Investasi dan Blackout
A
A
A
BAGI masyarakat di wilayah Jabodetabek, Banten, Jawa Barat, serta sebagian wilayah Jawa Tengah pasti sangat dibuat kesal dengan pemadaman total listrik pada Minggu (4/8) siang.
Aktivitas masyarakat banyak yang terganggu. Ketika internet sudah menjadi bagian hidup masyarakat, ternyata juga ikut terdampak. Transportasi massal berbasis listrik terhenti sementara.
Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencatat pelanggan terdampak pemadaman listrik akibat dari lepasnya jalur transmisi SUTET 500 kilovolt (kV) Ungaran-Pemalang yang jumlahnya mencapai 21,3 juta yang berada di wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan sebagian wilayah di Jawa Tengah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun marah.
Dia menganggap perusahaan sekelas PLN tidak mempunyai mitigasi risiko yang baik. Presiden Jokowi meminta hal ini tidak terulang. PLN saat ini masih menjadi sorotan banyak pihak karena peristiwa itu.
Seperti biasa, apa yang terjadi pada Minggu kemarin menjadi perbincangan hangat di media sosial. Tagar #matilampu menjadi trending topic dunia.
Media asing memberikan sorotan terhadap kejadian ini. Dampak yang begitu luas menjadi salah satu alasan mengapa media sosial dan media massa menempatkan ini menjadi ulasan utama.
Tidak hanya di Indonesia, dunia pun menyorotinya. Beberapa bahkan menyoroti transportasi massal primadona baru Indonesia, yaitu MRT. Gambar bagaimana para penumpang harus dievakuasi baik di rel elevated ataupun di bawah tanah ini menghiasi halaman atau laman media massa asing.
Indonesia menjadi sorotan dunia akibat peristiwa itu. Bukan sorotan yang positif. Dan, bukan berita yang menguntungkan buat Indonesia.
Apalagi jika dikaitkan dengan upaya pemerintah tengah menggenjot pertumbuhan investasi. Kenapa investasi menjadi penting? Karena investasi berkaitan kuat dengan infrastruktur Indonesia salah satunya pemenuhan kelistrikan.
Memang, untuk Jawa dan Bali, PLN telah surplus sekitar 30% untuk listrik. Namun, jaminan bahwa listrik tersebut terus mengalir sepertinya tidak.
Ketika dunia memberikan sorotan tentang apa yang terjadi di Minggu itu, lalu apakah Indonesia, khususnya DKI Jakarta dan Jawa Barat ataupun Banten, layak dijadikan tempat menanamkan modal? Jangankan pengusaha lokal atau penanaman modal dalam negeri (PMDN), investor asing pun akan memberikan pertimbangan yang lebih panjang melihat kondisi tersebut.
Jadi, wajar jika Presiden Jokowi marah dengan kejadian tersebut. Gencarnya pembangunan infrastruktur, pemerataan pembangunan wilayah Indonesia, dan reformasi birokrasi yang selalu digemborkan seolah menjadi percuma dengan kejadian tersebut.
Di setiap kunjungan ke luar negeri, Presiden dan menteri terkait selalu mempromosikan bahwa Indonesia tempat yang tepat untuk berinvestasi. Padahal, investasi adalah salah satu instrumen penting bagi pertumbuhan ekonomi.
Coba kita tengok betapa Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis konsumsi dan investasi meningkat pada semester kedua 2019. Sri Mulyani bahkan mengatakan, kondisi dalam negeri yang semakin positif akan memberikan dampak pada investasi.
Inflasi yang cukup baik dan stabilitas harga serta faktor The Fed menurunkan suku bunga membuat Sri Mulyani yakin investasi akan meningkat. Demikian pula dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kepala BKPM Thomas Lembong bahkan berani memprediksi investasi pada 2019 ini kembali double digit.
Dasarnya, realisasi investasi pada kuartal kedua 2019 mencapai Rp200,5 triliun atau naik 13,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp175,3 triliun. Pada kuartal pertama 2019 ada kenaikan sekitar 2,6%. Thomas semakin yakin dengan kondisi politik dalam negeri yang semakin stabil.
Lalu, akankah prediksi dan harapan tentang investasi dari pemerintah bisa tercapai jika berkaca pada peristiwa tersebut? Butuh upaya dari pemerintah untuk kembali meyakinkan calon investor bahwa pemerintah bisa menyelesaikan soal kelistrikan.
Tentu jaminan itu harus didukung dengan upaya PLN memperbaiki kinerja, terutama dalam mitigasi risiko. Bukan hanya mitigasi operasional, namun dalam segala aspek.
Peristiwa blackout kemarin memang memberikan pelajaran penting bagi bangsa ini bahwa untuk menjadi bangsa maju membutuhkan komitmen bersama yang sama kuat. Kemajuan bangsa tidak hanya bisa dibebankan kepada satu pihak.
Aktivitas masyarakat banyak yang terganggu. Ketika internet sudah menjadi bagian hidup masyarakat, ternyata juga ikut terdampak. Transportasi massal berbasis listrik terhenti sementara.
Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencatat pelanggan terdampak pemadaman listrik akibat dari lepasnya jalur transmisi SUTET 500 kilovolt (kV) Ungaran-Pemalang yang jumlahnya mencapai 21,3 juta yang berada di wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan sebagian wilayah di Jawa Tengah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun marah.
Dia menganggap perusahaan sekelas PLN tidak mempunyai mitigasi risiko yang baik. Presiden Jokowi meminta hal ini tidak terulang. PLN saat ini masih menjadi sorotan banyak pihak karena peristiwa itu.
Seperti biasa, apa yang terjadi pada Minggu kemarin menjadi perbincangan hangat di media sosial. Tagar #matilampu menjadi trending topic dunia.
Media asing memberikan sorotan terhadap kejadian ini. Dampak yang begitu luas menjadi salah satu alasan mengapa media sosial dan media massa menempatkan ini menjadi ulasan utama.
Tidak hanya di Indonesia, dunia pun menyorotinya. Beberapa bahkan menyoroti transportasi massal primadona baru Indonesia, yaitu MRT. Gambar bagaimana para penumpang harus dievakuasi baik di rel elevated ataupun di bawah tanah ini menghiasi halaman atau laman media massa asing.
Indonesia menjadi sorotan dunia akibat peristiwa itu. Bukan sorotan yang positif. Dan, bukan berita yang menguntungkan buat Indonesia.
Apalagi jika dikaitkan dengan upaya pemerintah tengah menggenjot pertumbuhan investasi. Kenapa investasi menjadi penting? Karena investasi berkaitan kuat dengan infrastruktur Indonesia salah satunya pemenuhan kelistrikan.
Memang, untuk Jawa dan Bali, PLN telah surplus sekitar 30% untuk listrik. Namun, jaminan bahwa listrik tersebut terus mengalir sepertinya tidak.
Ketika dunia memberikan sorotan tentang apa yang terjadi di Minggu itu, lalu apakah Indonesia, khususnya DKI Jakarta dan Jawa Barat ataupun Banten, layak dijadikan tempat menanamkan modal? Jangankan pengusaha lokal atau penanaman modal dalam negeri (PMDN), investor asing pun akan memberikan pertimbangan yang lebih panjang melihat kondisi tersebut.
Jadi, wajar jika Presiden Jokowi marah dengan kejadian tersebut. Gencarnya pembangunan infrastruktur, pemerataan pembangunan wilayah Indonesia, dan reformasi birokrasi yang selalu digemborkan seolah menjadi percuma dengan kejadian tersebut.
Di setiap kunjungan ke luar negeri, Presiden dan menteri terkait selalu mempromosikan bahwa Indonesia tempat yang tepat untuk berinvestasi. Padahal, investasi adalah salah satu instrumen penting bagi pertumbuhan ekonomi.
Coba kita tengok betapa Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis konsumsi dan investasi meningkat pada semester kedua 2019. Sri Mulyani bahkan mengatakan, kondisi dalam negeri yang semakin positif akan memberikan dampak pada investasi.
Inflasi yang cukup baik dan stabilitas harga serta faktor The Fed menurunkan suku bunga membuat Sri Mulyani yakin investasi akan meningkat. Demikian pula dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kepala BKPM Thomas Lembong bahkan berani memprediksi investasi pada 2019 ini kembali double digit.
Dasarnya, realisasi investasi pada kuartal kedua 2019 mencapai Rp200,5 triliun atau naik 13,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp175,3 triliun. Pada kuartal pertama 2019 ada kenaikan sekitar 2,6%. Thomas semakin yakin dengan kondisi politik dalam negeri yang semakin stabil.
Lalu, akankah prediksi dan harapan tentang investasi dari pemerintah bisa tercapai jika berkaca pada peristiwa tersebut? Butuh upaya dari pemerintah untuk kembali meyakinkan calon investor bahwa pemerintah bisa menyelesaikan soal kelistrikan.
Tentu jaminan itu harus didukung dengan upaya PLN memperbaiki kinerja, terutama dalam mitigasi risiko. Bukan hanya mitigasi operasional, namun dalam segala aspek.
Peristiwa blackout kemarin memang memberikan pelajaran penting bagi bangsa ini bahwa untuk menjadi bangsa maju membutuhkan komitmen bersama yang sama kuat. Kemajuan bangsa tidak hanya bisa dibebankan kepada satu pihak.
(shf)