DPR Dukung Pemerintah Pangkas Kementerian dan Lembaga Tak Efektif
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan, DPR mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reformasi total birokrasi serta memangkas lembaga nonstruktural yang tidak efektif.
Hal itu dikatakan Bamsoet seusai bertemu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Syafruddin, di Ruang Kerja Ketua DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Selain itu menurut Bamsoet, ke depan setiap kelahiran sebuah undang-undang tidak harus diikuti pembentukan lembaga non struktural baru.
"Di paruh pertama periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, DPR RI dan pemerintah telah mereformasi 23 lembaga negara non struktural yang dilebur atau dibubarkan," kata Bamsoet, Selasa (23/7/2019).
"Sehingga bisa menghemat anggaran hingga Rp25,34 triliun. Di paruh kedua, masih akan ada beberapa lembaga maupun fungsi kementerian yang akan diintegrasikan. Karena pada prinsipnya, yang terpenting bukan kuantitas lembaganya, melainkan kualitas lembaganya," sambungnya.
Menyambut langkah pemerintah tersebut, menurut Bamsoet, kelahiran Undang-Undang (UU) Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari semangat mereformasi birokrasi.
Mengusung prinsip New Public Management, UU ASN mendorong birokrasi untuk melakukan efisiensi dan efektifitas dalam kegiatan pelayanan publik. "Grand design reformasi birokrasi yang dijalankan pemerintahan Presiden Joko Widodo harus dituntaskan, jangan berhenti pada 23 lembaga saja," ujarnya.
"Melalui reformasi birokrasi, diharapkan bisa mempercepat mutu pelayanan masyarakat, menghilangkan tumpang tindih tugas dan fungsi, sehingga bisa meningkatkan tata kelola pemerintahan menjadi most-improved bureaucracy," tambah Bamsoet.
Lebih dari itu, politikus Partai Golkar ini mengharapkan, dengan birokrasi yang efektif dan efisien, bisa membuat penyelenggaraan pemerintahan menjadi antisipatif dan proaktif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan zaman.
Khususnya dalam memaksimalkan teknologi informasi, sehingga birokrasi bisa bergerak lincah, tidak saling bertabrakan satu sama lain. "Selain reformasi birokrasi, pemerintah juga perlu mereformasi pola pikir dan budaya kerja birokrat agar semakin profesional," pungkasnya.
Hal itu dikatakan Bamsoet seusai bertemu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Syafruddin, di Ruang Kerja Ketua DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Selain itu menurut Bamsoet, ke depan setiap kelahiran sebuah undang-undang tidak harus diikuti pembentukan lembaga non struktural baru.
"Di paruh pertama periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, DPR RI dan pemerintah telah mereformasi 23 lembaga negara non struktural yang dilebur atau dibubarkan," kata Bamsoet, Selasa (23/7/2019).
"Sehingga bisa menghemat anggaran hingga Rp25,34 triliun. Di paruh kedua, masih akan ada beberapa lembaga maupun fungsi kementerian yang akan diintegrasikan. Karena pada prinsipnya, yang terpenting bukan kuantitas lembaganya, melainkan kualitas lembaganya," sambungnya.
Menyambut langkah pemerintah tersebut, menurut Bamsoet, kelahiran Undang-Undang (UU) Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari semangat mereformasi birokrasi.
Mengusung prinsip New Public Management, UU ASN mendorong birokrasi untuk melakukan efisiensi dan efektifitas dalam kegiatan pelayanan publik. "Grand design reformasi birokrasi yang dijalankan pemerintahan Presiden Joko Widodo harus dituntaskan, jangan berhenti pada 23 lembaga saja," ujarnya.
"Melalui reformasi birokrasi, diharapkan bisa mempercepat mutu pelayanan masyarakat, menghilangkan tumpang tindih tugas dan fungsi, sehingga bisa meningkatkan tata kelola pemerintahan menjadi most-improved bureaucracy," tambah Bamsoet.
Lebih dari itu, politikus Partai Golkar ini mengharapkan, dengan birokrasi yang efektif dan efisien, bisa membuat penyelenggaraan pemerintahan menjadi antisipatif dan proaktif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan zaman.
Khususnya dalam memaksimalkan teknologi informasi, sehingga birokrasi bisa bergerak lincah, tidak saling bertabrakan satu sama lain. "Selain reformasi birokrasi, pemerintah juga perlu mereformasi pola pikir dan budaya kerja birokrat agar semakin profesional," pungkasnya.
(maf)