Layanan Rehabilitasi Pemulihan Kecanduan Narkotika

Jum'at, 05 Juli 2019 - 15:05 WIB
Layanan Rehabilitasi...
Layanan Rehabilitasi Pemulihan Kecanduan Narkotika
A A A
Peggy Sara Tahulending
Mahasiswa Magister Keperawatan STIK Sint Carolus

NARKOBA telah menjadi masalah global dibuktikan dengan data pengguna narkotika yang menuju pada angka yang mengkhawatirkan. Tahun 2016 diperkirakan terdapat 275 juta orang di seluruh dunia (sekitar 5,6% dari populasi dunia berusia 15-64 tahun) yang pernah menyalahgunakan narkoba setidaknya satu kali. Menurut data WHO, terdapat 450 ribu orang yang meninggal akibat penyalahgunaan narkoba di tahun pada 2015.

Di Indonesia sendiri data berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia Tahun 2017 tentang Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba, menyatakan bahwa angka proyeksi penyalahguna narkoba di Indonesia mencapai 1,77% atau 3.367.154 orang yang pernah pakai narkoba dalam setahun terakhir (current users) pada kelompok usia 10-59 tahun (Jurnal Data Puslitdatin Tahun 2018).

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa penyalahgunaan narkoba yang cukup besar terjadi di Indonesia hal tersebut serta menjadi perhatian bagi pemerintah Pemerintah Indonesia. Berbagai penanggulangan terhadap masalah narkotika gencar dilakukan salah satunya dengan pelayanan rehabilitasi bagi pecandu narkotika. Penyelenggaraan rehabilitasi dilakukan tidak hanya pada pecandu narkotika, akan tetapi pada penyalah guna narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika. Tindakan tersebut merupakan salah satu langkah Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba atau disingkat dengan P4GN yang dilakukan pemerintah tujuannya untuk memberikan pemulihan dari dampak ketergantungan dengan cara memberikan perawatan dan pengobatan yang komprehensif. Dengan adanya rehabilitasi diharapkan dapat mencegah kekambuhan penyalahguna narkoba.
Kebijakan Rehabilitasi

Kebijakan layanan rehabilitasi ini tertuang dalam Peraturan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Rehabiltasi bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaa Narkotika. Standar Pelayanan Rehabilitasi adalah suatu acuan yang memuat berbagai ketentuan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara layanan rehabilitasi bagi pecandu narkotika, penyalah guna narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika, khususnya yang berada dalam lingkungan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan yang bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP), untuk menjamin terlaksananya proses layanan rehabilitasi yang berkualitas. Layanan rehabilitasi terdiri dari rehabilitasi sosial dan medis yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.

Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Dalam Pasal 17 menyatakan, “Rehabilitasi medis memuat layanan minimal sebagai berikut: terapi detoksifikasi, terapi simtomatik, intervensi psikososial melalui konseling, wawancara motivasional, terapi perilaku dan kognitif, termasuk pencegahan kekambuhan; pelayanan tes urin; dan evaluasi secara berkala”. Selanjutnya kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalah guna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika.

Sedangkan layanan rehabilitasi sosial yang dimaksud dalam Pasal 19 yaitu, diberikan kepada pecandu narkotika, penyalah guna narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika yang mengalami kondisi: telah selesai menjalani program rehabilitasi medis, yang dibuktikan dengan resume perawatan dari lembaga rehabilitasi medis. Proses ini terdiri dari kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Kebijakan ini kemudian diatur lebih mendetail dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.

Pascarehabilitasi adalah kegiatan pelayanan yang merupakan tahapan pembinaan lanjutan yang diberikan kepada pecandu narkotika, penyalah guna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika, setelah menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial, yang merupakan bagian yang integral dalam rangkaian rehabilitasi.

Dapat ditarik kesimpulan mengenai layanan rehabilitasi ini yaitu layanan rehabilitasi medis, sosial dan pascarehabilitsi tidak dapat dipisahkan atau dibolak balik dalam alur layanan rehabilitasi. Pecandu, penyalahguna dan korban narkotika harus terlebih dahulu melalui rehabilitasi medis, dimana pemulihan kesehatan merupakan tujuan utama selanjutnya dilakukan layanan rehabilitasi sosial dengan harapan dapat mengembalikan fungsi sosial dalam hubungan bermasyarakat, serta layanan pascarehabilitasi berupa pembinaan untuk pencegahan kekambuhan dan kemampuan pengambilan keputusan dalam suatu masalah.

Selanjutnya pelaksanaan rekam rehabilitasipun perlu dilakukan. Dalam Pasal 25 menyebutkan bahwa rekam rehabilitasi klien harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik. Pendokumentasian rekam rehabilitasi klien dilaksanakan oleh seluruh layanan rehabilitasi baik milik pemerintah ataupun masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan terlaksananya kebijakan di atas diharapkan dapat membantu para pecandu, penyalah guna dan korban narkotika mengahadapi masalah secara fisik dan social dengan tepat.

Kondisi yang terjadi di Indonesia

Penerapan rehabilitasi yang terjadi di Indonesia saat ini yaitu jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi di seluruh Indonesia tahun 2017 menurut data Deputi Bidang Rehabilitasi BNN adalah sebanyak 16.554 orang (Jurnal Data Puslitdatin Tahun 2018). Jumlah lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial milik instansi pemerintah yang menghasilkan mantan pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan narkoba tidak kambuh kembali target 647, realisasi 136, capaian target 21,02%. Artinya capaian target rehabilitasi belum maksimal terlaksana.

Jumlah lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial milik komponen masyarakat yang menghasilkan mantan pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan narkoba tidak kambuh kembali target 246, realisasi 68, realisasi 27,64%. Dari sisi lembaga rehabilitasi juga realisasi dengan capaian target masih sangat jauh.

Selanjutnya pada tahun 2016, BNN telah menguatkan 931 lembaga rehabilitasi instansi pemerintah (Rawat Inap Balai Rehabilitasi BNN, Rawat Inap Lapas, Rawat Jalan Klinik Pratama/RS/Puskesmas), 271 lembaga rehabilitasi komponen masyarakat dan 112 lembaga pascarehabilitasi agar mampu menghasilkan penyalah guna dan pecandu narkoba tidak kambuh kembali. Dari 1.314 lembaga rehabilitasi yang diberikan peningkatan kemampuan tersebut telah dievaluasi terdapat 471 lembaga yang mampu atau operasional memberikan layanan rehabilitasi.

Selanjutnya dari jumlah tersebut sebanyak 265 lembaga rehabilitasi instansi pemerintah dan komponen masyarakat yang menghasilkan mantan pecandu yang tidak kambuh kembali.(Laporan Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2016). Dari 134 fasilitas yang melaksanakan program layanan pascarehabilitasi tersebut, hanya 57 fasilitas yang melaksanakan program rehabilitasi berkesinambungan mulai dari rehabilitasi sampai dengan pascarehabilitasi. (Laporan Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2016)

Pencapaian kinerja rehabilitasi tahun 2016 masih kurang optimal yaitu hanya sebesar 42,83% dari target tersebut. Berdasarkan data kinerja BNN 2016, tidak tercapainya sasaran kinerja Bidang Rehabilitasi disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, belum maksimalnya dukungan dari pimpinan institusi/pemangku kepentingan lembaga yang diberi peningkatan kemampuan untuk menjalankan program rehabilitasi dan pascarehabilitasi di beberapa daerah.

Kedua, sistem pendataan belum terintegrasi antara BNN, BNNP, BNNK,dan lembaga rehabilitasi dan pasca rehabilitasi lainnya yang dapat memonitor penyalah guna dan pecandu yang mengikuti program rehabilitasi dan pascarehabilitasi sampai selesai dan memantau 6 bulan setelah selesai rehabilitasi dengan/tanpa pascarehabilitasi.

Ketiga, kapasitas dan kualitas lembaga rehabilitasi dan pascarehabilitasi yang ada masih sangat minim, sehingga masih sangat membutuhkan penguatan lembaga agar mampu memberikan layanan rehabilitasi. Keempat, jumlah lembaga rehabilitasi dan pascarehabilitasi yang dapat melaksanakan program masih sangat minim jumlahnya, tidak sebanding dengan target capaian kinerja yang menghasilkan pecandu dan penyalah guna narkoba yang tidak kambuh kembali (Laporan Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2016)

Upaya pengendalian narkotika dengan cara rehabilitasi perlu ditingkatkan lagi sinergitasnya. Kebijakan mengenai rehabilitasi pecandu narkoba tidak hanya terkait dengan BNN saja akan tetapi berhubungan juga dengan Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan. Penegasan ulang terhadap penyelenggaraan monitoring dan evaluasi BNN, BNN Provinsi, dan BNN Kabupaten/Kota harus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah atau lembaga rehabilitasi terkait sesuai dengan tugas dan fungsi masing masing.

Dalam laporan kinerja 2017 Deputi Bidang Rehabilitasi akan memprioritaskan pelaksanaan program untuk menanggulangi hambatan dalam pelaksanaan rehabilitasi yaitu pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut: memberikan pembinaan teknis dan asistensi perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi program kepada BNNP dan BNN Kabupaten/Kota sebagai pelaksana program di wilayah; meningkatkan koordinasi, sinkronisasi, dan sinergitas kelembagaan lintas sektoral di tingkat pusat, tingkat provinsi, dan kabupaten/kota; pembinaan, bimbingan teknis, serta supervisi program dan klinis yang lebih optimal kepada fasilitas rehabilitasi yang bekerja sama dengan Deputi Bidang Rehabilitasi; mengintensifkan peningkatkan keterampilan dan kompetensi petugas rehabilitasi dan pascarehabilitasi melalui pelatihan-pelatihan dasar dan lanjutan dalam bidang pelayanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan narkoba; dan melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala pada layanan yang diberikan fasilitas rehabilitasi secara berkala dengan melibatkan BNNP/BNN Kota/Kab sebagai pelaksana di wilayah.

Dengan saling menjembatani kebijakan masing-masing institusi diharapkan dapat tercapainya layanan rehabilitasi yang optimal sehingga pemberian layanan dapat ditingkatkan dan dirasakan manfaatnya bagi pencandu, penyalah guna dan korban narkoba.

Pembimbing: Chatarina Dwiana Wijayanti
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0552 seconds (0.1#10.140)