Enam Syarat Parpol 02 Masuk Koalisi Pendukung Jokowi-Ma'ruf
A
A
A
JAKARTA - Tiga partai politik (parpol) pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, yakni Gerindra, PAN, dan Partai Demokrat hingga kini belum memutuskan bergabung ke Koalisi Indonesia Kerja (KIK) pendukung pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin.
Hingga kini, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sudah tegas menyatakan akan mengambil peran sebagai partai oposisi. Sebagaimana pernyataan Wakil Ketua Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi yang menyebutkan bahwa partainya akan menjadi oposisi yang bermartabat.
”Oposisi bermartabat adalah sikap yang mewakili kepentingan rakyat untuk sejahtera dan adil. Bukan mewakili kelompok sendiri yang asal berbeda,” ujar Aboe Bakar, Kamis 25 Juli 2019.
Sementara Gerindra, PAN, dan Demokrat justru menunjukkan gelagat untuk bergabung ke KIK. Pertemuan khusus para elite ketiga parpol tersebut yakni Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Presiden Jokowi di waktu yang berbeda, dimaknai sejumlah kalangan sebagai awal pembuka bakal bergabung ke KIK.
Namun, potensi bergabungnya Parpol 02 ke kubu 01 ternyata membuat parpol 01 tidak nyaman. Bahkan, jika Parpol 02 ingin merapat ke KIK, ada sejumlah syarat wajib yang harus dipenuhi.
Ketua DPP PKB Lukman Edy mengatakan, setidaknya ada enam syarat hang harus dipenuhi partai politik pendukung Prabowo-Sandi jika ingin bergabung ke kubu pemerintah.
Pertama, tidak mengulang kembali narasi-narasi yang berbau fitnah yang tidak didukung data yang faktual.
"Kedua, menyatakan komitmen untuk tidak menggunakan politik identitas dalam membangun demokrasi kita," katanya, Jumat (26/7/2019).
Hal ketiga yang ditekankan Lukman Edy, yakni tidak memberikan tempat kepada kekuatan intoleransi dan radikal, sekaligus menyatakan ikut bertanggung jawab mengikis semua potensi intoleransi dan radikalisme.
Keempat, bersedia menjalankan semua visi dan misi "Indonesia Maju" tanpa syarat.
Poin berikutnya atau yang kelima, yakni harus memiliki komitmen soliditas selama 5 tahun pemerintahan ke depan.
Poin terakhir atau keenam, yakni menertibkan semua pendukung yang belum "move on" menghadapi kenyataan kemenangan Jokowi dan Makruf Amin dalam Pilpres 2019.
Dikatakan mantan Menteri Percepatan Daerah Tertinggal (PDT) ini, kalau niat membangun koalisi hanya berdasar kepada kepentingan pragmatis, bukan hanya PKB yang menolak tetapi masyarakat juga akan sinis.
Model "koalisi plus- plus" seperti yang disampaikan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, kata Lukman Edy, sebenarnya tidak menjadi persoalan, namun niat koalisi harus ditunjukkan dengan bukti.
"Koalisi plus-plus sih oke-oke saja, tetapi bagi temen-teman dari partai pendukung 02 harus menunjukkan bukti terlebih dahulu niat baik mereka untuk membangun kebersamaan, supaya tidak terkesan hanya dagang sapi berharap pembagian kursi kekuasaan," tutur Wakil Direktur Saksi TKN Jokowi-KH Ma'ruf Amin ini.
Hingga kini, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sudah tegas menyatakan akan mengambil peran sebagai partai oposisi. Sebagaimana pernyataan Wakil Ketua Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi yang menyebutkan bahwa partainya akan menjadi oposisi yang bermartabat.
”Oposisi bermartabat adalah sikap yang mewakili kepentingan rakyat untuk sejahtera dan adil. Bukan mewakili kelompok sendiri yang asal berbeda,” ujar Aboe Bakar, Kamis 25 Juli 2019.
Sementara Gerindra, PAN, dan Demokrat justru menunjukkan gelagat untuk bergabung ke KIK. Pertemuan khusus para elite ketiga parpol tersebut yakni Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Presiden Jokowi di waktu yang berbeda, dimaknai sejumlah kalangan sebagai awal pembuka bakal bergabung ke KIK.
Namun, potensi bergabungnya Parpol 02 ke kubu 01 ternyata membuat parpol 01 tidak nyaman. Bahkan, jika Parpol 02 ingin merapat ke KIK, ada sejumlah syarat wajib yang harus dipenuhi.
Ketua DPP PKB Lukman Edy mengatakan, setidaknya ada enam syarat hang harus dipenuhi partai politik pendukung Prabowo-Sandi jika ingin bergabung ke kubu pemerintah.
Pertama, tidak mengulang kembali narasi-narasi yang berbau fitnah yang tidak didukung data yang faktual.
"Kedua, menyatakan komitmen untuk tidak menggunakan politik identitas dalam membangun demokrasi kita," katanya, Jumat (26/7/2019).
Hal ketiga yang ditekankan Lukman Edy, yakni tidak memberikan tempat kepada kekuatan intoleransi dan radikal, sekaligus menyatakan ikut bertanggung jawab mengikis semua potensi intoleransi dan radikalisme.
Keempat, bersedia menjalankan semua visi dan misi "Indonesia Maju" tanpa syarat.
Poin berikutnya atau yang kelima, yakni harus memiliki komitmen soliditas selama 5 tahun pemerintahan ke depan.
Poin terakhir atau keenam, yakni menertibkan semua pendukung yang belum "move on" menghadapi kenyataan kemenangan Jokowi dan Makruf Amin dalam Pilpres 2019.
Dikatakan mantan Menteri Percepatan Daerah Tertinggal (PDT) ini, kalau niat membangun koalisi hanya berdasar kepada kepentingan pragmatis, bukan hanya PKB yang menolak tetapi masyarakat juga akan sinis.
Model "koalisi plus- plus" seperti yang disampaikan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, kata Lukman Edy, sebenarnya tidak menjadi persoalan, namun niat koalisi harus ditunjukkan dengan bukti.
"Koalisi plus-plus sih oke-oke saja, tetapi bagi temen-teman dari partai pendukung 02 harus menunjukkan bukti terlebih dahulu niat baik mereka untuk membangun kebersamaan, supaya tidak terkesan hanya dagang sapi berharap pembagian kursi kekuasaan," tutur Wakil Direktur Saksi TKN Jokowi-KH Ma'ruf Amin ini.
(dam)