Pendidikan vokasi dan Sumber Daya Insani Unggul

Minggu, 18 Agustus 2019 - 08:34 WIB
Pendidikan vokasi  dan Sumber Daya Insani Unggul
Pendidikan vokasi dan Sumber Daya Insani Unggul
A A A
Prof. Yonny Koesmaryono
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB)

TANPA terasa sudah 74 tahun usia kemerdekaan Indonesia. Jalan panjang telah kita lewati sebagai bangsa, merajut cita-cita perjuangan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di usia Republik yang tidak muda lagi ini, Indonesia tentu harus terus bergerak, menuju negara besar yang disegani dunia. Tugas yang tentunya, menjadi tanggung jawab kita bersama. Seluruh anak bangsa harus menjadi sumberdaya Insani Indonesia yang unggul. Terutama dalam menjawab tantangan perkembangan teknologi dan Inovasi yang sangat cepat.

Tugas untuk menghasilkan sumberdaya insani ini berada pada dunia pendidikan, tak terkecuali pendidikan tinggi. Dunia pendidikan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh tren dunia kerja. Pekerjaan yang saat ini mapan dan relevan belum tentu dimasa depan akan dibutuhkan lagi, begitu juga sebaliknya. Belum lagi dengan kenyataan bahwa hal-hal yang mudah untuk diajarkan dan diuji, menjadi mudah juga didigitalkan dan diotomatisasi. Hal ini menyebabkan dunia pendidikan harus mampu menciptakan lulusan dengan keterampilan yang dapat melengkapi kecerdasan buatan komputer, sehingga tetap bisa bersaing di era digitalisasi ini.

Pendidikan global saat ini pun mengalami pergeseran dengan adanya kesadaran untuk tidak sekedar mengutamakan jumlah lulusan, namun bagaimana proses pendidikan berkualitas mampu menghasilkan lulusan dengan kemampuan tinggi yang sesuai kebutuhan dunia kerja serta mampu mengoptimalkan minat dan bakatnya untuk memberikan impact yang besar bagi pembangunan ekonomi berbasis digital teknologi. Wajar bila tren pendidikan dunia juga mengarah pada upaya peningkatan lulusan tenaga kerja terampil dan yang aplikatif. Salah satu yang bisa menjawab tantangan ini adalah melalui pendidikan vokasi.

Pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang menunjang pada penguasaan keahlian terapan tertentu, meliputi program pendidikan diploma yang dapat setara dengan program pendidikan akademik strata 1 (sarjana terapan). Lulusan ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan industri yang semakin besar di masa depan. Namun tantangan terbesar pendidikan vokasi adalah tidak hanya menghasilkan lulusan yang mampu bekerja dengan penguasaan keahlian spesifik, tetapi juga memiliki kemampuan yang dapat beradaptasi dengan kemajuan teknologi untuk menghadapi Revolusi Industry 4.0 yang berbasis cyber-physical systems dan jaringan terintegrasi (internet of things) serta sistem cerdas (artificial inteligent) untuk menghasilkan inovasi.

Para lulusan pendidikan vokasi sepatutnya harus menjadi pekerja professional yang dengan keterampilan yang mumpuni dalam bidang keahliannya, memiliki rasa ingin tahu dan motivasi untuk terus belajar. Memahamiproses ilmiah dan memiliki kemampuan berpikir kreatif-inovatif akan sangat berguna dan membantu bekerja ketika berhadapan dengan masalah kompleks di berbagai dunia kerja. Para lulusan sekolah vokasi dirancang agar mampu untuk menemukan peran baru dan berkembang, serta memberikan solusi baru dari tantangan revolusi industri 4.0 yang semakin kompleks.

Jumlah perguruan tinggi vokasi di Indonesia saat ini masih belum sebanding dengan kebutuhan lulusan dengan keterampilan yang cakap untuk dapat langsung masuk ke dunia kerja. Data tahun 2019 menunjukkan, baru terdapat 296 perguruan tinggi vokasi (politeknik), dengan 165 di antaranya adalah swasta di Indonesia. Bandingkan dengan jumlah sekolah tinggi swasta yang mencapai 2.462 atau universitas swasta yang mencapai 528. Ini menunjukkan minat swasta membangun politeknik juga masih rendah dan perlu ditingkatkan. Merancang bangun pendidikan vokasi yang ada di politeknik maupun sekolah vokasi memang membutuhkan biaya yang lebih besar, maka dari itu diperlukan dukungan dan komitmen serius pemerintah, dukungan swasta serta dunia industry demi meningkatnya kualitas pendidikan vokasi Indonesia.

Arah pendidikan vokasi adalah keterampilan yang harus didapat melalui serangkaian praktik yang relevan, menggunakan infrastruktur pendidikan seperti laboratorium dan peralatan yang lengkap, menggunakan kurikulum berbasis kompetensi. Infrastrutur pendidikan inilah yang saat ini menjadi tantangan besar bagi banyak perguruan tinggi vokasi di Indonesia. Sebagian besar pendidikan vokasi di Indonesia belum memiliki sarana pendidikan dan latihan dalam bentuk laboratorium dan peralatan praktikum yang cukup untuk dapat membuat mahasiswa benar-benar terampil dalam bidang terapan khusus yang menjadi tujuannya.

Bahkan ada salah satu perguruan tinggi vokasi di pulau Sumatera, yang mahasiswa teknik komputernya belum pernah membuka komputer dalam dua tahun studinya. Hal ini terjadi karena keterbatasan laboratorium dan peralatan komputer yang ada. Belum lagi pada bidang-bidang lainnya, seperti teknik mesin dan pertanian yang tidak dapat melakukan pendalaman keterampilan, karena keterbatasan insfrastruktur pendidikan.

Wacana pemerintah untuk mendorong arah kebijakan untuk penguatan pendidikan vokasi, tentu harus ditunjukkan dengan revitalisasi pendidikan vokasi di Indonesia. Bisa dikatakan, selama ini pendidikan vokasi masih dianggap pendidikan kelas 2 di Indonesia. Dukungan penyediaan fasilitas pendidikannya juga belum optimal dan merata. Bisa jadi hal ini jugalah yang menimbulkan streotipe, bahwa mahasiswa vokasi merupakan kumpulan orang-orang yang tidak memenuhi standar masuk ke perguruan tinggi jenjang sarjana. Tentu ini tidak sepenuhnya benar, karena banyak juga siswa sekolah menengah atas atau sederajat dengan kemampuan baik, memang berkeinginan untuk masuk pendidikan vokasi dengan harapan dapat lulus dalam waktu singkat dan langsung bekerja dengan keterampilan yang dimiliki.

Ada banyak hal yang dapat dilakukan pemerintah saat ini, salah satu prioritas utama adalah memperkuat infrastruktur akademik di perguruan tinggi vokasi sama seperti perguruan tinggi non vokasi. Pemerintah harus dapat mendorong upaya perbaikan kurikulum vokasi secara menyeluruh sehingga link and match dengan pihak swasta atau industri. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak industri yang dapat melakukan investasi sumberdaya dengan membantu penyediaan infrstruktur pendidikan dan laboratorium, bahkan dapat menghadirkan para professional untuk menjadi pengajar luar biasa di perguruan tinggi vokasi. Hal lain yang perlu dilakukan adalah memfasilitasi pendidikan vokasi multi strata sesuai kebutuhan masyarakat (diploma 1 sampai diploma 4) termasuk master terapan dan doktor terapan.

Pemerintah juga perlu meningkatkan apresiasi terhadap para dosen perguruan tinggi vokasi melalui reward and punishment, serta dukungan fasilitas untuk lebih meningkatkan skill keterampilan agar dapat mengikuti perkembangan teknologi dan industri dimasa depan. Artinya para dosen harus dapat membaca arah perkembangan teknologi dan industri. Sehingga dapat memberikan pendidikan keterampilan dengan jenis dan metode yang tepat. Pemerintah juga perlu kembali memetakan arah perkembangan industri di masa depan untuk di-link-kan dengan distribusi sekolah vokasi (program magang) dan di-match-kan lulusannya dengan industri.
Pusat-pusat pengembangan industri strategis baru semestinya memilik atau berdekatan dengan perguruan tinggi vokasi sehingga link and match dapat dicapai dengan lebih optimal. Banyak bidang studi vokasi yang membutuhkan lulusan dengan keterampilan tinggi, seperti bidang kesehatan (perawat), teknologi informasi, pertanian, pengolahan pangan, serta bidang manufaktur sebagai basis industri untuk pembangunan ekonomi bangsa. Disinilah peran kunci peningkatan pendidikan vokasi dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Menjadi perguruan tinggi pencetak Sumber daya insani unggul, demi tercapainya kemajuan Indonesia Raya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9174 seconds (0.1#10.140)