DPR Nilai Ada Permasalahan Mendasar di RUU Pertanahan
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan yang mendapat penolakan banyak kalangan memperlihatkan adanya problem besar dalam pasal-pasal RUU tersebut.
Karena itu Presiden Joko Widodo (Jokowi), sebaiknya memerintahkan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar menghentikan pembahasan RUU Pertanahan.
Jika pembahasan diteruskan dan dipaksakan untuk disahkan, berpotensi menimbulkan persoalan besar menyangkut pertanahan, lahan, dan hutan, di Tanah Air. Permintaan tersebut disampaikan anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Gerindra, Darori Wonodipuro, Sabtu (17/8/2019).
Dirinya menyatakan, sebagai anggota Komisi IV DPR yang membidangi masalah pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup, RUU Pertanahan ini menjadi perhatian utamanya.
Selain kepada Presiden, Darori mengingatkan Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Jalil untuk menyadari potensi konflik agraria dan persoalan pertanahan/lahan yang sangat besar jika memaksakan untuk mengesahkan RUU ini.
"Semua ini demi kebaikan Pak Menteri, sebab saya sangat memahami pasal-pasal dalam RUU Pertanahan yang berpotensi menimbulkan masalah, karena saya pernah menjadi Dirjen di Departemen Kehutanan," ujar Darori yang pernah menjabat Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.
Menjawab pertanyaan bagaimana dengan sikap Fraksi Gerindra atas RUU Pertanahan ini, politisi Partai Gerindra ini menegaskan fraksinya jelas menolak jika RUU yang penuh masalah ini disahkan, apalagi periode DPR saat ini hampir selesai. "Jika dipaksakan, pasti akan kita tolak," tandasnya.
Diungkapkan Darori, seluruh fraksi di Komisi IV yang antara lain membidangi pertanian dan kehutanan ini menolak disahkan RUU Pertanahan. "Sebenarnya sikap DPR yang diperlihatkan seluruh fraksi di Komisi IV sudah sangat jelas, menolak pengesahan RUU Pertanahan dan mengusulkan agar dibahas ulang dengan kementerian/lembaga terkait," katanya.
"Jalan keluarnya, duduk bersama dan semua kementerian yang terkait; baik KLHK, ESDM, Pertanian, dan juga lembaga terkait serta pihak yang berkepentingan langsung dengan RUU Ini seperti APHI, pakar kehutanan dimintai pandangannya, dan tidak seperti sekarang ini hanya Kementeri ART/BPN saja yang proaktif," pungkasnya.
Karena itu Presiden Joko Widodo (Jokowi), sebaiknya memerintahkan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar menghentikan pembahasan RUU Pertanahan.
Jika pembahasan diteruskan dan dipaksakan untuk disahkan, berpotensi menimbulkan persoalan besar menyangkut pertanahan, lahan, dan hutan, di Tanah Air. Permintaan tersebut disampaikan anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Gerindra, Darori Wonodipuro, Sabtu (17/8/2019).
Dirinya menyatakan, sebagai anggota Komisi IV DPR yang membidangi masalah pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup, RUU Pertanahan ini menjadi perhatian utamanya.
Selain kepada Presiden, Darori mengingatkan Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Jalil untuk menyadari potensi konflik agraria dan persoalan pertanahan/lahan yang sangat besar jika memaksakan untuk mengesahkan RUU ini.
"Semua ini demi kebaikan Pak Menteri, sebab saya sangat memahami pasal-pasal dalam RUU Pertanahan yang berpotensi menimbulkan masalah, karena saya pernah menjadi Dirjen di Departemen Kehutanan," ujar Darori yang pernah menjabat Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.
Menjawab pertanyaan bagaimana dengan sikap Fraksi Gerindra atas RUU Pertanahan ini, politisi Partai Gerindra ini menegaskan fraksinya jelas menolak jika RUU yang penuh masalah ini disahkan, apalagi periode DPR saat ini hampir selesai. "Jika dipaksakan, pasti akan kita tolak," tandasnya.
Diungkapkan Darori, seluruh fraksi di Komisi IV yang antara lain membidangi pertanian dan kehutanan ini menolak disahkan RUU Pertanahan. "Sebenarnya sikap DPR yang diperlihatkan seluruh fraksi di Komisi IV sudah sangat jelas, menolak pengesahan RUU Pertanahan dan mengusulkan agar dibahas ulang dengan kementerian/lembaga terkait," katanya.
"Jalan keluarnya, duduk bersama dan semua kementerian yang terkait; baik KLHK, ESDM, Pertanian, dan juga lembaga terkait serta pihak yang berkepentingan langsung dengan RUU Ini seperti APHI, pakar kehutanan dimintai pandangannya, dan tidak seperti sekarang ini hanya Kementeri ART/BPN saja yang proaktif," pungkasnya.
(maf)