Eks Ketua Komjak: Harus Ada Revolusi Mental di Kejaksaan
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Halius Hosen mengingatkan perlu ada pembenahan moral aparat kejaksaan.
Langkah itu penting karena hingga kini masih banyak aduan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran di instansi kejaksaan.
“Perlu pembenahan mental para jaksa untuk dapat bekerja membantu para penyidik bekerja sehingga tidak terbius untuk menghalalkan segala cara dalam menentukan penyelesaian sebuah perkara. Kejaksaan diperlukan moral diperbaiki, rasa pertanggungjawaban kepada hukum diperbaiki, rasa mereka terhadap menegakkan keadilan diperbaiki,” tutur Halius di Kantor Ombudsman Republik Indonesia, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta (19/7/2019).
Halius meminta jangan lagi ada jaksa yang berperilaku sewenang-wenang dalam memproses suatu kasus.
“Jangan hanya karena ada rayuan, bujukan, ada imbalan-imbalan mereka menutupi sesuatu yang tidak benar. Harus ada revolusi mental yang benar-benar revolusioner dan harus dilaksanakan di kejaksaan,” tuturnya.
Menurut dia, memperkuat kewenangan kejaksaan itu suatu keharusan. Terutama dalam sistem untuk kejaksaan sehingga diberi peluang yang cukup untuk melaksanakan tugasnya terutama dalam proses penyidikan.
“Karena tugas penyidik ini diambil alih oleh jaksa untuk bisa disukseskan dalam proses penuntutan. Sebenarnya sistem hukum di Indonesia sudah bagus, tapi saya katakan ini masalah oknum bagaimana Kejaksaan bisa melakukan reformasi mental secara luas kepada seluruh jajarannya sampai ke pelosok jari jangkauan dengan baik,” tutur Halius.
Dia tidak meragukan profesionalitas jaksa. Begitu juga dengan sistem kerja. "Sistemnya juga sudah ada, cuma sistem ini tidak berjalan karena oknum-oknumnya tidak berkenan karena macam faktor-faktor salah satunya imbalan tadi. Ini yang harus diselesaikan oleh pimpinan Kejaksaan untuk menegakkan moralitas menjadi acuan pertama. Acuan kita hari ini bukan hukum tapi moralitas. Bukan hukum,” tuturnya.
Halius menegaskan, jaksa dalam melakukan penelitian berkas perkara yang sedang disidik harus menunjukkan profesionalismenya, harus benar-benar menuntun penyidik untuk menyajikan berkas perkara yang benar-benar layak dan adil diajukan ke depan persidangan.
“Ini bukan soal sistem, ini masalah oknum yang harus diawasi. Jaksa harus bisa menjadi kontrol untuk menindak perkara yang benar. Tidak boleh lagi ada penindakan kasus misalnya di daerah dalam menidak perkara harus ‘sungkan’ ini tidak boleh lagi, harus profesional,” tuturnya.
Langkah itu penting karena hingga kini masih banyak aduan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran di instansi kejaksaan.
“Perlu pembenahan mental para jaksa untuk dapat bekerja membantu para penyidik bekerja sehingga tidak terbius untuk menghalalkan segala cara dalam menentukan penyelesaian sebuah perkara. Kejaksaan diperlukan moral diperbaiki, rasa pertanggungjawaban kepada hukum diperbaiki, rasa mereka terhadap menegakkan keadilan diperbaiki,” tutur Halius di Kantor Ombudsman Republik Indonesia, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta (19/7/2019).
Halius meminta jangan lagi ada jaksa yang berperilaku sewenang-wenang dalam memproses suatu kasus.
“Jangan hanya karena ada rayuan, bujukan, ada imbalan-imbalan mereka menutupi sesuatu yang tidak benar. Harus ada revolusi mental yang benar-benar revolusioner dan harus dilaksanakan di kejaksaan,” tuturnya.
Menurut dia, memperkuat kewenangan kejaksaan itu suatu keharusan. Terutama dalam sistem untuk kejaksaan sehingga diberi peluang yang cukup untuk melaksanakan tugasnya terutama dalam proses penyidikan.
“Karena tugas penyidik ini diambil alih oleh jaksa untuk bisa disukseskan dalam proses penuntutan. Sebenarnya sistem hukum di Indonesia sudah bagus, tapi saya katakan ini masalah oknum bagaimana Kejaksaan bisa melakukan reformasi mental secara luas kepada seluruh jajarannya sampai ke pelosok jari jangkauan dengan baik,” tutur Halius.
Dia tidak meragukan profesionalitas jaksa. Begitu juga dengan sistem kerja. "Sistemnya juga sudah ada, cuma sistem ini tidak berjalan karena oknum-oknumnya tidak berkenan karena macam faktor-faktor salah satunya imbalan tadi. Ini yang harus diselesaikan oleh pimpinan Kejaksaan untuk menegakkan moralitas menjadi acuan pertama. Acuan kita hari ini bukan hukum tapi moralitas. Bukan hukum,” tuturnya.
Halius menegaskan, jaksa dalam melakukan penelitian berkas perkara yang sedang disidik harus menunjukkan profesionalismenya, harus benar-benar menuntun penyidik untuk menyajikan berkas perkara yang benar-benar layak dan adil diajukan ke depan persidangan.
“Ini bukan soal sistem, ini masalah oknum yang harus diawasi. Jaksa harus bisa menjadi kontrol untuk menindak perkara yang benar. Tidak boleh lagi ada penindakan kasus misalnya di daerah dalam menidak perkara harus ‘sungkan’ ini tidak boleh lagi, harus profesional,” tuturnya.
(dam)