Ibadah Haji dan Jihad Melawan Hawa Nafsu

Senin, 05 Agustus 2019 - 17:02 WIB
Ibadah Haji dan Jihad...
Ibadah Haji dan Jihad Melawan Hawa Nafsu
A A A
JAKARTA - Semangat berhaji masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun semakin tinggi. Itu terlihat dari meningkatnya daftar tunggu jamaah haji Indonesia setiap tahunnya.

Menunaikan rukun Islam ke lima ini adalah menyempurnakan ibadah lainnya semata karena Allah SWT.

Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Entrepreneur Kiai Demak Purwakarta, Prof Dr KH Ahmad Syafii Mufid mengatakan, ibadah haji adalah puncak dari pelaksanaan rukun Islam, mulai dari syahadad, salat, puasa, zakat dan haji.

Menurut dia, hal tersebut karena ibadah haji memiliki Lex Specialisnya, yakni kalimat Manistata’a ilaihi Sabila yang artinya bagi mereka yang mampu (istithaah) untuk menempuh jalan pemberangkatan haji.

“Di situlah mulai diwajibkannya umat Islam untuk berhaji. Karena kata Istithaah dimaknai sebagai kemampuan melaksanakan ibadah haji secara fisik, mental dan perbekalan. Istithaah dimaknai sebagai kemampuan untuk bisa sampai ke tempat tujuan, yaitu Tanah Suci dalam perjalanannya. Selain itu Istithaah itu juga bermakna kemampuan orang untuk melaksanakan ibadah haji karena badannya sehat dan kuat. Kalau tidak memiliki kemampuan itu tidaklah untuk wajib haji,” tutur Ahmad Syafii di Jakarta, Jumat 2 Agustus 2019.

Dia memaparkan, secara Khattiyah, untuk melakukan ibadah Haji diperlukan sebuah usaha yang sungguh-sunggu. Karena secara Ma’nawiyah, orang yang memiliki uang banyak belum tentu rela mengeluarkan uang untuk berangkat haji.

“Maka dari itu usaha yang sungguh-sungguh yang semacam itu bisa kita masukkan dalam kategori jihad untuk melawan hawa nafsu sejak berniat menggunakan pakaian ikhram. Secara singkat ibadah haji itu memiliki makna jihad bagi para pelakunya yang mana dia berangkat menunaikan ibadah haji itu berjihad untuk melawan hawa nafsunya yang mana mau mengeluarkan uangnya, mau menggunakan waktunya untuk ibadah haji. Nah itu jihad,” kata Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta ini.

Selain itu, kata dia, dalam budaya masyarakat Nusantara juga melahirkan berbagai macam upacara, salah satu upacara yang paling populer adalah Walimatul Hajj atau Walimatul Safar untuk menghormati orang yang ingin berangkat haji.

“Hal ini karena kita semua tidak ada yang tahu apakah calon-calon haji ini bisa kembali lagi ke Tanah Air atau ke keluarganya dalam keadaan sehat wal afiat selamat atau tidak. Tentunya haji itu adalah sebuah perjuangan luar biasa dan itulah seringkali warga masyarakat kita memaknai haji ini sebagai jihad yang luar biasa,” tutur Direktur Indonesia Institute for Society Empowerment (INSEP) ini.

Mufid juga mengatakan, ibadah haji juga bisa dikatakan sebagai momentum untuk membangun perdamaian antarsesama umat. Karena syariat Islam juga mengajarkan hal-hal sangat humanitis, manusiawi dalam membangun persatuan dan kesatuan.

Hal tersebut dimulai dari salat berjamaah yang dilakukan di masjid kecil atau musala untuk membangun kejamaahan pada tingkat kampung atau RT/RW yang bersifat lokal yang dilakukan setiap lima waktu.

“Kemudian dalam seminggu sekali kita diwajibkan dalam sebuah desa atau dalam sebuah permukiman untuk datang bersama-sama seluruh warga di kampung atau di lingkungan tertentu itu dalam satu event yang disebut dengan melaksanakan salat Jumat berjamaah,” tuturnya.

Kemudian lebih besar lagi, menurut dia, ketika perayaan Hari Raya Idul Adha dan Idul Fitri. Ketika itu orang-orang berkumpul untuk melaksanakan salat yang lebih luas lagi. Tidak hanya dalam satu masjid, tetapi dari banyak masjid yang kemudian bergabung menjadi satu untuk melaksanakan salat Id di masjid besar, masjid agung atau masjid raya bahkan di Indonesia ada masjid nasional seperti di Masjid Istiqlal.

“Lalu untuk seumur hidup orang datang dari berbagai macam penjuru dunia termasuk dari Timur Tengah sendiri dari berbagai macam etnis dan ras serta berbagai macam Madhab ke suatu tempat yang tidak berjauhan, yaitu di sekitar Mekkah yaitu Arafah, Mina, Masjidil Haram plus ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW di Madinah. Itulah Persatuan Islam yang terjadi yaitu ibadah haji dan itulah yang disebut Muktamar Muslimin dari seluruh dunia dalam rangka membangun kebersamaan,” tuturnya.

Dirinya merujuk kepada pernyataan seorang wartawan senior yaitu almarhum Rosihan Anwar yang menulis bahwa para Perintis Kemerdekaan, para pejuang dan yang mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia itu adalah para Haji, seperti Soekarno, Hatta, Oemar Said Tjokroaminoto, Ahmad Dahlan, Hasyim Ashari dan para penerusnya yang semuanya adalah para Haji.

“Mereka para haji ini secara ikhlas membangun bangsa dan juga membangun peradaban rakyat secara terus menerus termasuk mengajarkan Islam di kampung-kampung. Negara ini bisa merdeka adalah salah satu sumbangan yang terbesar dari para Haji tersebut yang tertulis dengan baik dalam sejarah Republik Indonesia,” tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1023 seconds (0.1#10.140)