Amnesti Baiq Nuril Dinilai Berpeluang Dikabulkan Presiden Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Hukum asal Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai Amnesti yang akan diajukan terpidana kasus rekaman pelecehan, Baiq Nuril berpeluang dikabulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, Peninjauan Kembali (PK) Baiq ditolak Mahkamah Agung (MA). Merespons hal ini, Presiden Jokowi pun menyarankan Baiq mengajukan Amnesti.
Suparji mengatakan, pada dasarnya peluang amnesti untuk dikabulkan Jokowi cukup besar. Karena, pertama, amnesti merupakan kewenangan yang dimiliki presiden setelah minta pertimbangan dari MA.
"Tentunya dalam hal ini dapat berkoordinasi dengan Jaksa Agung maupun Menteri Hukum dan HAM," ujar Suparji saat dihubungi SINDOnews, Senin (8/7/2019).
Kedua, tutur Suparji, secara teknis lebih mudah untuk dikabulkan karena yang memiliki otoritas adalah presiden. Ketiga, kata dia, secara hukum memang kasus ini memiliki argumentasi hukum untuk mendapatkan amnesti.
Adapun yang keempat, Suparji menilai ada dukungan publik yang cukup masif dan signifikan dalam kasus Baiq. Menurutnya, hal ini menandai bahwa putusan tersebut melukai rasa keadilan masyarakat sehingga muncul solidaritas yang cukup besar dari masyarakat.
"Namun demikian, paling tidak ada dua pertimbangan atau potensi polemik yang harus diantisipasi. Pertama, biasanya amnesti lebih bersifat tahanan politik, dan kedua amnesti ini bisa menjadi preseden di masa yang akan datang. Sehingga presiden harus berdiri di atas hukum," pungkasnya.
Sebelumnya, Peninjauan Kembali (PK) Baiq ditolak Mahkamah Agung (MA). Merespons hal ini, Presiden Jokowi pun menyarankan Baiq mengajukan Amnesti.
Suparji mengatakan, pada dasarnya peluang amnesti untuk dikabulkan Jokowi cukup besar. Karena, pertama, amnesti merupakan kewenangan yang dimiliki presiden setelah minta pertimbangan dari MA.
"Tentunya dalam hal ini dapat berkoordinasi dengan Jaksa Agung maupun Menteri Hukum dan HAM," ujar Suparji saat dihubungi SINDOnews, Senin (8/7/2019).
Kedua, tutur Suparji, secara teknis lebih mudah untuk dikabulkan karena yang memiliki otoritas adalah presiden. Ketiga, kata dia, secara hukum memang kasus ini memiliki argumentasi hukum untuk mendapatkan amnesti.
Adapun yang keempat, Suparji menilai ada dukungan publik yang cukup masif dan signifikan dalam kasus Baiq. Menurutnya, hal ini menandai bahwa putusan tersebut melukai rasa keadilan masyarakat sehingga muncul solidaritas yang cukup besar dari masyarakat.
"Namun demikian, paling tidak ada dua pertimbangan atau potensi polemik yang harus diantisipasi. Pertama, biasanya amnesti lebih bersifat tahanan politik, dan kedua amnesti ini bisa menjadi preseden di masa yang akan datang. Sehingga presiden harus berdiri di atas hukum," pungkasnya.
(kri)