Indonesia-Belanda Mantapkan Kerja Sama Lingkungan Hidup
A
A
A
JAKARTA - Pemantapan kerja sama bidang lingkungan hidup dilakukan Indonesia dan Belanda di sela-sela pertemuan menteri-menteri lingkungan hidup anggota G-20 yang diselenggarakan di Karuizawa, Jepang, Minggu (16/6/2019).
Pembahasan kerja sama tersebut dilakukan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar dengan State Secretary for Infrastructure and Water Management Belanda, Stientjevan Veldhovenfor.
Menteri Siti mengatakan, pihaknya bersama Stientjevan Veldhovenfor menyambut baik besarnya dukungan negara-negara G20 pada isu sampah laut dan circular economy.
"Lingkungan hidup yang baik merupakan hak warga negara yang ditetapkan dalam UUD 1945 beserta peraturan turunannya, sehingga sangat kondusif untuk implementasi," kata Ketua Delegasi Indonesia bidang Lingkungan untuk Pertemuan Menteri–Menteri Lingkungan Negara G-20 ini dalam siaran persnya, Senin (17/6/2019).
Menurut Menteri Siti, pemerintah pusat telah mengesahkan peraturan mengenai subsidi pemerintah daerah untuk membantu perusahaan swasta mengumpulkan dan mengolah sampah, sehingga usaha tersebut bisa menguntungkan.
Menjawab pertanyaan Menteri Veldhovendor apakah Indonesia terdampak atas keputusan China untuk tidak lagi mengimpor sampah plastik, Menteri Siti menyampaikan telah adanya dua kapal berisi sampah plastik ilegal yang ditemukan di Surabaya dan Batam, yang berasal dari Eropa tapi bukan Belanda. Menurutnya, sampah plastik di Surabaya telah diselidiki dan diputuskan untuk re-ekspor. Demikian pula yang di Batam akan dilakukan hal serupa.
"Barangkali Belanda bisa membantu antara lain dalam monitoring, survei dan pemetaan," ujar Menteri Siti menawarkan bidang kerja sama.
Menteri Siti juga keseriusan Indonesia dalam memerangi sampah plastik, antara lain dengan larangan single use plastic di 19 kota/kabupaten. Masyaraat dan sektor swasta juga telah banyak dilibatkan termasuk sejumlah perusahaan besar, misalnya inisiatif PRAISE, yang merupakan asosiasi enam perusahaan besar untuk mempromosikan kemasan daur ulang.
Belanda setuju bahwa hal tersebut merupakan isu penting untuk dikerjasamakan. Dalam hal ini di Belanda telah dikembangkan PACE (Platform for Accelerating the Circular Economy).
Veldhovenfor meyakinkan bahwa Belanda menentang ekspor plastik bekas dan akan mendesak Uni Eropa untuk mengambil sikap yang sama.
"Plastik tetap mempunyai peran, tapi segala sesuatu jangan sekali buang. Dan Eropa harus mengurus sendiri sampah plastiknya, tolong beritahu kami kalau ada sampah plastik Eropa yang sampai ke Indonesia," katanya.
Menteri Belanda menyinggung bahwa saat ini masyarakat semakin menyukai green tourism. Dalam hal ini Menteri Siti mengaku telah mengundang pihak Belanda berkunjung ke Pulau Komodo, Lombok, dan Bali untuk melihat langsung Regional Capacity Centre for Clean Seas (RCCCS), serta menindaklanjuti program kerja sama bidang lingkungan. Kunjungan tersebut kemungkinan akan diagendakan pada Agustus 2019 ini.
Pembahasan kerja sama tersebut dilakukan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar dengan State Secretary for Infrastructure and Water Management Belanda, Stientjevan Veldhovenfor.
Menteri Siti mengatakan, pihaknya bersama Stientjevan Veldhovenfor menyambut baik besarnya dukungan negara-negara G20 pada isu sampah laut dan circular economy.
"Lingkungan hidup yang baik merupakan hak warga negara yang ditetapkan dalam UUD 1945 beserta peraturan turunannya, sehingga sangat kondusif untuk implementasi," kata Ketua Delegasi Indonesia bidang Lingkungan untuk Pertemuan Menteri–Menteri Lingkungan Negara G-20 ini dalam siaran persnya, Senin (17/6/2019).
Menurut Menteri Siti, pemerintah pusat telah mengesahkan peraturan mengenai subsidi pemerintah daerah untuk membantu perusahaan swasta mengumpulkan dan mengolah sampah, sehingga usaha tersebut bisa menguntungkan.
Menjawab pertanyaan Menteri Veldhovendor apakah Indonesia terdampak atas keputusan China untuk tidak lagi mengimpor sampah plastik, Menteri Siti menyampaikan telah adanya dua kapal berisi sampah plastik ilegal yang ditemukan di Surabaya dan Batam, yang berasal dari Eropa tapi bukan Belanda. Menurutnya, sampah plastik di Surabaya telah diselidiki dan diputuskan untuk re-ekspor. Demikian pula yang di Batam akan dilakukan hal serupa.
"Barangkali Belanda bisa membantu antara lain dalam monitoring, survei dan pemetaan," ujar Menteri Siti menawarkan bidang kerja sama.
Menteri Siti juga keseriusan Indonesia dalam memerangi sampah plastik, antara lain dengan larangan single use plastic di 19 kota/kabupaten. Masyaraat dan sektor swasta juga telah banyak dilibatkan termasuk sejumlah perusahaan besar, misalnya inisiatif PRAISE, yang merupakan asosiasi enam perusahaan besar untuk mempromosikan kemasan daur ulang.
Belanda setuju bahwa hal tersebut merupakan isu penting untuk dikerjasamakan. Dalam hal ini di Belanda telah dikembangkan PACE (Platform for Accelerating the Circular Economy).
Veldhovenfor meyakinkan bahwa Belanda menentang ekspor plastik bekas dan akan mendesak Uni Eropa untuk mengambil sikap yang sama.
"Plastik tetap mempunyai peran, tapi segala sesuatu jangan sekali buang. Dan Eropa harus mengurus sendiri sampah plastiknya, tolong beritahu kami kalau ada sampah plastik Eropa yang sampai ke Indonesia," katanya.
Menteri Belanda menyinggung bahwa saat ini masyarakat semakin menyukai green tourism. Dalam hal ini Menteri Siti mengaku telah mengundang pihak Belanda berkunjung ke Pulau Komodo, Lombok, dan Bali untuk melihat langsung Regional Capacity Centre for Clean Seas (RCCCS), serta menindaklanjuti program kerja sama bidang lingkungan. Kunjungan tersebut kemungkinan akan diagendakan pada Agustus 2019 ini.
(amm)