Presiden Jokowi Diminta Beri Amnesti kepada Baiq Nuril

Senin, 08 Juli 2019 - 17:11 WIB
Presiden Jokowi Diminta...
Presiden Jokowi Diminta Beri Amnesti kepada Baiq Nuril
A A A
JAKATA -
Presiden Joko Widodo diminta segera memberikan amnesti atau pengampunan kepada Baiq Nuril setelah Mahkamah Agung (MA) menolak upaya hukum peninjauan kembali (PK) yang diajukan.

Sejumlah pihak menilai putusan MA patut disesalkan. Salah satunya penilaian diberikan Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dio Ashar Wicaksana.

“Kami sebenarnya sangat menyayangkan ketika PK ini ternyata tetap ditolak. Apalagi, PK ini menjadi upaya terakhir hukum ibu Nuril dan MA sendiri membatasi bahwa PK yang diajukan tidak boleh dari satu kali,” ungkapnya.

Baiq Nuril adalah mantan tenaga honorer di SMAN 7 Mataram, NTB. Dia dipidana karena melanggar Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena merekam percakapannya dengan mantan kepala sekolah tersebut.

Nuril mengaku merekam karena jengah dengan mantan bosnya itu lantaran sering berbicara tentang hubungannya dengan wanita lain, selain istrinya.Putusan MA yang menolak PK Nuril memperkuat putusan kasasi MA yang menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dio menyayangkan MA tidak mempertimbangkan pembuktian di pengadilan sebelumnya yang mengadili kasus ini.

Apalagi dalam pembuktian, kata Dio, terbukti Nuril bukan sebagai orang yang menyebarkan bukti yang akhirnya menjeratnya.

“Ketika saya melihat putusan, kita sangat menyayangkan karena MA ada beberapa pembuktian di Pengadilan negeri itu tidak dipertimbangkan kembali di proses PK MA,” katanya.

Dia mengapresiasi Presiden Jokowi yang mempersilakan Nuril untuk mengajukan amnesti. Sebenarnya kalau dari undang-undang, kata dia, amnesti bisa segera diberikan setelah Presiden berdiskusi dengan Kementerian Hukum dan HAM.

“Memang jika dari masyarakat memberikan masukan itu sebenarnya menjadi suatu tambahan untuk membantu Presiden untuk memberikan amnesti,” tuturnya.

Dio menyayangkan kasus ini bukan hanya terjadi satu kali ini saja. Kasus yang menjerat perempuan seperti kasus Nuril terjadi sudah beberapa kali terutama saat perempuan menjadi korban di proses perlindungan hukum.

Bahkan, dalam putusan peradilan terjadi praktik bias yang akan meringankan pelaku utama. “Kami sendiri telah menemukan bahwa banyak terjadi terjadi diskriminasi perlindungan hukum di proses peradilan,” katanya.

Dio berharap Presiden mengambil sikap agar kasus-kasus seperti ini tidak terjadi lagi. “Jadi kami harapkan dengan amnesti itu, Presiden memberikan komitmennya terhadap perlindungan perempuan. Selain itu kami berharap instrumen hukup RUU kekerasan seksual segera dibahas lagi. Apalagi banyak praktik yang perempuan mendapatkan diskriminasi sehingga akan tampak perlindungan untuk perempuan tanpa diskriminasi,” tuturnya.

Peneliti Amnesty International Indonesia, Aviva Nababan menegaskan saat ini momentum tepat bagi Presiden sebagai pemegang otoritas tertinggi negara untuk menghadirkan keadilan bagi seorang warganya dengan memberikan Amnesti.

Langkah ini dikatakannya tidak harus menunggu korban untuk mengajukannya. Presiden disertai pertimbangan DPR, seharusnya secara proaktif dapat memberikan amnesti jika melihat terjadi ketidakadilan terhadap seorang warga negara.

Hal itu dinilainya penting untuk dilakukan oleh Presiden sebagai upaya untuk memberikan dukungan kepada korban-koran pelecehan seksual lain di Indonesia dalam menghadapi kasus-kasus kriminalisasi yang tidak seharusnya mereka alami," tuturnya.

“Ibu Baiq Nuril adalah korban pelecehan seksual di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Atas laporan dari pelaku, Nuril dijerat Pasal 27 ayat 1 UU ITE junto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) khususnya terkait penyebaran informasi elektronik yang muatannya dinilai melanggar norma kesusilaan. Yang sebenarnya merupakan korban pelecehan seksual tersebut,” tutur Aviva.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6026 seconds (0.1#10.140)