Ekonomi Syariah Belum Dikelola Optimal

Selasa, 27 Agustus 2019 - 08:30 WIB
Ekonomi Syariah Belum Dikelola Optimal
Ekonomi Syariah Belum Dikelola Optimal
A A A
Pernyataan "Indonesia sebagai negara dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia memiliki potensi besar untuk mengembangkan perekonomian Islam atau ekonomi syariah" bukan lagi hal baru. Namun, pernyataan itu menjadi bermakna ketika diucapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani ketika menerima kepercayaan sebagai ketua umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) untuk periode 2019-2023.

Dalam waktu empat tahun ke depan, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu bertekad menjadikan IAEI sebagai organisasi yang profesional dan berperan aktif dalam pembangunan ekonomi, terutama pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Untuk mewujudkan peran aktif IAEI sejumlah program nyata disiapkan meliputi pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM), peningkatan kapasitas riset, serta mendukung kebijakan yang menunjang perkembangan ekonomi syariah. Selanjutnya, menyinergikan antara akademisi, industri, otoritas dalam mengembangkan ekonomi syariah.

Selain itu, mendukung upaya membangun wajah Islam yang inklusif dan sejalan dengan semangat kebinekaan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun, Sri Mulyani sadar sepenuhnya bahwa program nyata tanpa dukungan para akademisi, pelaku bisnis, dan pengambil kebijakan sulit mencapai tujuan.

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah meluncurkan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (Meksi) 2019–2024, yang diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Yang diperkenalkan kepada publik sejak empat bulan lalu merekomendasikan empat langkah dan strategi utama. Pertama, penguatan halal value chain fokus pada sektor yang dinilai potensial dan berdaya saing tinggi. Kedua, penguatan sektor keuangan syariah dengan rencana induk yang sudah dituangkan dalam masterplan arsitektur keuangan syariah Indonesia.

Ketiga, penguatan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai penggerak utama halal value chain. Keempat, penguatan di bidang ekonomi digital utamanya perdagangan (e-commerce dan market place) dan keuangan (teknologi finansial) sehingga dapat mendorong dan mengakselerasi pencapaian strategis lainnya.

Sejauh mana potensi ekonomi syariah? Secara global, mengutip laporan dari The State Islamic Economy dinyatakan bahwa pengeluaran terkait makanan dan gaya halal dunia mencapai USD2,1 triliun dan diprediksi bakal tembus menjadi USD3 triliun pada 2023. Di sisi lain, pertambahan jumlah penduduk muslim di dunia terus meningkat yang mencapai 1,84 miliar dan terus meningkat hingga 27,5% dari total populasi dunia pada 2023.

Pertambahan populasi muslim dunia sudah pasti berdampak pada permintaan makanan halal, pariwisata halal, fashion muslim, dan farmasi halal. Karena itu, kunci membangun ekonomi syariah harus dibarengi dengan prkatik ekonomi riil, baik dalam bentuk penjualan barang maupun penyedia jasa syariah.

Sayangnya, tingginya permintaan produk halal di pasar internasional belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan dengan baik, padahal Indonesia memiliki potensi dan berpeluang menjadi pemain utama sebagai produsen produk halal di dunia. Meminjam istilah dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Indonesia belum masuk dalam peta negara pengekspor produk halal di dunia.

Sebaliknya, Indonesia malah tercatat lebih banyak mengimpor dari negara lain, seperti daging dan sejumlah makanan lainnya. Untuk membalik keadaan, tidak ada jalan selain membenahi secara menyeluruh baik di sektor keuangan syariah maupun industri halal, meliputi institusi, regulasi, hingga pelaku bisnis. Bersyukur pemerintah telah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).

Memang dibutuhkan langkah konkret untuk membuktikan pernyataan selama ini bahwa potensi ekonomi syariah sangat besar. Sekadar informasi, pangsa pasar ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia baru sekitar 8%. Indonesia tidak bisa dibandingkan lagi dengan Malaysia yang telah memaksimalkan potensi ekonomi dan keuangan syariah secara maksimal.

Bahkan, sejumlah negara seperti Australia telah tercatat sebagai negara pengekspor daging halal ke seluruh dunia, dan Thailand mencatatkan diri sebagai pengekspor makanan halal hingga bumbu masakan ke berbagai belahan dunia. Dan, China dikenal sebagai eksportir pakaian halal dunia.

Dengan berbagai terobosan, kita berharap Indonesia jangan hanya menjadi konsumen tetapi produsen produk halal dunia. Saatnya menghidupkan motor penggerak ekonomi berbasis halal, mulai makanan, fashion, hingga pariwisata. Tidak boleh lengah dan selalu dininabobokan sekadar sebuah pernyataan, "Indonesia sebagai negara dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia memiliki potensi besar untuk mengembangkan perekonomian Islam atau ekonomi syariah".
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5522 seconds (0.1#10.140)