BNPB: Periode Kering Sangat Singkat, Bencana Hidrometeorologi Basah Mendominasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan memasuki akhir Agustus 2022, bencana hidrometeorologi basah kembali mendominasi. Setelah selama tiga minggu di awal hingga pertengahan bulan Agustus kejadian bencana hidrometeorologi kering yang mendominasi.
Hal ini dikatakan oleh Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB , Abdul Muhari, dikutip dari keterangan resminya, Rabu (31/8/2022).
"Perlu menjadi perhatian kita di sini, di minggu pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga Agustus, itu kita memiliki frekuensi kejadian bencana hidrometeorologi kering yakni kekeringan dan kebakaran hutan, khususnya kebakaran hutan dan lahan ini, ini lebih banyak dari hidrometeorologi basah," kata Abdul Muhari.
Artinya kata Aam, periode kering yang dialami di tahun ini sangat singkat. Biasanya, musim kemarau mulai Juni, Juli, Agustus, kemudian September, Oktober, November masuk peralihan dari kemarau ke hujan, dan pada Desember, Januari, Februari masuk puncak musim hujan.
"Tetapi saat ini di Juni, Juli, Agustus ini kita memiliki waktu kering di mana Karhutla itu dominan sangat-sangat singkat," jelasnya.
"Di Minggu 22 hingga 28 Agustus ini kita udah balik lagi hidrometeorologi basah yang sangat dominan di mana kejadian banjir ini merata hampir di seluruh Indonesia, mulai dari Aceh, Kalimantan Sulawesi sampai Papua Sorong tadi yang menjadi perhatian kita," ungkap Aam.
Oleh karena itu Aam mengimbau, agar hal ini menjadi alarm bagi masyarakat bahwa bencana hidrometeorologi kering selama awal bulan kembali lagi ke bencana hidrometeorologi basah di akhir bulan Agustus ini.
"Peringatan dini buat kita, bahwa kita sudah mulai bergeser lagi ke hidrometeorologi basah, meskipun potensi kebakaran hutan dan lahan masih ada. Tetapi dominannya sudah bergeser kembali ke hidrometeorologi basah dengan intensitas yang cukup besar," imbaunya.
Hal ini dikatakan oleh Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB , Abdul Muhari, dikutip dari keterangan resminya, Rabu (31/8/2022).
"Perlu menjadi perhatian kita di sini, di minggu pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga Agustus, itu kita memiliki frekuensi kejadian bencana hidrometeorologi kering yakni kekeringan dan kebakaran hutan, khususnya kebakaran hutan dan lahan ini, ini lebih banyak dari hidrometeorologi basah," kata Abdul Muhari.
Baca Juga
Artinya kata Aam, periode kering yang dialami di tahun ini sangat singkat. Biasanya, musim kemarau mulai Juni, Juli, Agustus, kemudian September, Oktober, November masuk peralihan dari kemarau ke hujan, dan pada Desember, Januari, Februari masuk puncak musim hujan.
"Tetapi saat ini di Juni, Juli, Agustus ini kita memiliki waktu kering di mana Karhutla itu dominan sangat-sangat singkat," jelasnya.
"Di Minggu 22 hingga 28 Agustus ini kita udah balik lagi hidrometeorologi basah yang sangat dominan di mana kejadian banjir ini merata hampir di seluruh Indonesia, mulai dari Aceh, Kalimantan Sulawesi sampai Papua Sorong tadi yang menjadi perhatian kita," ungkap Aam.
Oleh karena itu Aam mengimbau, agar hal ini menjadi alarm bagi masyarakat bahwa bencana hidrometeorologi kering selama awal bulan kembali lagi ke bencana hidrometeorologi basah di akhir bulan Agustus ini.
"Peringatan dini buat kita, bahwa kita sudah mulai bergeser lagi ke hidrometeorologi basah, meskipun potensi kebakaran hutan dan lahan masih ada. Tetapi dominannya sudah bergeser kembali ke hidrometeorologi basah dengan intensitas yang cukup besar," imbaunya.
(maf)