Pengerahan Massa Sengketa Pilpres Tak Akan Pengaruhi Putusan MK
A
A
A
JAKARTA - Pengerahan massa untuk mengawal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak efektif dan relevan. Hal ini disampaikan Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Benny Susetyo.
"Jadi sebenarnya kebutuhan pengerahan massa itu tidak signifikan lagi karena tidak akan pengaruhi persidangan," kata Benny saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Menurut Benny, sidang MK sudah transparan, terbuka dan bisa diikuti oleh publik karena ada siaran langsung oleh media televisi. Dengan adanya hal itu, tidak ada hal yang ditutupi dalam proses persidangan tersebut.
"Biarlah sidang itu menjadi objektif sehingga tidak ada tekanan tetapi berdasarkan argumentasi, data dan fakta serta pembuktian maka suasana sidang harus dijaga," ujarnya.
Benny menyakini hakim MK tidak akan tunduk dan terintervensi dengan adanya gerakan gelombang massa seperti 21-22 Mei 2019 lalu. Lembaga pengawal konstitusi itu akan memutus sesuai dengan alat bukti dan fakta.
Di sisi lain, Benny mengemukakan poin pentingnya adalah harus bisa meyakinkan publik bahwa proses MK itu telah memiliki otoritas tertinggi. Hakim MK harus menjaga kewibawaan dengan tidak tunduk pada tekanan asumsi, opini, pemberitaan dan persepsi.
"Alat bukti harus buktikan misalnya terjadi penggelembungan suara 16 juta. Itu harus dibuktikan. Saksi harus dibawa C1, bukan asumsi gitu. Jadi harus hadirkan saksi masing-masing TPS ya diitung aja berapa," tutur Benny.
"Jadi sebenarnya kebutuhan pengerahan massa itu tidak signifikan lagi karena tidak akan pengaruhi persidangan," kata Benny saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Menurut Benny, sidang MK sudah transparan, terbuka dan bisa diikuti oleh publik karena ada siaran langsung oleh media televisi. Dengan adanya hal itu, tidak ada hal yang ditutupi dalam proses persidangan tersebut.
"Biarlah sidang itu menjadi objektif sehingga tidak ada tekanan tetapi berdasarkan argumentasi, data dan fakta serta pembuktian maka suasana sidang harus dijaga," ujarnya.
Benny menyakini hakim MK tidak akan tunduk dan terintervensi dengan adanya gerakan gelombang massa seperti 21-22 Mei 2019 lalu. Lembaga pengawal konstitusi itu akan memutus sesuai dengan alat bukti dan fakta.
Di sisi lain, Benny mengemukakan poin pentingnya adalah harus bisa meyakinkan publik bahwa proses MK itu telah memiliki otoritas tertinggi. Hakim MK harus menjaga kewibawaan dengan tidak tunduk pada tekanan asumsi, opini, pemberitaan dan persepsi.
"Alat bukti harus buktikan misalnya terjadi penggelembungan suara 16 juta. Itu harus dibuktikan. Saksi harus dibawa C1, bukan asumsi gitu. Jadi harus hadirkan saksi masing-masing TPS ya diitung aja berapa," tutur Benny.
(poe)