KPK Tetapkan 4 Tersangka Baru Korupsi E-KTP, Ini Daftar Namanya
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan empat orang tersangka baru kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang mengungkapkan sejak beberapa waktu lalu KPK telah melakukan penyelidikan baru kasus korupsi e-KTP.
Pengusutan dilakukan setelah menerima laporan dan analisis dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta berdasarkan fakta-fakta persidangan dan pertimbangan putusan tujuh orang terpidana perkara korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau KTP elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Berdasarkan hasil penyelidikan, kemudian KPK melakukan gelar perkara (ekspose). Forum ekspose, lanjut Saut, memutuskan menaikkan penyelidikan ke penyidikan disertai dengan penetapan empat orang tersangka baru.
Keempatnya tersangka baru, yakni Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (sejak beberapa tahun lalu telah menjadi permanent residence di Singapura), mantan anggota Komisi II DPR sekaligus mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang juga mantan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, dan PNS sekaligus perekayasa pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknolog (BPPT) merangkap mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
"Proses-prosesnya hingga penetapan empat orang tersangka ini sudah dilalui, termasuk saat kami menerbitkan Sprindik (surat perintah dimulainya penyidikan). Tapi tanggal pastinya (Sprindik) saya lupa kapan. Jadi prosesnya kita jalani," tutur Saut saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Dia mengungkapkan, Tannos, Miryam, Isnu, dan Husni disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Saut menjelaskan, sebagaimana audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap proyek dengan nilai total lebih Rp5,9 triliun, terdapat kerugian negara lebih Rp2,3 triliun.
"Kasus korupsi KTP elektronik ini merupakan salah satu perkara dengan kerugian negara triliunan rupiah yang menjadi prioritas KPK. Ke depan tentu kami akan mengembangkan kepada pihak-pihak lain baik dari unsur DPR, kementerian, perusahaan, konsorsium, atau pihak swasta lainnya yang telah terungkap dalam fakta-fakta persidangan dan pertimbangan putusan," tuturnya.
Saut melanjutkan, hingga kini ada total 14 orang yang telah diproses KPK dalam kasus e-KTP, baik dalam perkara pokok yang berujung kerugian negara, menghalang-halangi penyidikan hingga proses persidangan atau obstraction of justice, dan pemberian keterangan palsu di tahap penyidikan hingga tahap persidangan. Sebagian besar yakni 13 orang telah menjadi terpidana.
Para terpidana dalam perkara pokok, yakni mantan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sekaligus mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan Plt Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto, Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma yang juga Direktur PT Murakabi Sejahtera Andi Agustinus alias Andi Narogong alias Asiong, Direktur Utama PT Quadra Solutions kurun 2012-2013 Anang Sugiana Sudihardjo, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (keponakan Setya Novanto yang juga mantan wakil sekretaris jenderal Partai Golkar sekaligus mantan direktur PT Murakabi Sejahtera dan mantan ketua Konsorsium Murakabi), dan pemilik OEM Investment Pte Ltd dan Delta Energy Pte Ltd sekaligus mantan komisaris PT Gunung Agung Made Oka Masagung.
Terpidana menghalangi penyidikan hingga proses persidangan, yakni advokat sekaligus pendiri dan Managing Patners kantor hukum Yunadi & Associates, Fredrich Yunadi dan mantan dokter spesialis Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH) Kombes Pol (purn) Bimanesh Sutarjo. Dalam delik pemberian keterangan palsu, ada terpidana Miryam S Haryani.
"Kami ingatkan agar semua pihak bersikap koperatif dalam proses hukum ini. Jika ada upaya menghambat proses hukum, maka terdapat resiko pidana sebagaimana diatur di Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor. Kami ingatkan juga agar saksi-saksi yang dipanggil bicara secara jujur karena jika terdapat keterangan bohong, terdapat ancaman pidana sebagaimana diatur di Pasal 22 UU Pemberantasan Tipikor," ucap Saut.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang mengungkapkan sejak beberapa waktu lalu KPK telah melakukan penyelidikan baru kasus korupsi e-KTP.
Pengusutan dilakukan setelah menerima laporan dan analisis dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta berdasarkan fakta-fakta persidangan dan pertimbangan putusan tujuh orang terpidana perkara korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau KTP elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Berdasarkan hasil penyelidikan, kemudian KPK melakukan gelar perkara (ekspose). Forum ekspose, lanjut Saut, memutuskan menaikkan penyelidikan ke penyidikan disertai dengan penetapan empat orang tersangka baru.
Keempatnya tersangka baru, yakni Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (sejak beberapa tahun lalu telah menjadi permanent residence di Singapura), mantan anggota Komisi II DPR sekaligus mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang juga mantan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, dan PNS sekaligus perekayasa pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknolog (BPPT) merangkap mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
"Proses-prosesnya hingga penetapan empat orang tersangka ini sudah dilalui, termasuk saat kami menerbitkan Sprindik (surat perintah dimulainya penyidikan). Tapi tanggal pastinya (Sprindik) saya lupa kapan. Jadi prosesnya kita jalani," tutur Saut saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Dia mengungkapkan, Tannos, Miryam, Isnu, dan Husni disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Saut menjelaskan, sebagaimana audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap proyek dengan nilai total lebih Rp5,9 triliun, terdapat kerugian negara lebih Rp2,3 triliun.
"Kasus korupsi KTP elektronik ini merupakan salah satu perkara dengan kerugian negara triliunan rupiah yang menjadi prioritas KPK. Ke depan tentu kami akan mengembangkan kepada pihak-pihak lain baik dari unsur DPR, kementerian, perusahaan, konsorsium, atau pihak swasta lainnya yang telah terungkap dalam fakta-fakta persidangan dan pertimbangan putusan," tuturnya.
Saut melanjutkan, hingga kini ada total 14 orang yang telah diproses KPK dalam kasus e-KTP, baik dalam perkara pokok yang berujung kerugian negara, menghalang-halangi penyidikan hingga proses persidangan atau obstraction of justice, dan pemberian keterangan palsu di tahap penyidikan hingga tahap persidangan. Sebagian besar yakni 13 orang telah menjadi terpidana.
Para terpidana dalam perkara pokok, yakni mantan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sekaligus mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan Plt Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto, Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma yang juga Direktur PT Murakabi Sejahtera Andi Agustinus alias Andi Narogong alias Asiong, Direktur Utama PT Quadra Solutions kurun 2012-2013 Anang Sugiana Sudihardjo, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (keponakan Setya Novanto yang juga mantan wakil sekretaris jenderal Partai Golkar sekaligus mantan direktur PT Murakabi Sejahtera dan mantan ketua Konsorsium Murakabi), dan pemilik OEM Investment Pte Ltd dan Delta Energy Pte Ltd sekaligus mantan komisaris PT Gunung Agung Made Oka Masagung.
Terpidana menghalangi penyidikan hingga proses persidangan, yakni advokat sekaligus pendiri dan Managing Patners kantor hukum Yunadi & Associates, Fredrich Yunadi dan mantan dokter spesialis Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH) Kombes Pol (purn) Bimanesh Sutarjo. Dalam delik pemberian keterangan palsu, ada terpidana Miryam S Haryani.
"Kami ingatkan agar semua pihak bersikap koperatif dalam proses hukum ini. Jika ada upaya menghambat proses hukum, maka terdapat resiko pidana sebagaimana diatur di Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor. Kami ingatkan juga agar saksi-saksi yang dipanggil bicara secara jujur karena jika terdapat keterangan bohong, terdapat ancaman pidana sebagaimana diatur di Pasal 22 UU Pemberantasan Tipikor," ucap Saut.
(dam)