Jokowi Dinilai Butuh Menteri Punya Visi dan Pemberani

Kamis, 01 Agustus 2019 - 20:46 WIB
Jokowi Dinilai Butuh...
Jokowi Dinilai Butuh Menteri Punya Visi dan Pemberani
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya Visi Indonesia di Sentul, Jawa Barat, belum lama ini mengatakan membutuhkan sosok menteri yang berani untuk mendukung keinginannya melakukan reformasi birokrasi menuju Indonesia maju. Salah satunya di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Komisaris PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Defy Indiyanto Budiarto mengatakan, setidaknya ada tiga poin penting yang harus ada dalam sosok pemimpin BUMN ke depan. Pertama, BUMN harus dipimpin oleh orang yang memiliki visi membangun bangsa, memiliki keberanian dalam bertindak, pekerja keras, jujur, dan tidak hanya mementingkan pencitraan.

"Sosok pemimpin yang berani ini penting, apa pun konsekuensinya. Seorang pemimpin BUMN tidak bisa kebijakan yang diambilnya menyenangkan semua orang," ujar Defy dalam Dialog Publik bertema Masa Depan BUMN Periode Kedua Pemerintahan Jokowi di Jakarta, Kamis (1/8/2019).

Hal kedua yang ditekankan Defy yakni anggaran BUMN harus dikelola sesuai arah misi BUMN, harus produksif sehingga berdaya guna. Di sisi lain, harus tersedia dana corporate social responsibility (CSR) untuk seluruh lapisan masyarakat.

"Dana CSR BUMN tidak boleh hanya dinikmati segelintir orang karena dananya sangat besar," katanya.

Hal ketiga, kata dia, BUMN harus dikelola dengan menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara objektif dan profesional. "Tiga hal itu harus dilakukan untuk pengelolaan BUMN ke depan," katanya.

Apakah kepemimpinan Rini Soemarno sekarang masih tergolong kurang berani? Defy menekankan bahwa Menteri BUMN sekarang sudah cukup berani, dan sesuai dengan yang diinginkan Jokowi.

"Jokowi menginginkan menteri harus berani ambil keputusan, berani ambil tindakan meskipun keputusan yang diambil itu tidak menyenangkan banyak pihak. Dia harus berani dan jujur," katanya.

Menurut Defy, selama era kepemimpinan Jokowi lima tahun terakhir, kondisi BUMN sudah jauh lebih baik. Sejumlah BUMN yang semula masuk kategori "pelat merah" atau merugi, kini tidak lagi merugi.

"Sekarang tinggal delapan atau enam BUMN yang bermasalah, dan itu memang tidak bisa dilakukan dalam lima tahun saja. Itu semua berkat tangan dingin Bu Rini Sumarno dengan Presiden Jokowi yang sudah mengubah BUMN lebih baik," katanya.

Apalagi, kata Defy, ke depan BUMN akan dibuat menjadi super holding yang akan diisi oleh para profesional, dan yang mengawasi juga profesional, bukan birokrasi. Karena itu, dibutuhkan sosok pemimpin yang berani.

Mengenai adanya anggapan sejumlah pihak bahwa BUMN kerap dijadikan sebagai "sapi perahan" serta banyak pejabat titipan dari partai politik (parpol), Defy yang menjadi komisaris BUMN termuda se-Indonesia ini mengatakan tidak semua orang dari parpol bukan profesional.

"Banyak juga orang parpol itu profesional. Seperti yang dikatakan Jokowi, parpol itu bisa profesional pada saat dia bisa menempatkan diri pada posisinya. Jadi misalnya dari parpol manakala sudah masuk ke BUMN, dirinya harus berubah menjadi profesional, bukan orang partai lagi. Dia akan bekerja profesional. Misalnya relawan ditempatkan di situ, ya harus profesional. Badan dia bukan relawan lagi, tapi dia profesional," tuturnya.

"Jangan sampai BUMN jadi sapi perah, itu makanya harus dicegah sama-sama. Itu memang hanya oknum-oknum dan kita harus berani melawan bahwa BUMN itu perusahaan milik negara maka harus kita selamatkan," lanjutnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi INDEF Bhima Yudhistira mengatakan, dalam penyusunan kabinet ke depan Jokowi mengalami banyak tantangan. Dia mencontohkan saat ini yang berharap duduk di kabinet tidak hanya dari parpol koalisi, tapi juga dari oposisi.

"Ada yang minta jatah 10, 11, ada dua, dan empat. Ini baru bagi-bagi jatah menteri, belum jatah komisaris," katanya.

Namun, Bhima menekankan agar dalam kabinet mendatang, untuk pos-pos kementerian di bidang ekonomi dan pos-pos strategis lainnya, Jokowi harus berani menempatkan menteri dari kalangan profesional.

"Kalau untuk menteri-menteri nonekonomi silakah kasih ke parpol, tapi khusus menteri ekonomi dan BUMN, harus datang dari profesional. Datang dari birokrat yang memahami masalah ekonomi. Jangan terlalu banyak dari parpol nanti jadi "sapi perah", rusak BUMN," katanya.

Bhima menekaskan, pengelolaan BUMN ke depan harus mempertimbangkan keberlangsungan masa depan bangsa. "Jangan sampai generasi muda ke depan cuma dapat ampasnya. Kita ingin BUMN bisa dinikmati generasi yang akan datang," katanya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0930 seconds (0.1#10.140)