Investor Tergoda Startup Indonesia

Sabtu, 03 Agustus 2019 - 08:00 WIB
Investor Tergoda Startup...
Investor Tergoda Startup Indonesia
A A A
REALISASI penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencatatkan pertumbuhan sepanjang semester pertama tahun ini. Sayangnya arus investasi belum menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membeberkan realisasi investasi masih terpusat di Pulau Jawa.Berdasar Publikasi terbaru dari BKPM terungkap realisasi investasi tumbuh sebesar 9,4% dari Rp361,6 triliun menjadi Rp395,6 triliun sepanjang Januari hingga Juni 2019. Selain realisasi investasi bertumbuh, belakangan ini arus modal PMA terlihat mulai berubah arah seperti sejumlah investor Jepang yang serius melirik pada perusahaan rintisan atau startup.
Lebih terperinci, realisasi investasi PMDN sebesar Rp182,8 triliun atau melonjak sekitar 16,4% diikuti realisasi investasi PMA sebesar Rp212,8 triliun atau naik sekitar 4,0% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Alokasi investasi didominasi di Pulau Jawa sebesar Rp177,5 triliun atau mencapai sekitar 44,9%.

Idealnya porsi realisasi investasi sudah saatnya tidak terkonsentrasi lagi di Pulau Jawa. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal ini BKPM agar investor tertarik ke luar Pulau Jawa sebagaimana dicontohkan Kepala BKPM Thomas Lembong seperti investasi untuk smelter nikel di Morowali, Sulawesi Tengah dan di Weda Bay, Maluku Utara. Di sektor pariwisata, sebanyak 10 Bali baru dikembangkan dan 4 di antaranya menjadi superprioritas lokasinya di luar Pulau Jawa.

Siapa saja PMA yang menanamkan modal di Indonesia? Berdasarkan rilis terbaru BKPM, terdapat 10 negara dengan investasi terbesar. Urutan pertama diduduki Singapura sebesar USD3,4 miliar, lalu Jepang dan Tiongkok masing-masing sebesar USD2,3 miliar, Hong Kong sebesar USD1,3 miliar, Malaysia USD1 miliar, Belanda sebesar USD738 dan Amerika Serikat sebesar USD631,7 juta. Selanjutnya Korea Selatan sebesar USD544,4 juta, Kepulauan Virgin USD385,4 juta, dan Thailand USD262,2 juta.

Peningkatan realisasi investasi tersebut dinilai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution sebagai pencapaian yang cukup baik. Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu mengklaim peningkatan realisasi investasi tersebut berkat paket kebijakan yang diterbitkan pemerintah telah memberikan dampak positif.

Meski investasi yang mengucur dari Singapura masih berada di level pertama, sebenarnya hal itu telah mengalami penurunan sebesar 45,7%. Sepanjang semester I/2019, Singapura membenamkan dana investasi sebesar USD3,4 miliar. Bandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai USD5 miliar.
Sementara realisasi investasi dari Jepang mengalami stagnasi pada angka USD2,4 miliar. Meski demikian pihak BKPM menilai secara perlahan kepercayaan untuk berinvestasi mulai tumbuh menyusul mulai meredanya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Adapun situasi internal semakin kondusif yang diiringi laju inflasi yang masih terkendali. Namun masih tetap ada catatan yang menjadi sorotan adalah penguasaan proyek infrastruktur yang terkonsentrasi pada perusahaan pelat merah. Sejumlah pengamat ekonomi mengkhawatirkan kondisi tersebut membuat investor baik dalam negeri maupun luar negeri sulit kebagian proyek infrastruktur.

Terlepas dari kenaikan realisasi investasi di Indonesia, yang menarik dicermati adalah berubahnya arah sasaran investasi, terutama investor yang berasal dari Jepang. Pendanaan asal Negeri Matahari Terbit itu mulai menyasar perusahaan rintisan atau startup. Tengok saja, Sofbank menyalurkan modal lewat Grab atau Mitsubishi yang menyuntikkan dana ke Go-Jek.

Kedua perusahaan raksasa tersebut berani melepas sahamnya hingga triliunan rupiah. Kabarnya Sofbank dan Mitsubishi lebih tergoda membiayai startup karena daya tarik sektor automotif belakangan ini sedikit meredup. Padahal, membiayai perusahaan rintisan bisa diibaratkan membakar uang, namun para investor asal negeri Samurai itu meyakini perusahaan rintisan di Indonesia berpotensi besar. Fakta menunjukkan negeri berpenduduk 265 juta jiwa itu telah memiliki empat startup pada level unicorn.

Harapan pemerintah terhadap investor baik PMA maupun PMDN begitu besar untuk membangun negeri ini. Pemerintah sadar sepenuhnya dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak cukup untuk membuat roda pertumbuhan ekonomi berputar kencang.

Berbagai insentif pun dijanjikan untuk para investor guna menanamkan modal. Insentif itu penting, tetapi pemerintah juga harus pandai-pandai membaca kecenderungan para pemilik modal seperti berani menggelontorkan dana pada startup. Artinya regulasi yang bersahabat terhadap startup harus menjadi perhatian khusus.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8403 seconds (0.1#10.140)