Pesan Politik Pidato Kenegaraan Jokowi

Senin, 26 Agustus 2019 - 07:08 WIB
Pesan Politik Pidato Kenegaraan Jokowi
Pesan Politik Pidato Kenegaraan Jokowi
A A A
Adi PrayitnoDosen Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta dan

Direktur Eksekutif Parameter Politik

PIDATO Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sidang Tahunan MPR Jumat baru-baru ini menyiratkan sejumlah pesan politik penting. Jika diringkas sederhana, setidaknya ada empat narasi besar yang bisa dipetik. Pertama, politik gotong-royong. Jokowi menegaskan visi Indonesia maju akan mudah direalisasikan dengan kolaborasi antarberbagai elemen bangsa. Bukan hanya tanggung jawab eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, melainkan juga urusan semua pihak seperti partai politik, aktivis, LSM, dan seterusnya.

Sejak awal khitah politik bangsa ini penuh gotong-royong. Berbagai kemajuan telah dicapai berkat kerja sama antarpihak tanpa friksi politik yang saling menegasi. Pluralisme politik menjadi lem perekat utama kekuatan membangun Indonesia secara kolektif. Setelah pemilu usai, pemenang dan kompetitor bersekutu menyongsong arah baru perubahan Indonesia.




Kedua, gerak cepat merespons tantangan zaman. Jokowi tegas akan memimpin langsung membenahi birokrasi yang lambat dan tak efisien. Joseph La Palombara (ed) dalam Bureaucracy and Political Development (1967) menyebut birokrasi bukan semata organisasi administratif yang berfungsi menjalakan tata pemerintahan, namun juga diharapkan dapat mendorong proses demokratisasi dan pembangunan politik.




Ketiga, pemerataan pembangunan ekonomi. Wacana pemindahan ibu kota ke Kalimantan bukan sebatas memindahkan “benda mati” secara fisik, namun sebagai upaya melakukan pemerataan dan pembangunan ekonomi menyeluruh.

Opsi pindah ibu kota memang terkesan ambisius. Namun, sebagai ikhtiar layak diapresiasi untuk membangun Indonesia yang tak hanya Jawa sentris. Indonesia bukan hanya di belahan Barat bumi Nusantara. Indonesia juga ada di Timur dan Tengah pelosok penjuru Tanah Air.




Keempat, pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM). Narasi besar ini tampak hambar jika tak dijejakkan ke bumi. Konsep operasional membangun SDM dimulai dengan menekan angka stunting dan kematian ibu hamil. Bagaimana mungkin melahirkan kualitas SDM yang sehat jika bibit anak bangsa banyak yang tak bergizi.

Konsep lainnya ialah membangun pendidikan vokasi berbasis sumber daya lokal yang banyak digeluti rakyat seperti perkebunan, pertanian, dan nelayan. Di Madura misalnya sekolah vokasi mesti diupayakan meningkatkan produktivitas petani garam dan tembakau. Dua sektor andalan yang menjadi pertaruhan hidup mati rakyat Madura selama ini.

Sikap Optimistis

Visi Indonesia maju Jokowi sulit terwujud jika tak dibarengi optimisme yang membuncah. Sikap optimistis merujuk pada dorongan mental tak kenal lelah demi kemajuan anak bangsa. Dalam momentum spesial Jokowi selalu menyelipkan kalimat optimis dan pantang menyerah. Pada saat bersamaan sikap optimistis Jokowi dibarengi ketersediaan infrastruktur politik memadai. Saat ini Jokowi memiliki segalanya untuk menunaikan semua visi politiknya. Dukungan partai politik berlimpah, sokongan mayoritas parlemen, serta minimnya kelompok oposisi.

Berbeda dengan periode sebelumnya, Jokowi mengidap triple minoritas, yakni Jokowi relatif pendatang baru dalam blantika politik nasional, bukan ketua umum partai politik, dan minoritas di parlemen. Satu-satunya yang belum dimiliki Jokowi saat ini hanyalah posisi ketua umum partai politik. Meski begitu, hampir semua partai politik menyediakan altar merah mendukung Jokowi secara total.

Sikap optimistis didasarkan pada semangat revolusi mental jilid kedua Jokowi yang bergerak cepat merespons perkembangan dinamika zaman. Misalnya, memangkas alur birokrasi yang menghambat investasi, berorientasi melayani, dan penggunaan anggaran yang efisien.

Periode kedua adalah pertaruhan reputasi Jokowi di hadapan seluruh rakyat Indonesia. Dengan dukungan publik berlimpah, Jokowi sangat otoritatif melakukan apa pun demi tercapainya Indonesia makmur berkeadilan. Tak ada lagi alasan bagi Jokowi untuk tak menuntaskan semua pekerjaan rumah yang selama ini masih tersisa.

Revolusi mental yang kerap dinarasikan Jokowi akan diuji daya magisnya dalam konteks pembangunan ekonomi Indonesia, terutama akses terhadap pekerjaan, meningkatkan daya beli dan daya saing, jaminan kehidupan layak, hingga proteksi terhadap industri yang menjadi pusat aktivitas produksi rakyat. Revolusi mental sukses jika semua persoalan ekonomi berangsur membaik.

Meski begitu, bukan perkara mudah bagi Jokowi menuntaskan janji politiknya. Betul bahwa Jokowi punya segalanya. Tapi, dukungan berlimpah justru bisa menjadi batu sandungan bagi percepatan kinerja Jokowi. Korespondensinya bisa dilacak pada periode kedua SBY yang terlihat gagap, bahkan sangat hati-hati memutuskan perkara strategis karena overdosis dukungan.

Jika tak dikelola dengan bijak, keberlimpahan dukungan justru hanya menjadi sandera bagi Jokowi karena harus banyak berkompromi. Apalagi jika kubu oposisi jadi bergabung, itu akan semakin menyulitkan baginya mendesain pola relasi dalam koalisi tambun. Gejolak politiknya mulai terbaca dengan munculnya faksi “Gondangdia” dan “Teuku Umar” yang dalam banyak hal berbeda dalam pandangan politik.

Hambatan lain yang layak diwaspadai soal potensi terjadi perang saudara antarpartai politik pengusung. Kepastian Jokowi tak bisa maju pilpres pada 2024 menjadi amunisi yang potensial memicu konflik antarpendukung karena berebut dukungan rakyat sekalipun saling bertabrakan dengan sesama mitra koalisi. Gejolak insoliditas ini mulai terbaca pada efek perbedaan sikap politik.

Merealisasikan mimpi Indonesia maju memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak variabel penting yang mesti disiapkan sebagai instrumen penopang. Ke depan Jokowi harus “bertangan besi” tanpa kompromi dengan berbagai hal yang menghambat percepatan pembangunan. Rakyat percaya Jokowi bisa menjadi presiden orisinal tanpa beban politik apa pun untuk periode kedua yang akan datang.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6965 seconds (0.1#10.140)