Setuju Wacana Amendemen UUD 45, Mahfud: Harus Lebih Konsisten

Rabu, 14 Agustus 2019 - 14:50 WIB
Setuju Wacana Amendemen UUD 45, Mahfud: Harus Lebih Konsisten
Setuju Wacana Amendemen UUD 45, Mahfud: Harus Lebih Konsisten
A A A
JAKARTA - Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Mahfud MD ikut berkomentar terkait wacana Amendemen UUD 1945 dengan menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

Menurut Mahfud, dari sudut pandang politik, Amendemen diserahkan kepada MPR sebagai pengambil keputusan politik yang mewadahi partai-partai politik. MPR, disebutnya boleh mengamendemen atau tidak mengamendemen.

"Apakah perlu atau tidak itu juga terserah karena konstitusi tidak ada yang baik, tidak ada yang jelek, tidak ada yang benar-salah," kata Mahfud usai menjadi narasumber pembekalan calon Staf dan Komando TNI dan Sespim Polri di Seskoal, Cipulir, Jakarta Selatan, Rabu (14/8/2019).

Sementara itu, kata Mahfud, ditinjau dari sudut hukum kontitusi, setiap amendemen yang diputuskan terikat sebagai bentuk kontitusi. Sehingga, ia mengingatkan bahwa setiap keputusan politik yang berkaitan dengan amendemen UUD yang diundangkan akan selalu diprotes untuk diamendemen kembali.

Mantan Ketua Mahkamah Kontitusi (MK) itu mengingatkan, amendemen UUD pernah dilakukan beberapa kali sejak tahun 45, 49, 50 hingga wacana amendemen yang muncul baru-baru ini.

"Mau diubah lagi. Nah ini kalo besok diubah ya hati-hati aja besok akan ada yang protes diubah lagi. Menurut saya (amendemen UUD) harus lebih konsisten," ujarnya

"Sebagai ahli hukum tata negara, menurut saya itu diubah boleh, tidak juga boleh. Bagaimana cara ubahnya, apa konsekuensinya itu bagian dari hukum tata negara," imbuhnya.

Menurut Mahfud, terhadap wacana mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, dirinya mengaku mengikuti proses pembahasan yang dilakukan oleh MPR yang dipimpin Zulkifli Hasan, Presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya. Dalam hal itu, semua fraksi partai di Parlemen setuju terhadap amendemen UUD tersebut.

Namun demikian, kata Mahfud, persetujuan itu lebih kepada amendemen terbatas yang meliputi harus ada GBHN dan menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

"Di luar itu tidak, misal soal pemilihan presiden, masa jabatan presiden, kedudukan DPD yang ingin ditingkatkan, KY yang tidak efektif itu tidak akan diutik-utik, jadi hanya 2 itu," tegas Mahfud.

"GBHN dibuat mengikat agar tidak terjadi tumpang tindih sehingga kalo menurut istilah GBHN itu adalah omnibus law, hukum yang berinduk pada satu pedoman sehingga daerah-daerah tidak boleh membuat aturan sendiri yang destruktif terhadap keberlangsungan hukum nasional kita," pungkasnya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6875 seconds (0.1#10.140)