Keterangan Saksi 02 Tidak Solid Buktikan Unsur TSM
A
A
A
JAKARTA - Keterangan sejumlah saksi pihak pemohon dari tim hukum pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dalam persidangan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai masih mentah. Berbagai kesaksian yang disampaikan para saksi masih jauh dari unsur pembuktian adanya kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai dari beberapa kali persidangan para saksi masih memberikan keterangan yang bersifat sempit, lokal, acak, dan juga tidak terpola. Dengan demikian kesaksian tersebut masih kurang solid mendukung berbagai dugaan kecurangan yang didalilkan oleh tim kuasa hukum BPN 02.
”Karakternya itu masih berupa karakter parsial, acak, sama sekali tidak terpola. Jadi kalau dalilnya kecurangan TSM masih sangat sulit. Terutama jika dikaitkan dengan perselisihan hasil yang jumlahnya hampir 17 juta. Kecurangan yang disampaikan harusnya konkret berdampak pada hasil,” ujar Titi Anggraini kepada KORAN SINDO kemarin.
Titi menuturkan, keterangan sejumlah saksi kubu pasangan calon 02 sebagai pemohon lebih menggambarkan dugaan-dugaan semata, tetapi tidak terpola secara besar. ”Saya kira kalau dari sisi pembuktian yang kecurangan TSM belum bisa dikatakan kecurangan yang seperti itu,” paparnya.
Sejauh ini, kata Titi, keterangan soal status calon wakil presiden nomor urut 01 KH Ma’ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah di anak usaha BUMN, yakni BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah, relatif tampak terukur. Meskipun hal ini seharusnya menjadi ranah Badan Pengawas Pemilu, keterangan saksi mengenai hal ini masih bisa menjadi penilaian tersendiri oleh hakim MK.
”Meskipun kalau dari respons Bawaslu kan sudah pernah menyelesaikan kasus serupa dan ternyata tidak masalah. Ini nanti akan dinilai oleh hakim. Tapi kalau dilihat secara holistis, argumen yang disampaikan para saksi belum bisa dijelaskan secara utuh kecurangan yang TSM. Keterangan yang disampaikan tidak berkorelasi secara komprehensif untuk menjangkau hasil pemilu,” paparnya.
Titi menilai, secara umum keterangan yang disampaikan para saksi yang diajukan pemohon masih sangat datar. ”Ini ibarat lagu lama yang sudah banyak diputar dan diputar lagi. Hampir tak ada yang baru. Kecuali status kiai (KH Ma’ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah),” urainya.
Menurutnya, keterangan yang disampaikan saksi kubu termohon keluar dari ekspektasi publik yang mungkin penasaran terhadap kesaksian-kesaksian baru yang mungkin akan disampaikan kubu pasangan calon 02. ”Yang diharapkan publik adalah saksi yang akan merekonstruksi dugaan kecurangan dan dari mana data kemenangan 52% (yang diklaim kubu Prabowo-Sandi).
Ternyata datanya ahli yang mengutak-atik situng. Ini keluar dari ekspektasi publik yang mungkin penasaran menunggu alat bukti, ternyata yang ada hal-hal yang sudah banyak diketahui publik. Hampir tidak ada yang baru. Hal yang disampaikan adalah yang selama ini opininya soal pemilu kita sudah tahu,” paparnya.
Sementara itu Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Kiai Ma’ruf, Ace Hasan Syadzily, menilai tudingan kecurangan (TSM) yang disuarakan BPN hanya isapan jempol. "Mengamati secara saksama para saksi yang dihadirkan tim hukum 02, sungguh kesaksiannya jauh dari opini yang dikembangkan mereka selama ini. Tuduhan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif atau TSM hanya isapan jempol belaka.
Mereka menghadirkan para saksi yang tidak meyakinkan untuk membuktikan tuduhan TSM tersebut," ujar Ace kemarin. Politikus Partai Golkar itu menyebutkan sebagian besar saksi yang dihadirkan merupakan bagian dari pendukung utama pasangan 02. "Alih-alih meyakinkan Majelis Hakim MK, yang ada justru membukakan mata seluruh rakyat Indonesia bahwa tuduhan kecurangan itu hanyalah bersifat asumsi dan persepsi sebagaimana pernyataan-pernyataan para saksi itu," paparnya.
Dia mencontohkan, kesaksian Agus Maksum yang menyatakan ada DPT invalid sebanyak 17,5 juta. Ternyata data-datanya tidak bisa dibuktikan. Padahal tentang persoalan DPT itu sebetulnya selalu mengulang-ulang dari proses pemutakhiran data yang telah dilakukan secara bersama-sama antara KPU, tim pasangan 01 dan pasangan 02.
Juga kesaksian tentang adanya pencoblosan oleh petugas KPPS di Jawa Tengah, ternyata faktanya di TPS itu telah dilakukan pencoblosan ulang di TPS tersebut. "Jadi tuduhan adanya peristiwa pencoblosan petugas itu seharusnya tidak dihadirkan dalam persidangan MK karena sudah ditangani Bawaslu," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR ini.
Ironisnya, kata Ace, pada beberapa kasus kecurangan yang dituduhkan para saksi 02, justru pasangan 02 yang menang. Misalnya kasus di Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, dan Kabupaten Barito Kuala, Kalsel. Termasuk soal DPT ganda yang menurut pengakuan saksi ditemukan di Bogor, Makassar, dan daerah lain. "Justru di daerah-daerah tersebut pasangan 02 juga menang. Sungguh sangat ironis," katanya.
Dengan melihat secara saksama saksi-saksi yang dihadirkan, menurut Ace, terlihat bahwa kesaksian mereka jauh dari tuduhan yang selama ini mereka gembar-gemborkan. "Mereka tidak siap dengan menghadirkan saksi-saksi yang meyakinkan. Apalagi saksi-saksi itu tidak disertai dengan keyakinan apa yang mereka alami, lihat, dan ketahui langsung. Ketika ditanya, sebagian besar saksi fakta itu mengatakan tidak tahu dan lupa," tuturnya.
Dirinya meyakini untuk membuktikan selisih suara kemenangan Jokowi-Kiai Ma'ruf sebesar 16,9 juta suara, sangat jauh sekali untuk dibuktikan. Para saksi tidak cukup meyakinkan untuk menunjukkan adanya perbedaan selisih hasil suara Pilpres 2019.
"Apalagi jika petitum tim hukum 02 meminta agar mereka dimenangkan dengan kesaksian seperti itu. Jangankan untuk dikabulkan untuk memenangkan pasangan 02, untuk dilakukan pemilu ulang di tempat-tempat di mana saksi itu berada saja, tidak memenuhi syarat untuk dilakukan," katanya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai dari beberapa kali persidangan para saksi masih memberikan keterangan yang bersifat sempit, lokal, acak, dan juga tidak terpola. Dengan demikian kesaksian tersebut masih kurang solid mendukung berbagai dugaan kecurangan yang didalilkan oleh tim kuasa hukum BPN 02.
”Karakternya itu masih berupa karakter parsial, acak, sama sekali tidak terpola. Jadi kalau dalilnya kecurangan TSM masih sangat sulit. Terutama jika dikaitkan dengan perselisihan hasil yang jumlahnya hampir 17 juta. Kecurangan yang disampaikan harusnya konkret berdampak pada hasil,” ujar Titi Anggraini kepada KORAN SINDO kemarin.
Titi menuturkan, keterangan sejumlah saksi kubu pasangan calon 02 sebagai pemohon lebih menggambarkan dugaan-dugaan semata, tetapi tidak terpola secara besar. ”Saya kira kalau dari sisi pembuktian yang kecurangan TSM belum bisa dikatakan kecurangan yang seperti itu,” paparnya.
Sejauh ini, kata Titi, keterangan soal status calon wakil presiden nomor urut 01 KH Ma’ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah di anak usaha BUMN, yakni BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah, relatif tampak terukur. Meskipun hal ini seharusnya menjadi ranah Badan Pengawas Pemilu, keterangan saksi mengenai hal ini masih bisa menjadi penilaian tersendiri oleh hakim MK.
”Meskipun kalau dari respons Bawaslu kan sudah pernah menyelesaikan kasus serupa dan ternyata tidak masalah. Ini nanti akan dinilai oleh hakim. Tapi kalau dilihat secara holistis, argumen yang disampaikan para saksi belum bisa dijelaskan secara utuh kecurangan yang TSM. Keterangan yang disampaikan tidak berkorelasi secara komprehensif untuk menjangkau hasil pemilu,” paparnya.
Titi menilai, secara umum keterangan yang disampaikan para saksi yang diajukan pemohon masih sangat datar. ”Ini ibarat lagu lama yang sudah banyak diputar dan diputar lagi. Hampir tak ada yang baru. Kecuali status kiai (KH Ma’ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah),” urainya.
Menurutnya, keterangan yang disampaikan saksi kubu termohon keluar dari ekspektasi publik yang mungkin penasaran terhadap kesaksian-kesaksian baru yang mungkin akan disampaikan kubu pasangan calon 02. ”Yang diharapkan publik adalah saksi yang akan merekonstruksi dugaan kecurangan dan dari mana data kemenangan 52% (yang diklaim kubu Prabowo-Sandi).
Ternyata datanya ahli yang mengutak-atik situng. Ini keluar dari ekspektasi publik yang mungkin penasaran menunggu alat bukti, ternyata yang ada hal-hal yang sudah banyak diketahui publik. Hampir tidak ada yang baru. Hal yang disampaikan adalah yang selama ini opininya soal pemilu kita sudah tahu,” paparnya.
Sementara itu Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Kiai Ma’ruf, Ace Hasan Syadzily, menilai tudingan kecurangan (TSM) yang disuarakan BPN hanya isapan jempol. "Mengamati secara saksama para saksi yang dihadirkan tim hukum 02, sungguh kesaksiannya jauh dari opini yang dikembangkan mereka selama ini. Tuduhan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif atau TSM hanya isapan jempol belaka.
Mereka menghadirkan para saksi yang tidak meyakinkan untuk membuktikan tuduhan TSM tersebut," ujar Ace kemarin. Politikus Partai Golkar itu menyebutkan sebagian besar saksi yang dihadirkan merupakan bagian dari pendukung utama pasangan 02. "Alih-alih meyakinkan Majelis Hakim MK, yang ada justru membukakan mata seluruh rakyat Indonesia bahwa tuduhan kecurangan itu hanyalah bersifat asumsi dan persepsi sebagaimana pernyataan-pernyataan para saksi itu," paparnya.
Dia mencontohkan, kesaksian Agus Maksum yang menyatakan ada DPT invalid sebanyak 17,5 juta. Ternyata data-datanya tidak bisa dibuktikan. Padahal tentang persoalan DPT itu sebetulnya selalu mengulang-ulang dari proses pemutakhiran data yang telah dilakukan secara bersama-sama antara KPU, tim pasangan 01 dan pasangan 02.
Juga kesaksian tentang adanya pencoblosan oleh petugas KPPS di Jawa Tengah, ternyata faktanya di TPS itu telah dilakukan pencoblosan ulang di TPS tersebut. "Jadi tuduhan adanya peristiwa pencoblosan petugas itu seharusnya tidak dihadirkan dalam persidangan MK karena sudah ditangani Bawaslu," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR ini.
Ironisnya, kata Ace, pada beberapa kasus kecurangan yang dituduhkan para saksi 02, justru pasangan 02 yang menang. Misalnya kasus di Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, dan Kabupaten Barito Kuala, Kalsel. Termasuk soal DPT ganda yang menurut pengakuan saksi ditemukan di Bogor, Makassar, dan daerah lain. "Justru di daerah-daerah tersebut pasangan 02 juga menang. Sungguh sangat ironis," katanya.
Dengan melihat secara saksama saksi-saksi yang dihadirkan, menurut Ace, terlihat bahwa kesaksian mereka jauh dari tuduhan yang selama ini mereka gembar-gemborkan. "Mereka tidak siap dengan menghadirkan saksi-saksi yang meyakinkan. Apalagi saksi-saksi itu tidak disertai dengan keyakinan apa yang mereka alami, lihat, dan ketahui langsung. Ketika ditanya, sebagian besar saksi fakta itu mengatakan tidak tahu dan lupa," tuturnya.
Dirinya meyakini untuk membuktikan selisih suara kemenangan Jokowi-Kiai Ma'ruf sebesar 16,9 juta suara, sangat jauh sekali untuk dibuktikan. Para saksi tidak cukup meyakinkan untuk menunjukkan adanya perbedaan selisih hasil suara Pilpres 2019.
"Apalagi jika petitum tim hukum 02 meminta agar mereka dimenangkan dengan kesaksian seperti itu. Jangankan untuk dikabulkan untuk memenangkan pasangan 02, untuk dilakukan pemilu ulang di tempat-tempat di mana saksi itu berada saja, tidak memenuhi syarat untuk dilakukan," katanya.
(don)