Tak Sekadar Cepat, Media Era Digital Harus Hadirkan Jurnalisme Harapan
A
A
A
JAKARTA - Media massa dinilai harus mengubah pola peliputan dan penyajian berita dengan menghadirkan jurnalisme harapan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Hal tersebut disampaikan Pemimpin Redaksi KORAN SINDO dan SINDOnews.com, Djaka Susila saat menjadi pembicara dalam Workshop Jurnalistik bertajuk Peran Jurnalistik dan Media di Era Digital.
Acara digelar di Ruang Diaroma Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis (12/9/2019). Workshop diselenggarakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Workshop dibuka langsung oleh Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Pengembangan Lembaga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Andi M Faisal Bakti. Adapun pembaca lainnya adalah Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerja Sama (AAKK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Khoiruddin.
Djaka Susila mengatakan era digital, utamanya saat memasuki era revolusi industri 4.0 membuat segala informasi berseliweran, melimpah ruah, dan menciptakan disrupsi informasi.
Saat ini, kata dia, media massa memiliki saingan ketat dalam penyajian, penyampaian hingga penyebaran informasi dan berita, yakni media sosial (medsos).
Menurut Djaka, masyarakat dari berbagai kalangan di Indonesia maupun dunia mampu dengan cepat mendapatkan informasi dan berita apa pun yang dibutuhkan hanya dengan mengakses internet maupun berbagai aplikasi.
Karenanya itu, kata Djaka, menegaskan media massa baik cetak, online, televisi maupun radio harus mengubah pola pikir, perencanaan, peliputan, penulisan, penyajian, dan penyebar berita.
"Kita harus menghadirkan jurnalisme harapan dengan melihat dampak karya jurnalistik yang kita hadirkan. Efek sebuah berita adalah yang harus benar-benar dirasakan masyarakat. Karena yang baca karya jurnalistik kita adalah masyarakat. Mungkin bagi wartawan, berita itu bagus, tapi belum tentu bagus menurut pembaca. Kita harus merubah cara pandang untuk menghadirkan karya jurnalistik," tutur Djaka.
Dia menegaskan, hakikatnya digital journalism muncul pertama kali di Indonesia sekitar 1990 atau awal 2000. Mulanya berupa situs berita kemudian berkembang menjadi koran digital atau e-paper pada sekitar 2005.
Dia memaparkan, digital journalism dalam artian situs berita memiliki sifat fast cook journalism atau penyajian dan penyampaian berita dengan cepat.
"Padahal kalau dengan hanya cepat, ini tidak bisa serta-merta memilih nilai. Kalau sekarang hanya cepat saja untuk bersaing dengan media sosial buat apa? Makanya kemudian di SINDOnews.com, kami, saya sebagai pemimpin redaksi selalu menekankan bukan sekadar cepat. Tapi juga harus akurat, berkualitas, dan komprehensif," tuturnya.
Alumnus Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo ini menjelaskan untuk media cetak, khusunya koran memaknai digitalisasi pun harusnya bukan sekadar beralih platform menjadi e-paper atau menyajikan berita yang sama seperti di media online.
Menurut Djaka, kalau masih seperti ini maka dengan sendirinya koran atau media massa telah membunuh dirinya sendiri.
"Istilah saya, koran jangan menggarami lautan. Makanya untuk KORAN SINDO saya selalu ingatkan baik wartawannya sampai redaktur dan wakil pemimpin redaksi, yang harus dicari itu dan disajikan adalah komprehensivitas," tegasnya.
Djaka mengungkapkan, komprehensivitas tersebut mencakup kedalaman informasi, banyak sisi, perencanaan yang matang dan utuh, mengungkap apa dan mengapa di balik berita hingga tampilan infografis dengan data lengkap.
Dia mengungkapkan, kalau dilihat berbagai halaman dan rubrik KORAN SINDO terutama halaman satu maka tampak jelas berita tersebut dekat dengan masyarakat.
"Kita buat berita-berita yang tidak jauh dari kita, tidak jauh dari masyarakat, dan bermanfaat baik bagi masyarakat. Jadi berita-berita yang dihadirkan benar-benar dekat dengan kita," tuturnya.
Dia menambahkan, ada tiga efek dari digitalisasi informasi, khususnya bagi kalangan media massa, terlebih para jurnalisnya.
Pertama, jurnalis kurang terbiasa melakukan verifikasi. Kedua, jurnalis kurang dalam melakukan peliputan, penulisan, dan penyajian dalam karena hanya dari satu sisi atau tidak komprehensif. Ketiga, jurnalis maupun redaksi jarang melakukan perencanaan liputan.
"Digitalisasi bukan hanya kita mengubah platform, bukan hanya koran masing-masing kemudian punya media online, tapi mengubah pola pikir dan gaya jurnalistik," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Pengembangan Lembaga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Andi M Faisal Bakti menegaskan, media massa memiliki peran penting untuk mengubah banyak hal.
Karena itu, sambung dia, media massa sangat menentukan bagi kemajuan sebuah bangsa-negara. Dia mengatakan, di era disrupsi informasi dan revolusi industri 4.0, kebenaran informasi acap kali simpang siur. Apalagi informasi maupun berita yang disajikan media massa bersaing dengan informasi di media sosial.
"Untuk mengantisipasi itu maka jurnalis-jurnalis kita harus kreatif. Melakukan verifikasi secara utuh dan secara profesional memberikan informasi-informasi yang benar. Jangan sampai yang dihadirkan juga adalah berita hoaks," tutur Faisal.
Dia menyambut baik kesediaan Pemred KORAN SINDO dan SINDOnews berbagi ilmu, pengalaman, dan solusi menyikapi digitalisasi karya jurnalistik.
Faisal mengungkapkan, harapannya KORAN SINDO dan SINDOnews bisa menjalin kerja sama dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk bidang jurnalistik.
"Kita berharap Pak Djaka, nanti bisa bekerjasama dengan UIN Jakarta. Bentuknya bisa memorandum of understanding maupun memorandum of agreement," ucapnya.
Menanggapi ucapan Andi, Djaka menegaskan KORAN SINDO dan SINDOnews sangat terbuka dan siap menjalin kerja sama dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rumusan kerja sama tersebut nantinya akan dibicarakan dan dibahas secara detail pada pertemuan berikutnya.
Hal tersebut disampaikan Pemimpin Redaksi KORAN SINDO dan SINDOnews.com, Djaka Susila saat menjadi pembicara dalam Workshop Jurnalistik bertajuk Peran Jurnalistik dan Media di Era Digital.
Acara digelar di Ruang Diaroma Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis (12/9/2019). Workshop diselenggarakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Workshop dibuka langsung oleh Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Pengembangan Lembaga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Andi M Faisal Bakti. Adapun pembaca lainnya adalah Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerja Sama (AAKK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Khoiruddin.
Djaka Susila mengatakan era digital, utamanya saat memasuki era revolusi industri 4.0 membuat segala informasi berseliweran, melimpah ruah, dan menciptakan disrupsi informasi.
Saat ini, kata dia, media massa memiliki saingan ketat dalam penyajian, penyampaian hingga penyebaran informasi dan berita, yakni media sosial (medsos).
Menurut Djaka, masyarakat dari berbagai kalangan di Indonesia maupun dunia mampu dengan cepat mendapatkan informasi dan berita apa pun yang dibutuhkan hanya dengan mengakses internet maupun berbagai aplikasi.
Karenanya itu, kata Djaka, menegaskan media massa baik cetak, online, televisi maupun radio harus mengubah pola pikir, perencanaan, peliputan, penulisan, penyajian, dan penyebar berita.
"Kita harus menghadirkan jurnalisme harapan dengan melihat dampak karya jurnalistik yang kita hadirkan. Efek sebuah berita adalah yang harus benar-benar dirasakan masyarakat. Karena yang baca karya jurnalistik kita adalah masyarakat. Mungkin bagi wartawan, berita itu bagus, tapi belum tentu bagus menurut pembaca. Kita harus merubah cara pandang untuk menghadirkan karya jurnalistik," tutur Djaka.
Dia menegaskan, hakikatnya digital journalism muncul pertama kali di Indonesia sekitar 1990 atau awal 2000. Mulanya berupa situs berita kemudian berkembang menjadi koran digital atau e-paper pada sekitar 2005.
Dia memaparkan, digital journalism dalam artian situs berita memiliki sifat fast cook journalism atau penyajian dan penyampaian berita dengan cepat.
"Padahal kalau dengan hanya cepat, ini tidak bisa serta-merta memilih nilai. Kalau sekarang hanya cepat saja untuk bersaing dengan media sosial buat apa? Makanya kemudian di SINDOnews.com, kami, saya sebagai pemimpin redaksi selalu menekankan bukan sekadar cepat. Tapi juga harus akurat, berkualitas, dan komprehensif," tuturnya.
Alumnus Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo ini menjelaskan untuk media cetak, khusunya koran memaknai digitalisasi pun harusnya bukan sekadar beralih platform menjadi e-paper atau menyajikan berita yang sama seperti di media online.
Menurut Djaka, kalau masih seperti ini maka dengan sendirinya koran atau media massa telah membunuh dirinya sendiri.
"Istilah saya, koran jangan menggarami lautan. Makanya untuk KORAN SINDO saya selalu ingatkan baik wartawannya sampai redaktur dan wakil pemimpin redaksi, yang harus dicari itu dan disajikan adalah komprehensivitas," tegasnya.
Djaka mengungkapkan, komprehensivitas tersebut mencakup kedalaman informasi, banyak sisi, perencanaan yang matang dan utuh, mengungkap apa dan mengapa di balik berita hingga tampilan infografis dengan data lengkap.
Dia mengungkapkan, kalau dilihat berbagai halaman dan rubrik KORAN SINDO terutama halaman satu maka tampak jelas berita tersebut dekat dengan masyarakat.
"Kita buat berita-berita yang tidak jauh dari kita, tidak jauh dari masyarakat, dan bermanfaat baik bagi masyarakat. Jadi berita-berita yang dihadirkan benar-benar dekat dengan kita," tuturnya.
Dia menambahkan, ada tiga efek dari digitalisasi informasi, khususnya bagi kalangan media massa, terlebih para jurnalisnya.
Pertama, jurnalis kurang terbiasa melakukan verifikasi. Kedua, jurnalis kurang dalam melakukan peliputan, penulisan, dan penyajian dalam karena hanya dari satu sisi atau tidak komprehensif. Ketiga, jurnalis maupun redaksi jarang melakukan perencanaan liputan.
"Digitalisasi bukan hanya kita mengubah platform, bukan hanya koran masing-masing kemudian punya media online, tapi mengubah pola pikir dan gaya jurnalistik," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Pengembangan Lembaga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Andi M Faisal Bakti menegaskan, media massa memiliki peran penting untuk mengubah banyak hal.
Karena itu, sambung dia, media massa sangat menentukan bagi kemajuan sebuah bangsa-negara. Dia mengatakan, di era disrupsi informasi dan revolusi industri 4.0, kebenaran informasi acap kali simpang siur. Apalagi informasi maupun berita yang disajikan media massa bersaing dengan informasi di media sosial.
"Untuk mengantisipasi itu maka jurnalis-jurnalis kita harus kreatif. Melakukan verifikasi secara utuh dan secara profesional memberikan informasi-informasi yang benar. Jangan sampai yang dihadirkan juga adalah berita hoaks," tutur Faisal.
Dia menyambut baik kesediaan Pemred KORAN SINDO dan SINDOnews berbagi ilmu, pengalaman, dan solusi menyikapi digitalisasi karya jurnalistik.
Faisal mengungkapkan, harapannya KORAN SINDO dan SINDOnews bisa menjalin kerja sama dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk bidang jurnalistik.
"Kita berharap Pak Djaka, nanti bisa bekerjasama dengan UIN Jakarta. Bentuknya bisa memorandum of understanding maupun memorandum of agreement," ucapnya.
Menanggapi ucapan Andi, Djaka menegaskan KORAN SINDO dan SINDOnews sangat terbuka dan siap menjalin kerja sama dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rumusan kerja sama tersebut nantinya akan dibicarakan dan dibahas secara detail pada pertemuan berikutnya.
(dam)