GBHN Diperlukan sebagai Alat Ukur Keberhasilan Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Jelang berakhirnya keanggotaan MPR periode 2014-2019 pada Oktober mendatang, wacana amandemen terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 muncul. Salah satu isu yang menarik yakni perlu tidaknya menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Anggota Fraksi PAN MPR, Ali Taher Parasong mendukung rencana pelaksanaan amandemen terhadap UUD 1945 yang salah satu agendanya mengembalikan GBHN ke dalam konstitusi.
Dengan begitu, diharapkan dapat menjadi alat ukur keberhasilan pembangunan yang dijalankan pemerintah. ”Tidak seperti sekarang, pemerintah melakukan pembangunan hanya berdasarkan visi dan misi saat kampanye,” ujar Ali Taher saat diskusi Empat Pilar MPR bertema tema "Rekomendasi Amandemen (Konstitusi) Terbatas Untuk Haluan Negara” di Ruang Media Center MPR/DPR/DPD, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 29 Juli 2019.
Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Jakarta, Emrus Sihombing mengatakan, sebaiknya bangsa Indonesia kembali kepada model GBHN. Hanya saja, GBHN itu hanya mencantumkan gari-garis besar pembangunan, tidak termasuk masalah teknis agar tidak membatasi kreativitas dan managerial Presiden.
“Saya terus terang berpendapat bahwa GBHN itu diperlukan tetapi jangan lupa bahwa GBHN yang saya garis bawahi adalah kata besar, jadi bukan sampai garis-garis operasional atau garis-garis kecil. Jangan sampai mengatur sampai detail tetapi sebagai garis-garis besar boleh supaya ada panduan bagi pemerintahan,” tuturnya.
Mengenai perlu tidaknya amandemen terbatas UUD 1945, Emrus mengatakan perubahan yang dilakukan lebih baik mengkaji tentang beberapa tahapan amandemen yang sudah dilakukan.
Anggota Fraksi PAN MPR, Ali Taher Parasong mendukung rencana pelaksanaan amandemen terhadap UUD 1945 yang salah satu agendanya mengembalikan GBHN ke dalam konstitusi.
Dengan begitu, diharapkan dapat menjadi alat ukur keberhasilan pembangunan yang dijalankan pemerintah. ”Tidak seperti sekarang, pemerintah melakukan pembangunan hanya berdasarkan visi dan misi saat kampanye,” ujar Ali Taher saat diskusi Empat Pilar MPR bertema tema "Rekomendasi Amandemen (Konstitusi) Terbatas Untuk Haluan Negara” di Ruang Media Center MPR/DPR/DPD, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 29 Juli 2019.
Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Jakarta, Emrus Sihombing mengatakan, sebaiknya bangsa Indonesia kembali kepada model GBHN. Hanya saja, GBHN itu hanya mencantumkan gari-garis besar pembangunan, tidak termasuk masalah teknis agar tidak membatasi kreativitas dan managerial Presiden.
“Saya terus terang berpendapat bahwa GBHN itu diperlukan tetapi jangan lupa bahwa GBHN yang saya garis bawahi adalah kata besar, jadi bukan sampai garis-garis operasional atau garis-garis kecil. Jangan sampai mengatur sampai detail tetapi sebagai garis-garis besar boleh supaya ada panduan bagi pemerintahan,” tuturnya.
Mengenai perlu tidaknya amandemen terbatas UUD 1945, Emrus mengatakan perubahan yang dilakukan lebih baik mengkaji tentang beberapa tahapan amandemen yang sudah dilakukan.
(cip)