan laki-laki sama-sama 19 tahun. Ini luar biasa, kami senang sekali, akhirnya setelah 45 tahun (menggunakan UU Perkawinan). Ini kado bagi anak-anak Indonesia yang pernah saya janjikan di Peringatan Hari Anak Nasional tahun 2019 kemarin, bahwa kami akan berusaha menaikkan angka batas usia perkawinan di atas usia anak. Sebuah sejarah yang harus dicatatkan,” tutur Yohana.

Yohana menjelaskan, ada banyak sekali masalah yang ditimbulkan akibat praktik perkawinan anak. Pertimbangan 19 tahun juga didasarkan bahwa seseorang dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, dapat menekan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan risiko kematian ibu dan bayi serta pekerja anak. Selain itu, juga dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

“Fakta-fakta menunjukkan bahwa praktik perkawinan anak harus segera dihentikan, dan jika kondisi ini tidak dicegah akan menjadikan Indonesia berada dalam kondisi 'Darurat Perkawinan Anak'. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sejak memperoleh mandat melakukan upaya pencegahan perkawinan anak pada tahun 2016, bersama 15 kementerian/lembaga dan lebih dari 65 lembaga masyarakat terus melakukan berbagai upaya untuk mencegah perkawinan anak, dan ini adalah salah satu upayanya,” tambah Yohana.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1712 seconds (0.1#10.140)