Formappi Sebut Penambahan 10 Pimpinan MPR Pemborosan
A
A
A
JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengkritisi pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 2/2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) tentang penambahan Pimpinan MPR menjadi 10 antara DPR dan pemerintah.
Penambahan ini dinilai sebagai pemborosan anggaran negara mengingat fungsi MPR tidak vital. “Saya kira permintaan penambahan kursi pimpinan MPR menjadi 10 kursi itu semata-mata hanya ekspresi kemaruk saja,” ujar Manajer Riset Formappi Lucius Karus saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Menurut dia, tak ada alasan logis dan rasional apapun untuk menerima itu. Semakin DPR merekayasa alasan, kata dia, hal itu sekedar untuk membungkus nafsu kemaruk akan kekuasaan. ”Semakin mereka kelihatan seperti politisi pelawak yang tak lucu,” katanya
Lucius menilai, tambahan kursi Pimpinan MPR sudah jelas merupakan bentuk pemborosan karena, banyak uang negara yang akan digunakan untuk posisi pimpinan MPR yang sebetulnya tidak memiliki fungsi vital.
“Terlalu banyak lembaga negara yang dibentuk hanya untuk mengirimkan anggaran saja. DPD dan MPR ini salah duanya,” imbuhnya.
Kemudian, lanjut Formappi, pemborosan juga terlihat pada tidak efektifnya roda kepemimpinan MPR dengan 10 orang di dalamnya. Bisa dibayangkan bagaimana sebuah kebijakan diambil dengan memperhitungkan sikap dari 10 orang berbeda. Padahal, sebagai pimpinan mereka harus lebih ramping demi efektivitas kepemimpinan.
“Ini menunjukkan jumlah pimpinan di MPR hanya akan membuat MPR lebih kelihatan sebagai keranjang sampah yang menampung elit-elit partai yang terpilih di pemilu tetapi malas bekerja sebagai anggota DPR. Saya melihat kursi pimpinan MPR ini sebagai tempat duduk malas para wakil rakyat,” terang Lucius.
Lucius menambahkan, fungsi MPR yang terbatas memang tidak cocok untuk dipimpin banyak orang. Kecuali kalau DPR memang bermaksud menjadikan MPR sebagai lemari penyimpanan figur pemimpin tanpa manfaat.
“Menjadikan MPR untuk menyimpan figur-figur tertentu hingga membeku sendiri tanpa manfaat apapun yang bisa diberikan kepada publik,” tandasnya.
Penambahan ini dinilai sebagai pemborosan anggaran negara mengingat fungsi MPR tidak vital. “Saya kira permintaan penambahan kursi pimpinan MPR menjadi 10 kursi itu semata-mata hanya ekspresi kemaruk saja,” ujar Manajer Riset Formappi Lucius Karus saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Menurut dia, tak ada alasan logis dan rasional apapun untuk menerima itu. Semakin DPR merekayasa alasan, kata dia, hal itu sekedar untuk membungkus nafsu kemaruk akan kekuasaan. ”Semakin mereka kelihatan seperti politisi pelawak yang tak lucu,” katanya
Lucius menilai, tambahan kursi Pimpinan MPR sudah jelas merupakan bentuk pemborosan karena, banyak uang negara yang akan digunakan untuk posisi pimpinan MPR yang sebetulnya tidak memiliki fungsi vital.
“Terlalu banyak lembaga negara yang dibentuk hanya untuk mengirimkan anggaran saja. DPD dan MPR ini salah duanya,” imbuhnya.
Kemudian, lanjut Formappi, pemborosan juga terlihat pada tidak efektifnya roda kepemimpinan MPR dengan 10 orang di dalamnya. Bisa dibayangkan bagaimana sebuah kebijakan diambil dengan memperhitungkan sikap dari 10 orang berbeda. Padahal, sebagai pimpinan mereka harus lebih ramping demi efektivitas kepemimpinan.
“Ini menunjukkan jumlah pimpinan di MPR hanya akan membuat MPR lebih kelihatan sebagai keranjang sampah yang menampung elit-elit partai yang terpilih di pemilu tetapi malas bekerja sebagai anggota DPR. Saya melihat kursi pimpinan MPR ini sebagai tempat duduk malas para wakil rakyat,” terang Lucius.
Lucius menambahkan, fungsi MPR yang terbatas memang tidak cocok untuk dipimpin banyak orang. Kecuali kalau DPR memang bermaksud menjadikan MPR sebagai lemari penyimpanan figur pemimpin tanpa manfaat.
“Menjadikan MPR untuk menyimpan figur-figur tertentu hingga membeku sendiri tanpa manfaat apapun yang bisa diberikan kepada publik,” tandasnya.
(cip)