Di Sidang MK, Tim Prabowo Beberkan Dugaan Kecurangan TSM
A
A
A
JAKARTA - Tim kuasa hukum calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memaparkan dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pemilu 2019.Dugaan kecurangan itu dipaparkan ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto saat membacakan permohonan gugatan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (14/6/2019).
Tidak hanya dugaan TSM, tim Prabowo-Sandi juga mengungkap adanya dugaan penyalahgunaan birokrasi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat pemilu lalu.
"Semuanya dibungkus seolah-olah adalah program atau kegiatan presiden, padahal program dan anggaran yang digunakan oleh birokrasi dan BUMN itu untuk pemenangan capres pasangan calon 01 (Joko Widodo-Ma'ruf Amin). Hal demikian menciderai asas pemilu yang jujur dan adil karena menghilangkan kesetaraan kesempatan antara kontestan Pilpres 2019," tutur Bambang.
Penyalahgunaan struktur dan anggaran birokrasi dan BUMN dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Aparatur Sipil Negara dan UU BUMN. Lebih jauh dalam Pasal 280 UU 7/2017, ada larangan untuk melibatkan struktur direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah (ayat 2d), dan aparatur sipil negara (ayat 2f).
Menurut dia, untuk menjaga netralitas, Pasal 338 UU 7/2017 memuat larangan untuk menerima dana
kampanye dari BUMN dan BUMD.
"Pada tataran birokrasi ada beberapa kebijakan yang nyata-nyata menciderai netralitas ASN, misalnya ketika Mendagri Tjahjo Kumolo menginstruksikan agar ASN tidak boleh hanya netral, melainkan harus aktif menyampaikan program Presiden Petahana Jokowi. Pernyataan demikian lagi-lagi mengaburkan posisi Presiden Petahana dengan posisinya sebagai capres
pasangan calon 01," urainya.
Dia juga mengungkapkan bebrapa bukti lainnya tentang kecurangan birokrasi yang dilakukan paslon 01. Begitupun dengan iklan pembangunan infrastruktur di bioskop. Beberapa saat sebelum keluarnya arahan Presiden Jokowi melalui Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko tersebut, Kemenkominfo menggunakan anggaran negara untuk mengiklankan klaim keberhasilan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pada masa Pemerintah Jokowi.
"Tentunya, iklan tersebut dianggap bukan sebagai kampanye, melainkan sosialiasi keberhasilan pemerintah yang wajar untuk di publikasi kepada masyarakat. Namun, dengan pemikiran yang objektif dan jernih tentu kita bisa memahami bahwa hal ini merupakan kampanye terselubung, yang dilakukan Presiden petahana Jokowi," tuturnya.
Tidak hanya dugaan TSM, tim Prabowo-Sandi juga mengungkap adanya dugaan penyalahgunaan birokrasi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat pemilu lalu.
"Semuanya dibungkus seolah-olah adalah program atau kegiatan presiden, padahal program dan anggaran yang digunakan oleh birokrasi dan BUMN itu untuk pemenangan capres pasangan calon 01 (Joko Widodo-Ma'ruf Amin). Hal demikian menciderai asas pemilu yang jujur dan adil karena menghilangkan kesetaraan kesempatan antara kontestan Pilpres 2019," tutur Bambang.
Penyalahgunaan struktur dan anggaran birokrasi dan BUMN dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Aparatur Sipil Negara dan UU BUMN. Lebih jauh dalam Pasal 280 UU 7/2017, ada larangan untuk melibatkan struktur direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah (ayat 2d), dan aparatur sipil negara (ayat 2f).
Menurut dia, untuk menjaga netralitas, Pasal 338 UU 7/2017 memuat larangan untuk menerima dana
kampanye dari BUMN dan BUMD.
"Pada tataran birokrasi ada beberapa kebijakan yang nyata-nyata menciderai netralitas ASN, misalnya ketika Mendagri Tjahjo Kumolo menginstruksikan agar ASN tidak boleh hanya netral, melainkan harus aktif menyampaikan program Presiden Petahana Jokowi. Pernyataan demikian lagi-lagi mengaburkan posisi Presiden Petahana dengan posisinya sebagai capres
pasangan calon 01," urainya.
Dia juga mengungkapkan bebrapa bukti lainnya tentang kecurangan birokrasi yang dilakukan paslon 01. Begitupun dengan iklan pembangunan infrastruktur di bioskop. Beberapa saat sebelum keluarnya arahan Presiden Jokowi melalui Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko tersebut, Kemenkominfo menggunakan anggaran negara untuk mengiklankan klaim keberhasilan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pada masa Pemerintah Jokowi.
"Tentunya, iklan tersebut dianggap bukan sebagai kampanye, melainkan sosialiasi keberhasilan pemerintah yang wajar untuk di publikasi kepada masyarakat. Namun, dengan pemikiran yang objektif dan jernih tentu kita bisa memahami bahwa hal ini merupakan kampanye terselubung, yang dilakukan Presiden petahana Jokowi," tuturnya.
(dam)