PKB Berkomitmen Tuntaskan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
A
A
A
JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berkomitmen menuntaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual pada tahun ini. Hal itu diungkapkan Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar saat menerima belasan
aktivis perempuan dari berbagai organisasi perempuan.
Pada Rabu (4/9/2019), aktivis perempuan dari berbagai organisasi perempuan
yakni Komnas Perempuan, LBH APIK Jakarta, Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3), Forum Pengadaan Layanan, Pengacara Publik dan Fatayat NU mengunjung Kantor DPP PKB di Jakarta. "PKB berusaha sekuat tenaga menuntaskan RUU kekerasan tersebut tahun ini. Fenomena kekerasan seksual sudah sangat meresahkan," kata Cak Imin di hadapan belasan aktivis perempuan.
Cak Imin menuturkan, telah memerintahkan kadernya yang duduk di Komisi VIII DPR RI untuk terus mengawal RUU tersebut sampai selesai. Dan, melakukan pendekatan kepada teman-temen fraksi lain. "Posisi PKB saat ini adalah berupaya merangkul dan meyakinkan seluruh temen-teman fraksi di DPR RI. Terutama kepada fraksi-fraksi yang terlanjur gengsi supaya bisa mengesahkan RUU tersebut," ujarnya.
Cak Imin meyakini seluruh fraksi di DPR mahfum kalau RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sangat penting bagi para korban. RUU itu nantinya bakal membuka akses yang cukup bagi korban kekerasan seksual untuk mencari keadilan.
"Bagi PKB RUU ini penting untuk segera disahkan. Kita ingin subtansinya terlaksana. Tidak penting pencitraan, semua pihak harus dapat melihat bahwa bahaya kekerasan seksual di Tanah Air sangat menakutkan," ujarnya.
Sebelumnya, para aktivis perempuan tersebut mengapresiasi kerja dan perjuangan PKB dalam menggolkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari awal sampai akhir. Mereka pun meminta Cak Imin memerintahkan kader PKB di Komisi VIII yang saat ini memimpin panitia kerja (Panja) RUU Penghapusan Kekerasan Seksual untuk fokus mengesahkan RUU tersebut.
Mereka menyadari kalau nama RUU tersebut menguntungkan salah satu partai, dan saat ini tengah digodok untuk diganti namanya. Namun, yang terpenting dari semua itu ada tiga subtansi. Pertama, tindak pidananya yang harus jelas. Kedua, perlindungan kepada korban. Ketiga sanksi yang diberikan kepada pelaku.
aktivis perempuan dari berbagai organisasi perempuan.
Pada Rabu (4/9/2019), aktivis perempuan dari berbagai organisasi perempuan
yakni Komnas Perempuan, LBH APIK Jakarta, Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3), Forum Pengadaan Layanan, Pengacara Publik dan Fatayat NU mengunjung Kantor DPP PKB di Jakarta. "PKB berusaha sekuat tenaga menuntaskan RUU kekerasan tersebut tahun ini. Fenomena kekerasan seksual sudah sangat meresahkan," kata Cak Imin di hadapan belasan aktivis perempuan.
Cak Imin menuturkan, telah memerintahkan kadernya yang duduk di Komisi VIII DPR RI untuk terus mengawal RUU tersebut sampai selesai. Dan, melakukan pendekatan kepada teman-temen fraksi lain. "Posisi PKB saat ini adalah berupaya merangkul dan meyakinkan seluruh temen-teman fraksi di DPR RI. Terutama kepada fraksi-fraksi yang terlanjur gengsi supaya bisa mengesahkan RUU tersebut," ujarnya.
Cak Imin meyakini seluruh fraksi di DPR mahfum kalau RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sangat penting bagi para korban. RUU itu nantinya bakal membuka akses yang cukup bagi korban kekerasan seksual untuk mencari keadilan.
"Bagi PKB RUU ini penting untuk segera disahkan. Kita ingin subtansinya terlaksana. Tidak penting pencitraan, semua pihak harus dapat melihat bahwa bahaya kekerasan seksual di Tanah Air sangat menakutkan," ujarnya.
Sebelumnya, para aktivis perempuan tersebut mengapresiasi kerja dan perjuangan PKB dalam menggolkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari awal sampai akhir. Mereka pun meminta Cak Imin memerintahkan kader PKB di Komisi VIII yang saat ini memimpin panitia kerja (Panja) RUU Penghapusan Kekerasan Seksual untuk fokus mengesahkan RUU tersebut.
Mereka menyadari kalau nama RUU tersebut menguntungkan salah satu partai, dan saat ini tengah digodok untuk diganti namanya. Namun, yang terpenting dari semua itu ada tiga subtansi. Pertama, tindak pidananya yang harus jelas. Kedua, perlindungan kepada korban. Ketiga sanksi yang diberikan kepada pelaku.
(whb)