Kepala BNPB Ajak Perkuat Riset tentang Kebencanaan
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo mengungkapkan Indonesia menghadapi berbagai jenis bencana terlengkap di dunia.
“Indonesia memiliki jenis bencana terlengkap di dunia. Peneliti dari luar negeri bisa belajar tentang kebencanaan di Indonesia,” kata Doni saat membuka Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) ke-6 Riset Kebencanaan Tahun 2019 INA-DRTG BNPB dan Universitas Pertahanan yang berlangsung 18-19 Juni.
Pertemuan ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan budaya riset dan teknologi dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, riset dasar dan terapan dari berbagai jenis karakteristik bencana di Indonesia.
“Kegiatan ini dapat menyinergikan kebutuhan kajian atau penelitian di Indonesia sehingga dapat menjadi acuan bersama dalam mengembangkan pengetahuan kebencanaan di Indonesia sehingga menjadi referensi riset yang terintegrasi untuk penanggulangan bencana di Indonesia,” ungkapnya melalui siaran persnya.
Doni mengatakan di era teknologi big data yang merupakan pilar revolusi industri 4.0 semakin dibutuhkan dalam penanggulangan bencana. Salah satunya, kata Doni, untuk memperkuat mitigasi bencana berdasarkan dampak (impact based forcasting) dan peringatan berdasarkan risiko (risk based warning).
“Sistem deteksi dini diperlukan guna antisipasi bencana, mulai dari banjir, tanah longsor dan tsunami, alat deteksi ketahanan Gedung bertingkat dalam menghadapi gempa dan lain-lain,” tuturnya.
Apalagi, kata Doni, bencana di Indonesia saat ini memiliki kecenderungan semakin meningkat. Perbandingan kejadian bencana tahun 2018 dan 2019 dari kurun waktu 1 Januari-31 Mei 2018 dan 1 Januari-31 Mei 2019 meningkat sebesar 15,9 persen.
“Dalam rentang waktu tahun 2009 sampai dengan tahun 2018 tercatat sebanyak 11.579 orang meninggal dan hilang akibat bencana, dengan kerugian rata-rata setiap tahunnya mencapai 30 triliun rupiah. Bahkan untuk tahun 2018 saja, korban jiwa mencapai 4.814 jiwa. Indonesia, adalah peringkat ke-2 dengan jumlah korban terbanyak akibat bencana di dunia,” ungkap Doni.
Dalam sambutannya, Doni menyampaikan tugas besar sebagai pelaku penanggulangan bencana adalah bagaimana memastikan adanya penurunan indeks risiko bencana di Indonesia serta meningkatnya kesiapsiagaan daerah dalam menghadapi bencana.
Melalui Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan ini, Doni mengharapkan kepada Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia untuk pertama, mengembangkan budaya riset kebencanaan harus terus didorong melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) melalui pendidikan, riset dasar dan terapan.
Kedua, riset/kajian kebencanaan yang dihasilkan para pakar harus berbasis pada kebutuhan serta dapat terintegrasi dalam mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia pada masa mendatang.
"Ketiga, para pakar harus meningkatkan Riset/kajian kebencanaan berbasis masyarakat dan dapat mendorong industrialisasi kebencanaan," tuturnya.
“Indonesia memiliki jenis bencana terlengkap di dunia. Peneliti dari luar negeri bisa belajar tentang kebencanaan di Indonesia,” kata Doni saat membuka Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) ke-6 Riset Kebencanaan Tahun 2019 INA-DRTG BNPB dan Universitas Pertahanan yang berlangsung 18-19 Juni.
Pertemuan ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan budaya riset dan teknologi dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, riset dasar dan terapan dari berbagai jenis karakteristik bencana di Indonesia.
“Kegiatan ini dapat menyinergikan kebutuhan kajian atau penelitian di Indonesia sehingga dapat menjadi acuan bersama dalam mengembangkan pengetahuan kebencanaan di Indonesia sehingga menjadi referensi riset yang terintegrasi untuk penanggulangan bencana di Indonesia,” ungkapnya melalui siaran persnya.
Doni mengatakan di era teknologi big data yang merupakan pilar revolusi industri 4.0 semakin dibutuhkan dalam penanggulangan bencana. Salah satunya, kata Doni, untuk memperkuat mitigasi bencana berdasarkan dampak (impact based forcasting) dan peringatan berdasarkan risiko (risk based warning).
“Sistem deteksi dini diperlukan guna antisipasi bencana, mulai dari banjir, tanah longsor dan tsunami, alat deteksi ketahanan Gedung bertingkat dalam menghadapi gempa dan lain-lain,” tuturnya.
Apalagi, kata Doni, bencana di Indonesia saat ini memiliki kecenderungan semakin meningkat. Perbandingan kejadian bencana tahun 2018 dan 2019 dari kurun waktu 1 Januari-31 Mei 2018 dan 1 Januari-31 Mei 2019 meningkat sebesar 15,9 persen.
“Dalam rentang waktu tahun 2009 sampai dengan tahun 2018 tercatat sebanyak 11.579 orang meninggal dan hilang akibat bencana, dengan kerugian rata-rata setiap tahunnya mencapai 30 triliun rupiah. Bahkan untuk tahun 2018 saja, korban jiwa mencapai 4.814 jiwa. Indonesia, adalah peringkat ke-2 dengan jumlah korban terbanyak akibat bencana di dunia,” ungkap Doni.
Dalam sambutannya, Doni menyampaikan tugas besar sebagai pelaku penanggulangan bencana adalah bagaimana memastikan adanya penurunan indeks risiko bencana di Indonesia serta meningkatnya kesiapsiagaan daerah dalam menghadapi bencana.
Melalui Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan ini, Doni mengharapkan kepada Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia untuk pertama, mengembangkan budaya riset kebencanaan harus terus didorong melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) melalui pendidikan, riset dasar dan terapan.
Kedua, riset/kajian kebencanaan yang dihasilkan para pakar harus berbasis pada kebutuhan serta dapat terintegrasi dalam mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia pada masa mendatang.
"Ketiga, para pakar harus meningkatkan Riset/kajian kebencanaan berbasis masyarakat dan dapat mendorong industrialisasi kebencanaan," tuturnya.
(dam)