Ryamizard Sebut ASEAN Harus Mandiri di Tengah Kompetisi AS-China

Rabu, 12 Juni 2019 - 00:16 WIB
Ryamizard Sebut ASEAN...
Ryamizard Sebut ASEAN Harus Mandiri di Tengah Kompetisi AS-China
A A A
JAKARTA - Lembaga kajian International Institute for Strategic Studies atau IISS kembali menghelat Shangri-La Dialogue, yang mengangkat tema kebijakan pertahanan di kawasan Asia Pasifik. Seiring meningkatnya perekonomian kawasan ini, masalah pertahanan dan keamanan di wilayah Asia Pasifik menjadi kian penting.

Dalam pertemuan Shangri-La Dialogue, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menekankan pentingnya perhimpunan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) untuk memiliki kemandirian pertahanan sendiri di tengah kompetisi ketat antara Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat China di kawasan Asia Pasifik.

"ASEAN yang telah lama bersatu harus memiliki arsitektur keamanan untuk ketahanan demi mengatasi ancaman yang hadir di kawasan. ASEAN telah memiliki tiga kerja sama patroli di tiga wilayah perairan kawasan, yaitu Selat Malaka, Teluk Thailand, dan Laut Sulu, serta pertukaran informasi dan intelijen Our Eyes," ujarnya dalam keterangan kepada SINDOnews, Selasa (11/6/2019).

Menurut Ryamizard, ancaman terbesar di kawasan Asia Pasifik saat ini, khususnya ASEAN adalah ancaman nontradisional, seperti terorisme, bencana, radikalisme, dan kejahatan siber.

Pandangan Ryamizard ini mendapat perhatian dalam pleno. Di antaranya datang dari Liselotte Odgaard, penasihat senior Kementerian Luar Negeri Denmark. Liselotte menilai, Indonesia selama ini berperan penting dalam meningkatkan kerjasama dalam mengatasi potensi konflik di Laut China Selatan (LCS). Pertanyaannya, apakah ada keterbukaan untuk memberikan peran pada negara di luar kawasan seperti Uni Eropa.

Direktur Eksekutif IISS Asia Tim Huxley meminta Ryamizard menjelaskan tentang ASEAN yang bersatu serta bagaimana ASEAN bisa merespon untuk meningkatkan ketahanan di kawasan Asia Tenggara.

Hal senada ditanyakan Ravi Velloor, editor media massa terkemuka asal Singapura, The Straits Times, yang menggarisbawahi bahwa di Shangri-La Dialogue 2019, wacana Indo-Pasifik begitu mengemuka, apalagi muncul istilah strategi Indo-Pasifik dari Amerika Serikat. Ditanyakan apakah ASEAN dan Indonesia memiliki pandangan tersendiri soal ini dan kemungkinan ASEAN membentuk kebijakan pertahanan seperti di Uni Eropa.

Menjawab rentetan pertanyaan ini, Ryamizard merujuk pada pertemuannya dengan pejabat pertahanan China di Shangri-La Dialogue 2016. Saat itu, Ryamizard menekankan pentingnya keterbukaan China terkait soal LCS. Terkait ASEAN, ia menyatakan, walau masih ada riak-riak seperti masalah Rohingya, ASEAN memiliki kepentingan yang sama soal LCS, yaitu keamanan demi kemakmuran bersama.

Peneliti IISS, Aaron Connelly, mempertanyakan efektivitas dari Program Bela Negara serta mengapa sebuah kementerian pertahanan menjalankan program indoktrinasi politik. Terkait hal ini, Ryamizard menekankan bahwa inti Bela Negara adalah untuk melawan transnasional dengan ideologi nasionalisme Indonesia, yaitu Pancasila.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2700 seconds (0.1#10.140)