Pemindahan Ibu Kota Negara dan Kompleksitasnya

Selasa, 14 Mei 2019 - 09:01 WIB
Pemindahan Ibu Kota Negara dan Kompleksitasnya
Pemindahan Ibu Kota Negara dan Kompleksitasnya
A A A
Yetri Ermi Yenti
Mahasiswa Ilmu Sejarah FIB Universitas Andalas Padang

JAKARTA
dapat dikatakan tidak ideal lagi untuk menjadi ibu kota negara. Hal ini bukan tanpa alasan jika melihat masalah kompleks Jakarta sebagai ibu kota negara yang sulit dipecahkan dalam jangka waktu singkat. Masalah tersebut antara lain permasalahan banjir yang menimbulkan kerugian baik materi atau nonmateri, jalan-jalan di Jakarta yang terganggu oleh kemacetan kronis, hingga tingkat kepadatan penduduk yang tinggi berujung pada permasalahan tata ruang kota atau bahkan sengketa lahan.

Ide pemindahan ibu kota sudah digagas Soekarno pada 1950-an. Dia menginginkan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah dengan berbagai pertimbangan. Pertama, Kalimantan sebagai pulau terbesar di Indonesia dinilai memiliki letak yang strategis. Kedua, Palangkaraya merupakan wilayah yang aman dari zona gempa.

Ketiga, daerah ini memiliki jumlah sungai dan hutan yang cukup luas sehingga membuat Palangkaraya bebas dari ancaman banjir. Keempat, jika ditinjau dari aspek sosial dan budaya, Palangkaraya merupakan wilayah dengan penduduk multietnis seperti Jawa, Banjar, Sunda, Batak, sehingga jika terjadi urbanisasi besar-besaran diperkirakan tidak akan menimbulkan konflik atau ancaman bagi warga lokal.

Pemindahan ibu kota bukanlah hal yang tabu dilakukan. Kuala Lumpur, ibu kota Malaysia, pernah mengalami problem serupa dengan Jakarta, yakni mengalami kemacetan akut dan tata kota yang semrawut. Malaysia lalu membangun Putra Jaya sebagai pusat pemerintahan pada 1999. Di kota baru tersebut, infrastruktur dibangun mulai jalan hingga gedung-gedung baru dan semua kantor pemerintahan dipindahkan.

Kebijakan tersebut berbuah hasil manis. Pada 2013, Menteri Keuangan II Malaysia Husni Handzlah menyebutkan pertumbuhan ekonomi Negeri Jiran ini berkembang signifikan, banyak efisiensi yang tercapai dengan langkah pemindahan pusat pemerintahan. Salah satu nilai positifnya adalah adanya peningkatan produktivitas kerja para aparatur negara.

Hal yang sama juga terjadi pada Jepang ketika memindahkan ibu kota dari Kyoto ke Tokyo. Alasan perpindahan nyaris sama seperti Indonesia, yaitu kepadatan penduduk dan pemerataan ekonomi. Lihatlah ekonomi Tokyo saat ini. Megapolitan ini menggeliat cepat sehingga menjadikannya sebagai pusat bisnis dan budaya dunia. Sementara Kyoto kini menjadi ibu kota kerajaan keluarga besar kaisar Jepang dan salah satu kota tujuan wisata terdepan Negeri Sakura.

Keberhasilan negara lain dalam memindahkan ibu kota yang bisa disebutkan adalah Brasil. Negara ini memindahkan ibu kota dengan konstitusional dan terencana secara baik. Dimulai dengan digelarnya tender perencanaan, arsitek, hingga desainer lanskap yang matang sehingga Brasil sukses menginspirasi banyak negara dalam pemindahan ibu kota.

Rencananya pemindahan ibu kota Indonesia sejauh ini masih dimatangkan. Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara-negara lain yang disebutkan di atas dan menyesuaikan dengan kondisi dan permasalahan yang dihadapi. Pemerintah harus mempertimbangkan untung-rugi pemindahan ibu kota negara baik privat maupun publik, menghitung secara cermat anggaran yang dibutuhkan hingga lamanya waktu pelaksanaan. Beberapa langkah yang prioritas antara lain pembebasan lahan, membangun infrastruktur seperti jembatan, jaringan listrik, dan komunikasi, mendirikan gedung perkantoran, perumahan, lembaga pendidikan, dan membuka lapangan kerja.

Memindahkan ibu kota tentu pekerjaan besar sehingga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun, jika dilakukan dengan kajian yang mendalam, pertimbangan geopolitik dan geostrategis bangsa ini diharapkan mampu menuju kondisi pembangunan yang lebih baik serta mewujudkan kesejahteraan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9396 seconds (0.1#10.140)